Sebuah Panggung Imajiner: ‘The Big 4 of Death Metal’ Versi Beyondheavymetal.com (Bagian 3 dari 4 Tulisan)

Morbid Angel Live 2011

Morbid Angel on stage: David Vincent (Bass, Vokal), dan Trey Azaghthoth (Gitar). Bersama-sama dengan Thor Anders Myhren (Gitar) dan Tim “The Missile” Yeung, Morbid Angel masihlah sebuah band yang dahsyat di skena Death Metal dunia. Foto: http://www.last.fm

Article written by: Riki Paramita

Artikel ini adalah bagian 3 dari 4 bagian mengenai band2 yang termasuk ke dalam ‘The Big 4’ untuk kategori Death Metal menurut Beyondheavymetal.com. Seperti yang sudah dibahas pada 2 artikel sebelumnya, tempat ke-4 dan ke-3 berturut-turut ditempati oleh Suffocation dan Deicide. Satu dari kubu New York Style dan satu lagi dari bay area atau lebih tepatnya Tampa, Florida. Band yang akan menempati peringkat ke-2 adalah masih ‘bertetangga’ dengan Deicide yaitu di Tampa, Florida. Sesuai dengan foto di atas, tempat ke-2 diduduki oleh Morbid Angel – sang innovator Death Metal yang mendefinisikan arah Death Metal untuk menjadi sangat technical dan rumit melalui permainan gitar (terutama bagian solo/ lead), blast beats intensive, vokal growl, dan juga sekaligus sebagai salah satu dari sedikit band di domain Death Metal yang mencicipi sukses seperti layaknya band yang bersifat mainstream (terminologi mainstream juga tentunya sangat relatif, sekarang ini barangkali Morbid Angel juga sudah termasuk ke dalam kategori mainstream, sejalan dengan semakin populernya Death Metal. Akan tetapi tidak demikian halnya di era akhir 80-an sampai awal 90-an, dimana Death Metal masih sangat underground dan Morbid Angel secara fantastis bisa tampil dengan penjualan album yang sangat tinggi untuk ukuran Death Metal). Sama halnya dengan Suffocation dan Deicide, pemilihan Morbid Angel di posisi ke-2 ini juga berdasarkan pada 6 parameter, yaitu:

  1. Band yang bersangkutan masih aktif dan masih terlihat essential di skena Death Metal dunia (active & currently essential).
  2. Pioneer in Death Metal: band yang bersangkutan sudah sangat aktif mengeluarkan album di era kelahiran Death Metal pada akhir 80-an dan awal 90-an.
  3. Faktor orisinalitas dan inovasi untuk genre/ sub-genre Death Metal (originality & innovation factor).
  4. Dalamnya pengaruh atau legacy yang ditinggalkan oleh band tersebut di genre/ sub-genre Death Metal (influence & legacy factor).
  5. Kesuksesan album2 band tersebut secara finansial (selling factor). Death Metal bukanlah sebuah genre dengan semangat ‘selling’, akan tetapi masihlah penting untuk melihat faktor ini sebagai complementary dari faktor nomor 4 dimana dalam hal ini adalah ‘selling’ dalam skala Death Metal tentunya.
  6. Crowd factor: tidaklah dapat disebut sebagai ‘The Big 4’ apabila tidak dapat mendatangkan crowd. Sekali lagi, tentunya hal ini dalam skala Death Metal.
Morbid Angel. Photo by Alex Solca

Morbid Angel dengan formasi studio & live di 2014: Thor Anders Myhren (Gitar), David Vincent (Bass, Vokal), Tim Yeung (Drum), dan Trey Azaghthoth (Gitar). Sama dengan anda, saya juga ‘risih’ melihat penampilan David Vincent yang seperti ‘Nikki Sixx wannabe’ :-D. Foto: http://www.morbidangel.com

