![]()
![]()
Reviewed by: Riki Paramita
Kurang lebih sudah 18 tahun berlalu sejak “Nemesis Divina” yang menjadi open statement dari eksistensi Norwegian Black Metal, dimana cukup satu track (“Mother North”) untuk menjelaskan motif utama dari kelahiran 2nd wave Black Metal di ranah Norwegia pada awal 90-an. Saya yakin, bahwa saya dan fans Black Metal lainnya sepakat bahwa “Nemesis Divina” adalah salah satu all time greats untuk kategori album Black Metal, dan Satyricon adalah termasuk ke dalam kelompok innovator untuk genre ini. “Walk The Path of Sorrow” dari “Dark Medieval Times” (1994) adalah sebuah track yang membuat saya menjadi fans Black Metal di 90-an dulu, menjadikan Floridian Death Metal sebagai ‘pilihan kedua.’ Jadi dapat dibayangkan bagaimana arti album masterpiece seperti “Nemesis Divina” (1996) bagi saya. Akan tetapi, Satyricon ternyata menunjukkan karateristik mereka sebagai band yang selalu mengeksplorasi sound yang baru di setiap album mereka. “Rebel Extravaganza” (1999) adalah salah satu kekecewaan terbesar saya sebagai fans Black Metal. Akan tetapi sampai “The Age of Nero” (2008) sekalipun saya tidak pernah berhenti berharap bahwa Satyricon akan kembali ke sound mereka seperti di “Nemesis Divina” (1996). Melalui album terbaru mereka yang self titled yang dirilis di 2013 yang lalu, saya pun sadar bahwa saya sudah harus menerima arah musik Satyricon yang cenderung untuk mengeksplorasi teritori2 yang baru dimana hal ini sepertinya juga menjadi bagian dari perkembangan berikutnya dari Norwegian Black Metal. Neo Black Metal, atau Modern Black Metal. “Nemesis Divina” (1996) adalah sebuah masa lalu, dan Satyricon self titled adalah salah satu bentuk yang masterpiece dari evolusi ekstrim dari True Norwegian Black Metal. Continue reading











Article Written by: Riki Paramita
