WARKVLT “Merdeka” (2015): Ketika Black Metal Bertemu dengan Konsep Nasionalisme, Patriotisme, dan Naskah Proklamasi

Warkvlt 2015

WARKVLT, dengan formasi 2015: Sigit Abaddon (Vokal), Abah Desecrator (Gitar), Heri The Abyss (Bass), dan Riyan Blastphemy (Drum). Formasi dahsyat yang menghasilkan album “Merdeka” yang merupakan langkah besar bagi Warkvlt dan skena Black Metal/ Extreme Metal nasional secara umum.

Article written by: Riki Paramita

Warkvlt - Merdeka

“Instead of looking around for sonic inspiration from other bands, we’d rather listen to ourselves, our intuition and inner spirit, to grant us that inspiration.”

– Adam “Nergal” Darski (Terrorizer Magazine, #245, February 2014).

Warkvlt, sang pendekar War Black Metal dari bumi Pasundan merilis album terbaru mereka yang berjudul “Merdeka” di awal tahun 2015 ini. “Merdeka” adalah full length album mereka yang pertama sebagai Warkvlt, setelah sebelumnya sempat merilis satu album ketika mereka masih memakai nama Impish. Kita dapat melihat dengan sangat jelas bahwa pergantian identitas menjadi Warkvlt seperti sebuah pernyataan terbuka mengenai konsep bermusik mereka yang semakin dalam bereksplorasi di area War Black Metal dengan inspirasi dan influence yang kental dari Marduk di era “Panzer Division Marduk” (1999) atau Infernal War di era “Redesekration…” (2007). Akan tetapi sejalan dengan quote dari Adam “Nergal” Darski di awal tulisan ini, bahwa akan ada suatu periode di dalam perjalanan kreativitas sebuah band dalam memformulasikan konsep diri mereka (self concept) untuk lebih mengenali dan mendalami root dari diri mereka sendiri ketimbang pengaruh eksternal dari literatur atau band-band lainnya. Warkvlt pun mengalami proses metamorfosis seperti ini: melakukan pencarian dan inspirasi jauh ke dalam jiwa mereka sendiri sebagai anak-anak dari bumi Pasundan, dan sebagai jiwa-jiwa yang terlahir di bumi yang menjadi bagian dari cita-cita besar, yaitu kepulauan Nusantara. Sebagai musisi yang terlahir di bumi Indonesia. Sebagai orang Indonesia. Soul searching ini membawa Warkvlt ke dalam format bermusik yang sama sekali baru dan sangat radikal apabila dilihat dari perspektif Black Metal secara tradisional: Nusantara War Metal! Sebagai salah satu mata rantai dari derivatif post War Black Metal yang diinisiasikan di Skandinavia.

Desecrator

Apa efek dari soul searching ini ke dalam album “Merdeka”? Pertama, mari kita melihat ke dalam departemen penulisan lirik. Terlihat dengan sangat jelas di sini bahwa Abah Desecrator dan kawan-kawan sudah meninggalkan cerita-cerita mengenai Blitzkrieg atau Operation Barbarossa, dan menggantinya dengan tema-tema pertempuran yang terjadi di seputar perang kemerdekaan dengan lirik yang terinspirasi dari karya para pujangga besar seperti Chairil Anwar dan Taufik Ismail. Ketimbang bercerita tentang tokoh-tokoh SS berikut kejahatan mereka di medan peperangan, Warkvlt memilih untuk bercerita mengenai perjuangan Bung Tomo di Surabaya atau tentang pemuda Ngurah Rai di Bali yang memilih untuk bertempur sampai mati di Desa Marga ketimbang menyerah ke tentara kolonial. Efek dari penulisan lirik seperti ini dapat kita lihat ke departemen vokal yang dihuni Sigit Abaddon. Vokal Sigit dalam beberapa bagian terdengar seperti berdeklamasi dengan teknik vokal yang walaupun masih dengan format Black Metal yang sangat raw, akan tetapi kata-kata yang diucapkan dapat didengarkan dengan sangat jelas. Sepertinya kali ini teknik vokal Sigit adalah memang ditujukan untuk dapat didengarkan dengan jelas dan dipahami oleh para pendengar Warkvlt.

