DREAM THEATER – “Dream Theater” (2013, Self Titled): Progressive Metal untuk Fans Non Progressive Metal

Dream Theater-S:T

Reviewed by: Riki Paramita

DREAM THEATER self titled dibuka dengan “False Awakening Suite”, sebuah intro instrumental yang sangat megah, bernuansa epic, dan terdengar seperti soundtrack dari sebuah film action atau adventure. Sebuah intro yang seolah-olah merupakan sebuah peringatan untuk ‘fasten your seat belt’ sebelum memasuki petualangan dan pengalaman Dream Theater (The Dream Theater experience) yang sama sekali baru. Dilihat dari komposisi dan pemilihan sound dari “False Awakening Suite”, sepertinya track ini memang dipersiapkan untuk menjadi intro/ track pembuka untuk gigs mereka yang dimulai di Januari 2014 depan. Sebuah intro yang menimbulkan ekspektasi yang tinggi untuk album self titled ini secara keseluruhan.

DT-The Enemy Inside

Permainan cepat John Petrucci mengawali track berikutnya, “The Enemy Inside” yang terdengar sangat agresif akan tetapi masih berkarakteristik Dream Theater. Pendekatan agresif seperti ini mengingatkan kita pada karakteristik sound mereka di era “Train of Thought” atau “Black Cloud and Silver Linings” akan tetapi tanpa nuansa gelap yang menyertai “Train…” atau “Black Clouds…” “The Enemy Inside” adalah sebuah showdown: permainan agresif dan kompleks dari John Petrucci yang diimbangi dengan sangat baik oleh Jordan Rudess dengan sound yang atmospheric (yang juga bermain solo pada beberapa bagian), vokal James LaBrie dengan chorus yang anthemic, dan tentu saja, sang maestro di belakang drum kit: Mike Mangini menunjukkan bahwa departemen drum Dream Theater seperti menemukan kreativitas-kreativitas baru lewat permainannnya yang cepat, presisi, dan sekilas seperti permainan drum yang seperti tidak mungkin dimainkan dengan 2 kaki dan 2 tangan. Mike adalah seorang musisi virtuoso, sama halnya dengan Mike sebelumnya (permainan Mike yang sekarang dengan Mike sebelumnya mempunyai keindahannya masing-masing). Sementara itu John Myung belum mendapatkan spotlight yang signifikan pada track ini akan tetapi tetap memperlihatkan kelasnya sebagai salah satu yang tercepat dan terbaik di genre-nya. Permainan cepat Petrucci pada 5:15 – 5:38 membuat permainan Dave Mustaine di rilisan 2013-nya terlihat seperti sudah mengalami osteoporosis karena dimakan usia. Sangat sulit bagi Metalhead, dari sub-genre manapun, untuk tidak menyukai “The Enemy Inside.”  Sebuah track Progressive Metal untuk semua fans Metal di keseluruhan sub-genre.

DT-The Looking Glass

Tempo sedikit turun ketika memasuki track selanjutnya, “The Looking Glass” yang diawali dengan riffing John petrucci yang terdengar seperti datang dari era 80-an. “The Looking Glass” adalah sebuah track bernuansa Progressive Rock yang easy listening.  Simak permainan solo John Petrucci dengan latar beat John Myung pada 03:07 – 3:56, yang seperti menampilkan sisi lain dari karakteristik Dream Theater yang sama sekali berbeda dengan track sebelumnya. Sementara itu James LaBrie cukup berhasil memformulasikan chorus yang cukup memorable yang menjadikan track ini terdengar cukup menyegarkan setelah “The Enemy Inside” yang agresif.

