Menyimak Aksi Sang Iblis Norwegia di Atas Panggung: GORGOROTH Live di Hammersonic 2016, Jakarta

Gorgoroth Live 15Reported by: Riki Paramita

  • Event: Hammersonic – Jakarta International Metal Festival 2016
  • Venue/ Tanggal: Ancol Ecopark Jakarta/ 17 April 2016
  • Event Organizer: Hammersonic Festival

Waktu pada saat itu sudah menunjukkan pukul 19:15 WIB. Sementara saya masih ‘terperangkap’ di panggung indoor Soul of Steel di hari kedua Hammersonic Festival 2016. Hujan yang turun dengan cukup lebat telah membuat sebagian besar massa yang pada awalnya berada di area festival (panggung Hammer & Sonic) terpaksa ‘mengungsi’ ke panggung Soul of Steel yang tertutup, dimana Burgerkill sedang tampil. Sekilas saya dapat melihat bahwa Burgerkill tampil dengan sangat prima dan massa yang memadati area di depan panggung seperti langsung ‘terbakar’ di track pertama yang dimainkan Ebenz dan kawan-kawan. Tidaklah salah kalau mereka disebut-sebut sebagai salah satu yang terdepan di skena Metal tanah air. Akan tetapi pikiran saya tidaklah tertuju ke aksi dahsyat Burgerkill di atas panggung, melainkan ke panggung Hammer dimana 15 menit lagi (19:30 WIB) GORGOROTH akan tampil! Ya, saya berada di venue Ecopark pada hari itu tidaklah untuk menikmati Festival Hammersonic secara keseluruhan, melainkan hanya untuk menonton aksi Gorgoroth! Saya cukup yakin bisa melihat lagi aksi Angra atau Suffocation (lagi) di kemudian hari. Akan tetapi kalau Gorgoroth? Band sinting Norwegia ini hanya pernah sekali tampil di region Asia, dan aksi mereka di event Hammersonic 2016 ini adalah yang kedua (setelah yang pertama di Bogor pada April 2015 yang lalu)! Chances, saya harus ‘mengejar’ mereka sampai ke Eropa atau Amerika apabila tidak sempat melihat aksi mereka di Hammersonic 2016. Sehingga ketika saya mendapatkan konfirmasi bahwa Gorgoroth positif tampil di Hammersonic 2016, segala aktivitas pekerjaan di bidang consulting mengalami reschedule, hotel Mercure di Ancol langsung di-booking sehingga saya masih bisa bekerja secara mobile dengan lokasi yang sangat dekat dengan venue Hammersonic! Objective: untuk melihat Gorgoroth, sang iblis Norwegia, tampil live di atas panggung! Akan tetapi menjelang 19:30 pada hari itu, hujan masih turun!

Gorgoroth Live 9

Setelah mengganti kaos Sodom “Agent Orange” yang basah karena hujan dengan kaos Warkvlt “Serangan Umum 8 Maret”, saya pun memberanikan diri menempuh hujan dan berjalan dari panggung indoor ke area festival dimana panggung Hammer berada. Ketika sampai di area festival, alangkah terkejutnya saya mendapati panggung Hammer dan Sonic ternyata masih gelap dimana panitia dan teknisi terlihat masih sibuk dengan segala persiapan, dengan tension yang terlihat seperti sebuah emergency. Wah, jangan-jangan ketika hujan mulai turun acara di area festival dihentikan dan ditunda! Which is, make sense. Akan tetapi dihentikan ketika kapan? Delay sampai berapa lama? Setelah bertanya ke beberapa orang Metalhead di area festival, saya mendapatkan informasi bahwa Walls of Jericho dan Leaves’ Eyes masih belum tampil. Damn, itu artinya masih 90 menit sebelum Gorgoroth tampil, sementara kapan dimulainya panggung juga belum ketahuan! Akan tetapi mentalitas saya pada saat itu adalah Gorgoroth or die! Saya akan tunggu walaupun sampai tengah malam!