Active & currently essential: Morbid Angel masih sangat intensif melakukan tur dan album terbaru mereka selalu dinanti dengan antusias oleh para stakeholder Death Metal baik pada era “Altars of Madness” (1989) sampai dengan era “Illud Divinum Insanus” (2011) yang sangat kontroversial. Morbid Angel sekarang memang bukanlah dengan formasi yang sama dengan era “Altars…”. Sudah banyak perubahan formasi yang dilakukan yang melibatkan nama-nama besar di skena Death Metal dunia seperti Erik Rutan (Gitar), Steve Tucker (Bass, Vokal), dan Jared Anderson (Bass, Vokal). Dengan formasi di 2014 yang melibatkan 3 nama orisinal seperti Trey Azagthoth (Gitar), David Vincent (Bass, Vokal), Pete Sandoval (Drum), plus Thor Anders Myhren sebagai gitaris kedua, Morbid Angel masihlah sebuah band yang bersifat sangat signifikan di skena Death Metal dunia. Memang, ada beberapa cerita mengenai kepergian Pete Sandoval dari Morbid Angel. Akan tetapi kehadiran Tim “The Missile” Yeung sebagai ‘pemain pengganti’ justru memberikan differensiasi tersendiri baik di dalam gigs maupun album baru Morbid Angel. Sebagian dari kita boleh saja mencibir ke “Illud Divinum Insanus” (2011) sebagai album terbaru Morbid Angel. Akan tetapi pada dasarnya “Illud…” adalah sebuah inovasi yang belum dimengerti sepenuhnya oleh para stakeholder Death Metal/ Extreme Metal. Analoginya adalah sama dengan “Grand Declaration of War” (1999) milik Mayhem di kubu Black Metal, yang justru dipuji2 belasan tahun setelah album tersebut dirilis. Dibutuhkan waktu lama untuk mengapresiasi sesuatu yang bersifat breakthrought.

Morbid Angel - Altars of Madness

Album Morbid Angel “Altars of Madness” (1989): album Death Metal terbesar sepanjang masa. Paling tidak menurut Decibel & Terrorizer Magazine.

Pioneer in Death Metal: embrio dari Morbid Angel yaitu band yang disebut “Heretic” sudah eksis sejak 1983. Pada sebuah era dimana belum ada perbedaan yang jelas antara Speed, Thrash, Death, dan Black Metal. Album Morbid Angel “Altars of Madness” (1989) disebut-sebut sebagai album Death Metal terbesar sepanjang masa (paling tidak menurut Decibel & Terrorizer Magazine) karena album ini berhasil mendifferensiasikan antara Death Metal dengan root sound mereka yaitu Thrash Metal. Possessed “Seven Churches” (1985) boleh saja disebut2 sebagai album Death Metal yang pertama. Death “Scream Bloody Gore” (1987) sebagai embrio dari Death Metal modern. Obituary “Slowly We Rot” (1989) sebagai album yang meletakkan dasar2 produksi sound Death Metal modern melalui tangan dingin Scott Burns. Suffocation “Effigy of the Forgotten” (1991) sebagai album yang meletakkan fondasi untuk Brutal/ Technical Death Metal untuk pertama kalinya. Akan tetapi Morbid Angel “Altars of Madness” adalah album yang mendifferensiasikan Death Metal dengan root Thrash Metal dan Extreme Metal secara umum, melalui struktur lagu yang tidak lazim, tempo yang agresif dan berubah-ubah, permainan gitar yang rumit, plus vokal yang sudah mengarah ke growl yang di kemudian hari menjadi standar baku di Death Metal. “Altars..” menjadikan Death Metal sebagai ‘arah baru’ dari band2 sejenis pada zamannya yang pada umumnya masih berkutat dengan mindset Thrash Metal. Barangkali Death Metal tidak akan mempunyai sound seperti sekarang apabila album2 seperti “Altars of Madness” atau “Blessed are the Sick” (1991) tidak pernah dirilis. Apabila Chuck Schuldiner & Death cenderung untuk mengambil jalan progresif, maka Trey Azaghthoth & Morbid Angel cenderung untuk memperkokoh karakteristik (old school) Death Metal melalui rilisan album2 mereka.