DT-The Enigma Machine

Track berikutnya adalah ‘The Enigma Machine” yang merupakan sebuah enigma dalam arti sebenarnya: cukup sulit untuk menginterpretasikan track ini karena mereka semua seperti bergantian bermain solo! John Myung di sini tidak hanya bermain sebagai shadow dari rhythm John Petrucci, akan tetapi juga dalam beberapa kesempatan ikut ber-solo ria. Sebuah ajang show off untuk masing-masing musisi, dalam tempo yang berubah-ubah. Pada kesempatan ini James LaBrie hanya bertindak sebagai pengamat memperhatikan teman-temannya unjuk kebolehan. “The Enigma Machine” secara representatif menunjukkan sisi liar dari progresivitas Dream Theater.  Sebuah enigma dengan enkripsi rumit yang sangat sulit untuk diinterpretasikan apalagi diterjemahkan.

DT-Personalities

Dari 4 track pertama di album ini, kita dapat melihat 4 kepribadian dari Dream Theater. Sebuah komposisi epic dan atmospheric, permainan Metal yang agresif, 80s Rock yang menyegarkan, dan sisi progresif yang menunjukkan bahwa mereka semua adalah musisi dengan musicianship kelas satu. Sisi Dream Theater seperti apa yang akan kita lihat di track selanjutnya?

DT-The Bigger Picture

“The Bigger Picture” menunjukkan karakteristik yang lain dari Dream Theater: karakteristik melankolis yang lembut dan sensitif melalui sebuah track bernuansa ballad (akan tetapi masih mempunyai beberapa riffing dan gitar solo yang walaupun bernuansa sendu akan tetapi masih berkarakteristik Metal). Sebuah pola generik yang terakhir kita lihat pada “This is The Life” pada rilisan sebelumnya, “A Dramatic Turn of Events”. Sebuah komposisi yang indah antara dentingan piano, rhythm dan lead yang berkarakteristik Metal, dengan tempo lagu yang sangat terjaga sehingga alur cerita dapat disampaikan dengan sangat baik melalui vokal dengan chorus yang berkarakteristik ballad. Amatlah sangat sulit untuk tidak menyukai track ini.

DT-Behind The Veil

Permainan keyboard bernuansa tragedi mengawali “Behind The Veil”, yang kemudian  disambut dengan riffing berat John Petrucci. Walaupun berbeda dari segi sound, akan tetapi nuansa yang ditimbulkan adalah mirip dengan “A Nightmare to Remember” dari “Black Clouds & Silver Linings”. Sebuah track dengan nuansa tragedi yang seperti bercerita mengenai hari-hari yang berat: “I am finding courage in my darkest hour, I am bent, not broken.” Sebuah track dengan salah satu chorus paling memorable di album ini: “Someone save me, look behind the veil, please don’t walk away, someone save me, bring me home tonight, I can’t face another day.”

DT-Surrender to Reason

“Surrender to Reason” adalah seperti sebuah track yang datang dari era “Falling Into Infinity” dengan sedikit vibe “I Walk Beside You” pada pembukanya. Track ini adalah salah satu track dengan kadar progresivitas yang tinggi di album ini: rhythm gitar yang berat yang bermain-main dengan ketukan, permainan solo pada masing-masing instrumen, akan tetapi seperti disimplifikasi oleh chorus pada vokal yang sederhana dan terdengar sangat cocok untuk menjadi sebuah sing along. Faktor chorus pada departemen vokal sepertinya mempunyai arah yang sedikit berbeda dengan rilisan-rilisan sebelumnya dimana hal ini diungkapkan oleh John Petrucci dalam sebuah wawancara bahwa vokal yang memorable akan lebih diingat oleh fans ketimbang permainan instrumen yang paling brilian sekalipun. Sepertinya hal ini secara eksplisit menjelaskan arah dari self titled album ini secara keseluruhan: yaitu untuk merangkul fan base yang lebih luas. Sebuah strategic direction yang dijalankan dengan sangat baik oleh John Petrucci dkk sampai sejauh ini (sudah 7 track).