Gorgoroth Live 8

Kemudian pada 20:25, Walls of Jericho memulai aksinya di atas panggung Hammer, yang dilanjutkan dengan Leaves’ Eyes di panggung Sonic. Aksi enerjik Candace Kusculain bersama Walls of Jericho dan Alex Krull bersama Leaves’ Eyes tidaklah dapat saya nikmati sepenuhnya karena seluruh pikiran saya sudah tertuju kepada Infernus dan kawan-kawan! “Sudahlah Alex, sudahi penampilan kalian dan biarkan Gorgoroth tampil!”, demikian pikiran saya pada saat itu. Sembari teringat masa-masa ketika masih di SMA dulu (hampir 25 tahun yang lalu), dimana saya sempat menjadi fans berat Alex Krull dan band-nya Atrocity. Ah, sudah lama sekali dan Alex Krull juga sudah sangat berubah. Tidak lagi tersisa style ketika menyanyikan “Unspoken Names” atau “Godless Years”. Time flies! Sekitar 22:10, Alex dan Leaves’ Eyes menyudahi penampilan mereka dan logo Gorgoroth mulai muncul di panggung Hammer! Sementara saya tidak merubah ‘posisi’ saya yang sejak Walls of Jericho sudah berada di depan panggung Hammer dan menikmati aksi Alex Krull dan kawan-kawan dari ‘samping’ panggung (karena Leaves’ Eyes tampil di panggung Sonic). Logo Gorgoroth di layar LCD raksasa di belakang panggung menimbulkan euphoria di dalam diri saya bahwa salah satu life-time goal untuk menyaksikan Gorgoroth live akan terpenuhi pada malam itu!

Gorgoroth Live 5

Lampu sorot kemudian diarahkan ke drum kit di panggung Hammer, dan sosok dengan corpse paint ternyata sudah duduk di situ. Phobos! Sang drummer anyar Gorgoroth sudah siap dengan parangkat ‘perang’-nya. Kemudian muncul 2 sosok plontos dengan corpse paint dan kostum hitam-hitam: Skyggen (aka Paimon) dan Guh Lu! Sang gitaris dan bassist langganan Gorgoroth untuk tampil live di panggung. Setelah itu dari samping panggung muncullah sang iblis: dengan corpse paint, tank top hitam, celana hitam, asesoris spikes yang minimal, plus gitar, menatap tajam ke arah penonton! Infernus, sang iblis Norwegia! Walaupun terlihat kurang fit karena terlihat terlalu gemuk, Infernus masihlah memancarkan aura iblis yang hitam pekat. Tidak lama kemudian, enter Hoest, sang iblis Norwegia lainnya yang menjadi vokalis Gorgoroth khusus untuk live. Hoest, yang malam itu terlihat seperti orc yang haus darah, mengambil posisi di depan panggung. Saya terdiam, tidak bersuara, melalui salah satu moment of my life: ketika berada tepat di depan panggung pada saat Gorgoroth akan beraksi. Waktu seperti berhenti. Seakan-akan para iblis dan setan pun rehat sejenak dari kegiatan mereka dan ikut menonton di depan panggung Hammer pada saat itu.

Gorgoroth Live 12

Track 1: “Bergtrollets Hevn” (Album “Antichrist”, 1996)

Infernus tanpa basa basi langsung menggebrak dengan rhythm yang pada awalnya tidak saya kenali. Baru setelah vokal Hoest ambil bagian, saya dapat mengenali track “Bergtrollets Hevn” yang diambil dari album “Antichrist” (1996). Sebuah track yang terasa atmospheric tanpa harus melibatkan keyboards. Vokal Hoest terdengar sangat prima dan secara representatif menyanyikan track yang di versi studio dinyanyikan oleh Jan Åge Solstad “Hat”, salah satu frontman terbaik Gorgoroth. Range vocal Hoest dengan baik menyusuri nada rendah dan tinggi dengan format yang sangat mirip dengan Hat. Sepertinya format vokal seperti inilah yang paling cocok untuk Gorgoroth, menegaskan pendekatan low pitch yang cenderung growl ala Atterigner adalah seperti sebuah kesalahan. Infernus bermain dengan sangat rapi didampingi oleh Skyggen sebagai gitaris kedua. Sementara bass Guh Lu dan bahkan permainan drum Phobos seperti terdengar ‘jauh’ di ‘belakang.’ Tidak dapat dipungkiri bahwa sound setting pada malam itu masihlah belum sempurna. Akan tetapi cukup representatif untuk menyuarakan nyanyian para troll seperti yang diceritakan oleh “Bergtrollets Hevn”.