Heri The Abyss

Kemudian kita menuju ke departemen artworks: kita akan dapat melihat bahwa album Warkvlt “Merdeka” adalah salah satu dari sedikit album Black Metal dengan artwork yang tidak melibatkan pentagram atau baphomet. Artwork di album ini didominasi dengan ilustrasi burung garuda dan bambu runcing yang sejalan dengan tema perang kemerdekaan. Kemudian di sleeve CD-nya selain dari lirik masing-masing lagu yang dituliskan dengan sangat jelas, kita juga dapat melihat keterangan yang terkait dengan produksi dan album credit yang dituliskan dengan menggunakan Bahasa Indonesia secara maksimal dan sekaligus meminimalkan terminologi asing. Misalnya, penggunaan terminologi ‘penyelaras suara’ ketimbang sound engineering/ mixing. Sebuah representasi dari kesadaran berbahasa. Sementara itu ilustrasi sampul album ini menggambarkan para pejuang kemerdekaan yang berlari ke garis depan pertempuran yang dipimpin oleh sosok burung Garuda yang digambarkan sangat perkasa, berotot, dengan bambu runcing di tangan kiri dan senapan mesin di tangan kanan (tidak begitu jelas apakah ini AK47 atau M16, sepertinya memang sengaja dibuat ‘tidak jelas’ untuk menghindari interpretasi yang salah 🙂 ). Sementara itu para pejuang kemerdekaan yang digambarkan dengan pakaian dan perlengkapan yang berbeda (salah satu dari mereka membawa keris dengan kostum adat tradisional), merepresentasikan totalitas bangsa kita dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Yang menarik adalah wajah dari masing-masing pejuang kemerdekaan yang digambarkan seperti sosok zombie yang garang, seolah-olah menggambarkan bahwa para pejuang ini memang sudah separuh mayat ketika mereka berlari ke garis depan, menyongsong peluru, dengan membawa senjata seadanya seperti keris dan bambu runcing. Ilustrasi di sampul album “Merdeka” ini secara representatif menggambarkan harga diri dan martabat bangsa kita sebagai bangsa yang merdeka dan mendapatkan kemerdekaannya dari perjuangan seluruh komponen bangsa, dan bukan merupakan pemberian bangsa lain (sedikit berbeda dengan beberapa negeri jiran kita). Pujian patut diberikan kepada Jenglot Hitam yang telah berhasil memformulasikan artwork yang sangat representatif, walaupun kali ini dengan tema yang sedikit ganjil: nasionalisme dan patriotisme dalam perspektif War Black Metal.

Sigit Abaddon

Warkvlt “Merdeka” dibuka dengan track yang berjudul sama, yaitu “Merdeka”. Setelah pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno diperdengarkan sebagai intro, maka langsung disambut dengan riffing gitar pembuka, plus drumming dan vokal yang cenderung untuk terdengar seperti Thrash Metal. Screaming Sigit di awal track ini sekilas terdengar seperti Mille Petrozza di era-era “Extreme Aggression” atau “Coma of Souls.” Walaupun track ini secara garis besar masih sangat dipengaruhi oleh Marduk (baik era “Opus Nocturne” maupun “Panzer Division…”), akan tetapi secara pattern sudah sangat dipengaruhi oleh influence2 yang lain yang membuat track ini (dan track lainnya di dalam album “Merdeka”) tidak terpaku di satu format saja. Sehingga terminologi “Nusantara War Metal” yang diperkenalkan oleh Warkvlt lewat album ini tidaklah hanya sebuah konversi langsung dari Swedish Black Metal, melainkan juga melibatkan pengaruh-pengaruh eksternal lainnya. Track berikutnya, “Maju Serbu Serang Hancurkan !!! (10 November 1945)” yang merupakan teaser dari album “Merdeka” sebelum album ini dirilis, mengambil pattern yang kurang lebih mirip dengan track pertama: thrashy riffing dengan beberapa bagian lead guitar, dengan kadar blast beats yang lebih dominan. Yang menarik dari track ini adalah intro akustik yang secara representatif menggambarkan suasana genting yang saat itu terjadi di Surabaya. Track ini semakin menegaskan bahwa konsep bermusik Warkvlt lewat Nusantara War Metal adalah konsep yang tidak hanya terpaku ke Norwegian/ Swedish Black Metal semata, melainkan juga mengikutsertakan influence Metal dan Non-Metal yang lebih luas.