Morbid Angel - Covenant

Album Morbid Angel “Covenant”: sempat tercatat sebagai album Death Metal terlaris. Album Death Metal pertama yang dirilis oleh major label yaitu Giant Records yang merupakan subsidiary dari Warner Bros.

Innovation factor: seperti yang sudah dideskripsikan di atas, album “Altars of Madness” (1989) adalah sebuah blueprint dari Death Metal modern melalui komposisi musik yang sangat orisinal: riffing gitar yang cepat dan berat (walaupun tidak seberat Deicide maupun Suffocation), gitar solo yang rumit, tempo lagu yang tidak standar, bentuk awal dari vokal growl Death Metal, dan pemakaian blast beats secara intensif. Album ini telah mendefiniskan pendekatan Death Metal yang relatif baru pada saat itu (1989). Ide2 seperti yang terdapat di dalam “Altars…” masihlah belum terjamah oleh rilisan2 Death Metal sebelumnya, seperti Death “Scream Bloody Gore” (1987) atau “Leprosy” (1988). Seluruh skena Death Metal di dunia menjadikan album ini sebagai referensi untuk mendifferensiasikan Death Metal (sebagai genre yang baru lahir pada saat itu) dengan root sound Thrash Metal dan Extreme Metal secara umum. Morbid Angel “Altars…” adalah sebuah inovasi yang menjadi landasan untuk inovasi2 besar selanjutnya di Death Metal, termasuk hal besar yang di kemudian hari terjadi di Swedia (kelahiran Swedish Sound, baik Stockholm maupun Gothenburg).

Originality factor: saya mendengarkan Morbid Angel untuk pertama kalinya melalui track “Chapel of Ghouls” yang terdapat di dalam kompilasi “Grindcrusher” (1989), atau “Thrash Generation” (1991) untuk rilisan Indonesia. Bagaimana dengan kesan pertama? Pada saat itu saya merasa tidaklah ada band2 Extreme Metal yang bermain dengan tempo chaotic seperti Morbid Angel (dengan referensi pada saat itu, tahun 1991). Padahal pada saat itu saya sudah cukup familiar dengan sound yang berat seperti Napalm Death, Obituary, atau Massacre. Pendapat saya ini ternyata sejalan dengan pendapat dari kolumnis2 Extreme Metal internasional seperti pada tulisan2 di Terrorizer atau Decibel Magazine (sekaligus ‘pembenaran’ bahwa ‘pendidikan’ Death Metal saya adalah berada di jalan yang benar 😀 ). Morbid Angel adalah salah satu dari sedikit band yang mendefinisikan Death Metal untuk pertama kalinya. Inovatif, orisinal, ekstrim, dengan kreativitas yang berusaha mengeksplorasi area2 yang baru di setiap rilisannya.

Morbid Angel-Domination

Album Morbid Angel “Domination”: salah satu puncak dari karya2 Morbid Angel, dengan production yang sangat ‘clean’.

Influence & legacy factor: selain “Altars of Madness” (1989) yang disebut2 sebagai album Death Metal terbesar sepanjang masa, album2 Morbid Angel lainnya seperti “Blessed are the Sick” (1991), “Covenant” (1993), “Domination” (1995), “Formulas Fatal to the Flesh” (1998), sampai “Gateways to Annihilation” (2000) adalah karya2 abadi di skena Death Metal dunia. Album2 yang akan menjadi ‘rujukan’ bagi band2 generasi berikutnya dalam berkarya. Selain legacy dalam bentuk karya musik, Trey Azagthoth, sang gitaris Morbid Angel juga pernah dinobatkan oleh Decibel Magazine sebagai gitaris Death Metal terbaik sepanjang masa (“the number one death metal guitarist ever”) yang merepresentasikan musicianship dari Trey dan kualitas dari karya2nya bersama Morbid Angel. Morbid Angel juga merupakan band Death Metal pertama yang berhasil menembus perusahaan rekaman major yaitu Giant Records yang merupakan anak perusahaan dari Warner Bros pada 1993, dimana Morbid Angel berada di bawah manajemen yang sama dengan nama2 seperti MC Hammer atau Color Me Badd. Memberikan pelajaran yang representatif bahwa sebuah band Death Metal sekalipun bisa bersanding dengan musisi2 mainstream.