DT-Along for The Ride

Track berikutnya “Along for The Ride” diawali dengan permainan akustik dengan tune yang mirip dengan “Beneath The Surface” dari rilisan mereka 2 tahun yang lalu. Sebuah track dengan komposisi yang mirip dengan “The Bigger Picture” yang sepertinya akan menjadi ‘kontestan’ yang serius untuk menjadi the next “Another Day” (dimana antriannya cukup panjang). Suasana “Beneath The Surface” semakin terasa ketika Jordan Rudess memainkan solo dengan vibe dan sound yang sangat déjà vu. Sebuah track bernuansa ballad yang berkarakter kuat akan tetapi belumlah sekuat “Another Day.”

DT 2013

Setelah 8 track, kita akhirnya memasuki dunia Dream Theater yang sebenarnya: “Illumination Theory” yang berdurasi 22 menit yang terdiri dari 5 bagian. Apabila 8 track sebelumnya mewakili masing-masing karakteristik Dream Theater, maka “Illumination Theory” menampilkan keseluruhan karakteristik secara bergantian: mulai dari seluruh karakter pada rhythm dan lead John Petrucci yang tampil dalam berbagai ketukan, aransemen keyboard  yang rumit yang secara representatif menampilkan suasana atmospheric berikut berbagai emosi dan nuansa yang menjadi landasan bagi instrumen lain untuk berkreasi: eksplorasi ketukan Mike Mangini dan John Myung, serta vokal James LaBrie yang walaupun minimal akan tetapi tetap brilian. “Illumination Theory” seperti menjelajahi setiap sisi dari alam perasaan, kognitif, dan emosi dari setiap makhluk yang mempunyai kemampuan berpikir dan mempunyai kesadaran penuh pada eksistensi dan interaksi dirinya di dalam universe: mulai dari perilaku agresif, melankolis, kesedihan dan tangis, pencarian, fantasi, empati, keterpenuhan (fulfillness), dan tidak ketinggalan kegembiraan (joy), dan sisi inner child yang terkadang muncul dalam bentuk keinginan untuk bermain-main dan bergembira. “Illumination Theory” adalah sebuah interpretasi dari humanity ke dalam bentuk musik yang hanya bisa dikonstruksikan oleh musisi-musisi dengan degree of musicianship yang melebihi brilian.

“Illumination Theory” menutup Dream Theater self titled yang membuat kita, para pendengar,  tidak mempunyai pilihan lain selain memberikan standing ovation untuk sebuah experience yang dalam (deep) yang melebihi segala macam bentuk deskripsi yang dapat disusun dengan kata-kata: The Dream Theater experience.  Sebuah atraksi musikal kelas satu yang dapat dinikmati oleh fans tanpa latar belakang Progressive Metal sekalipun.

Line Up:

  • James LaBrie – Vocals
  • John Petrucci – Guitars, Backing Vocals
  • John Myung – Bass
  • Jordan Rudess – Keyboards
  • Mike Mangini – Drums

Track List:

  • False Awakening Suite – 02:42
  • The Enemy Inside – 06:17
  • The Looking Glass – 04:53
  • Enigma Machine – 06:01
  • The Bigger Picture – 07:40
  • Behind the Veil – 06:52
  • Surrender to Reason – 06:34
  • Along for the Ride – 04:45
  • Illumination Theory – 22:17

Categorised as: Progressive/ Technical Metal

Related post:

2 thoughts on “DREAM THEATER – “Dream Theater” (2013, Self Titled): Progressive Metal untuk Fans Non Progressive Metal

  1. Great Review !!
    Masih berharap agar para dedengkot Progressive Rock tersebut membuat album beraroma seperti Images & Words atau Falling Into Infinity =D

  2. Hi Anggi, jangan lupa untuk beli CD aslinya ya. 🙂 Keep on practicing your guitar skills and not just your technical/ consulting skills. Life supposed to be balanced. 🙂 A guitarist supposed to play guitar, while a writer supposed to write.

Leave a comment