Usai “Bergtrollets Hevn” penonton memberikan sambutan yang entah kenapa tidak begitu meriah. Apakah mereka bukan massa Black Metal? Ataukah mereka sama seperti saya yang seperti beku, terdiam dan ternganga? Hanya para setan dan iblis-lah yang tahu.

Catatan: review album Gorgoroth “Antichrist” oleh Beyondheavymetal.com dapat dilihat di sini.

Gorgoroth Live 10

Track 2: “Aneuthanasia” (Album “Quantos Possunt Ad Satanitatem Trahunt”, 2009)

Hoest, yang malam itu terlihat sangat jahat menatap tajam ke arah penonton. Seperti sedang mempelajari crowd Jakarta pada malam itu. Kemudian Infernus dan kawan-kawan tanpa basa-basi langsung memainkan track yang dibuka dengan rhythm gitar plus ketukan ritmik. Ah, ini adalah “Aneuthanasia” dari “Quantos Possunt Ad Satanitatem Trahunt” (2009). Salah satu track favorit saya! Vokal Hoest di track ini sedikit berbeda dengan versi studio yang disuarakan oleh Thomas Kronenes “Pest”. Vokal Pest masih lebih melengking tinggi dibandingkan dengan Hoest. Akan tetapi karakter vokal Hoest masihlah sangat representatif sebagai voice of Gorgoroth. Infernus yang walaupun terlihat kurang fit masihlah bermain dengan sangat rapi di track yang bernuansa Thrash Metal ini. Selesai “Aneuthanasia”, Hoest menyempatkan diri menyapa publik Jakarta. Ah, ternyata sang iblis masih komunikatif dengan penontonnya.

Catatan: review album Gorgoroth “Quantos Possunt Ad Satanitatem Trahunt” oleh Beyondheavymetal.com dapat dilihat di sini.

Gorgoroth Live 14

Track 3: “Prayer” (Album “Quantos Possunt Ad Satanitatem Trahunt”, 2009)

“Prayer..”, demikian Hoest memperkenalkan track ke-3 yang juga berasal dari album yang sama dengan track sebelumnya. “Prayer”! Track yang bertempo lambat sekaligus stylish dan mengeksploitasi permainan gitar melodius dari Infenus. Pada track ke-3 ini terlihat Hoest mulai terlihat kepanasan. Keringat dengan jelas mengalir deras dari wajahnya yang tertutup corpse paint. Barangkali karena hujan sudah berhenti turun dan cuaca di Ecopark malam itu kembali ke udara pantai yang panas walaupun dalam kelembapan yang tinggi. Sang iblis Norwegia ternyata ‘meleleh’ di suhu tropis! 🙂 Sementara Infernus masih konsisten dengan gayanya yang staying power, karena memang tidak banyak bergerak dan konsentrasi penuh ke permainan gitarnya. Saya mulai bertanya-tanya apakah Hoest bisa bertahan sampai track terakhir mengingat ini baru track ke-3.

Catatan: review album Gorgoroth “Quantos Possunt Ad Satanitatem Trahunt” oleh Beyondheavymetal.com dapat dilihat di sini.