Riyan Blastphemy

Track berikutnya “Kibaran Bendera Segumpal Darah (Palagan Ambarawa)” adalah adu kecepatan antara riffing gitar dengan blast beats drumming. Warkvlt dalam bentuk yang biasa kita kenal :-). “Untuk Negeriku (Puputan Margarana)” dibuka dengan raungan gitar yang mengingatkan kita pada “Stranger Aeon” milik Entombed, dan kemudian disambut dengan riffing cepat plus lead guitar yang memberikan suasana chaotic dan desperate, kemudian riffing yang seperti beradu cepat dengan ketukan drum mengiringi Sigit Abaddon berdeklamasi mengenai laskar puputan yang bertempur sampai mati di Desa Marga (Bali) pada November 1946. Walaupun hanya berdurasi kurang dari 3 menit, track ini layak dikedepankan sebagai salah satu yang terbaik dari album “Merdeka.” Track selanjutnya “Warkvlt” adalah sebuah pernyataan terbuka mengenai self concept band ini di skena Black Metal/ Extreme Metal nasional (& beyond). “Memerah di Atas Darah Perjuangan” seperti memberikan kesempatan bagi Sigit Abaddon untuk berekspresi secara penuh ketika riffing gitar dan ketukan drum bermain dalam tempo lambat, di sela-sela permainan cepat yang sekilas mengingatkan kita pada Greek Black Metal (terutama Rotting Christ “The Sign of Evil Existence”). “Soldiers of Pajajaran” yang dibuka dengan intro musik tradisional Sunda juga menjadi salah satu yang layak dikedepankan di album “Merdeka” ini: cepat, tanpa kompromi, dengan permainan gitar yang sangat bervariasi (paling tidak ada influence “Du Som Hater Gud” dari Satyricon, atau gitar solo ala Carcass di era “Symphonies of Sickness”). Track berikutnya “Nusantara Jaya” melaju cepat dengan vibe yang cenderung Death Metal. Warkvlt “Merdeka” ditutup dengan sebuah cover version dari Rajam yaitu “Ratakan dengan Tanah” dan sebuah tembang instrumen “Tanah Air” yang merupakan buah karya Ibu Sud. “Tanah Air” dibawakan dengan sangat apik, bernuansa Metal tanpa mengurangi makna dan jiwa dari lagu tersebut.

Warkvlt “Merdeka” adalah sebuah langkah besar bagi Warkvlt sebagai sebuah band, dan skena Black Metal/ Extreme Metal nasional terutama untuk band2 dengan theme yang bersifat local content, yang pada akhirnya membentuk dan memperkaya karakteristik dari Indonesian Black Metal yang tidak saja original akan tetapi juga berkelas sebagai sebuah karya. Akan tetapi, sejujurnya, tidaklah mudah (bahkan untuk diri saya sendiri) untuk menerima fusion yang sangat tidak lazim seperti halnya di album “Merdeka” ini terutama untuk telinga yang sudah terbiasa dengan topik-topik Blitzkrieg, Viking, atau nordic themes lainnya. Sekilas War Black Metal yang dipertemukan dengan naskah proklamasi adalah terdengar sangat absurd. Akan tetapi di sini kita harus bersikap open minded dan membiasakan diri dengan inovasi dan perubahan, karena sebuah skena hanya akan tumbuh menjadi besar apabila kreativitas, inovasi, dan perubahan dibiarkan untuk tumbuh subur dan berkembang. Dan salah satu fondasi yang paling signifikan untuk tumbuhnya kreativitas, inovasi, dan perubahan adalah open mindedness dari para stakeholders (musisi, fans, label, dll) di skena yang bersangkutan.

Musisi:

  • The Abyss – Bass
  • Riyan Blastphemy – Drums
  • Abah Desecrator – Guitars
  • Sigit Abaddon – Vocals

Tracks:

  1. Merdeka – 05:19
  2. Maju Serbu Serang Hancurkan !!! (10 November 1945) – 03:35
  3. Kibaran Bendera Segumpal Darah (Palagan Ambarawa) – 03:46
  4. Untuk Negeriku (Puputan Margarana) – 02:52
  5. Warkvlt – 04:17
  6. Memerah di Atas Darah Perjuangan – 03:17
  7. Soldiers of Pajajaran – 04:09
  8. Nusantara Jaya – 03:42
  9. Ratakan Dengan Tanah (Rajam cover) – 02:08
  10. Tanah Air (instrumental) – 01:06

Categorised as: Modern Black Metal, Post Black Metal, War Black Metal, Nusantara War Metal (self concept)

Leave a comment