Morbid Angel - Illud Divinum Insanus

“Illud Divinum Insanus” (2011): album yang sangat kontroversial dari Morbid Angel karena mengikutsertakan elemen Industrial/ Techno yang terdengar janggal untuk sound Morbid Angel. Sebuah eksperimen yang gagal ataukah inovasi yang belum dimengerti?

Selling factor: Morbid Angel di era2 awal adalah band yang mempunyai sound terlalu ekstrim relatif terhadap band2 sejenis pada saat itu. Morbid Angel mengalami banyak penolakan. Alasannya bermacam2, mulai dari musik mereka yang memang sangat ekstrim, lirik yang terlalu ‘gelap’, sampai masalah nama dimana nama “Angel” sudah terlalu banyak pada saat itu. Digby Pearson dari Earache Records adalah satu2nya yang melihat potensi Morbid Angel berikut dengan segala atribut kontroversinya. Digby menyodorkan kontrak kepada Trey dan kawan2, dan membuka jalan bagi Morbid Angel untuk menjadi band Death Metal dengan penjualan album yang tinggi. Menurut catatan Nielsen SoundScan (2003), Morbid Angel berada pada peringkat ke-3 untuk penjualan album dengan genre Death Metal di teritori Amerika Serikat dengan angka penjualan melebihi 445.000 copies, dan hanya kalah dari Cannibal Corpse & Deicide. Sementara album “Covenant” (1993) menjadi album Death Metal dengan penjualan tertinggi dengan penjualan 150.000 copies. Secara keseluruhan, album2 Morbid Angel berhasil mencapai penjualan yang relatif tinggi untuk skala Death Metal, menjadikan Morbid Angel sebagai salah satu dari sedikit band Death Metal dengan kesuksesan yang bersifat global dan mainstream.

Crowd factor: Trey Azaghthoth dan kawan2 tidaklah dapat dikatakan muda dari segi usia. Akan tetapi permainan Trey yang presisi dan teknikal masihlah merupakan daya tarik tersendiri terutama bagi crowd yang guitar oriented. David Vincent masihlah sangat kharismatik sebagai frontman sekaligus bassist. Sementara Thor Anders Myhren sebagai ‘pemain asing’ (Mr. Myhren adalah berkewarganegaraan Norwegia) di departemen gitar bersama-sama dengan Tim Yeung di belakang drum kit yang berasal dari generasi yang berbeda dengan Trey dkk berhasil memberikan energi baru untuk setiap gigs Morbid Angel. Menjadikan Morbid Angel dalam versi live masihlah merupakan sebuah aksi yang dahsyat yang bersifat sebuah keharusan (a must) bagi setiap fans Death Metal untuk menghadirinya. Nama Morbid Angel masihlah identik dengan stage besar dengan crowd sampai bilangan puluhan ribu.

Berdasarkan parameter-parameter di atas, maka Beyondheavymetal.com menempatkan Morbid Angel sebagai salah satu dari ‘The Big 4 of Death Metal’ dengan urutan #2. Siapakah yang akan menempati urutan #1? Topik ini akan dibahas pada bagian 4 dari tulisan ini. Hints: band yang menempati posisi teratas adalah band Death Metal dengan penjualan album sampai jutaan copies, mempunyai kecenderungan bermain cepat (blast beats), berasal juga dari Tampa (Florida), dan identik dengan cerita2 pembunuh berantai dan zombie. 😀

Bersambung ke bagian 4.

Leave a comment