Gorgoroth Live 7

Track 4: “Katharinas Bortgang” (Album “Pentagram”, 1994)

Track berikutnya adalah “Katharinas Bortgang” dari album “Pentagram”! Kontras dengan “Prayer” yang stylish, “Katharinas Bortgang” adalah sebuah track yang sangat primitif dan mengeksploitasi sektor vokal untuk selalu ‘bernyanyi’ di nada tinggi! Sebuah track Gorgoroth yang sepertinya hanya bisa dinyanyikan oleh Hat atau Pest. Atterigner? Tentu saja tidak! “Hoest dijamin mampus”, demikian saya memprediksi. Akan tetapi Hoest ternyata sanggup menyanyikan “Katharinas…” dengan sangat baik, dengan vokal yang seperti akan merobek pita suaranya. Terlihat Hoest habis-habisan di track ini. Menyaksikan performansi Hoest seperti ini saya semakin yakin dengan opini pribadi saya bahwa Hoest adalah sosok yang sangat tepat untuk menjadi vokalis permanen di Gorgoroth. Di akhir track ini Hoest mengambil dudukan mic dan membalikkannya sebagai sebuah analogi dari inverted cross. Lupakanlah Atterigner, Hoest adalah sosok yang sempurna untuk Gorgoroth!

Track 5: “Revelation of Doom” (Album “Under the Sign of Hell”, 1997/ 2011)

Hoest kembali ambil posisi di tengah panggung dan berteriak. “Reveelatioon,…”. Saya kemudian berteriak menyambung, “Of Dooom…!” “Revelation of Doom” dari “Under the Sign of Hell”! Sebuah pilihan yang tepat karena track ini mempunyai elemen vokal yang relatif ‘normal’. Barangkali terdengar subjektif, akan tetapi “Revelation of Doom” versi Gorgoroth live di 2016 ini terdengar lebih gelap dan bertenaga ketimbang versi 1997 maupun 2011 (dimana album “Under the Sign of Hell” ini dirilis 2 kali dengan sound dan formasi yang berbeda). Hoest pada track ini sudah kembali fully charged, sementara Infernus dan Skyggen bermain apik memainkan track yang sangat rhythm-intensive ini.

Catatan: review album Gorgoroth “Under the Sign of Hell” oleh Beyondheavymetal.com dapat dilihat di sini.

Gorgoroth Live 6

Track 6: “Forces of Satan Storms” (Album “Twilight of the Idols – In Conspiracy with Satan”, 2003)

Saya cukup kaget ketika Hoest memperkenalkan track selanjutnya yaitu “Forces of Satan Storms” yang diambil dari album di periode Tom Cato Visnes “King” menjadi penulis lagu di Gorgoroth. Ternyata Infernus masih rela memainkan track yang ditulis oleh King! “Forces of Satan Storms” yang bertempo cepat namun tetap mempunyai bagian yang stylish seperti mengalami make over dengan vokal Hoest yang terdengar lebih Black Metal ketimbang Kristian Espedal “Gaahl”. Sejauh ini Hoest sudah menunjukkan bahwa karakter vokalnya adalah sangat fit baik untuk track yang disuarakan oleh Hat, Pest, maupun Gaahl!

Sampai di track ke-6 ini saya mulai bertanya-tanya kenapa tidak ada satu track-pun yang diambil dari “Instinctus Bestialis”, album anyar mereka yang dirilis di 2015 yang lalu.

Track ke-7: “Destroyer” (Album “Destroyer, or About How to Philosophize with the Hammer”, 1998)

“Destroyeer…”, teriak Hoest membuka track ke-7, dan Gorgoroth langsung memainkan track yang barangkali satu-satunya yang tidak bernuansa ‘gelap’ di dalam portofolio Gorgoroth. “Destroyer” yang sebagian besar mempunyai ketukan Thash Metal/ Classis Heavy Metal ini dimainkan dengan sangat rapi. Permainan drum Phobos yang mengiringi rhythm dari Infernus menjadi salah satu daya tarik sendiri untuk track yang relatif ‘easy listening’ ini.

Ketika sudah sampai di track ke-8 ini, saya dapat melihat bahwa kekuatan Gorgoroth untuk tampil live adalah terletak pada sosok Hoest, sang vokalis, yang walaupun terlihat seperti orc yang haus darah akan tetapi karismatik dengan caranya sendiri. Skyggen dan Guh Lu yang berada di sisi kiri panggung cenderung untuk tampil membosankan. Sekilas saya melihat mereka berdua seperti tag team pecundang dari World Wrestling Entertainment (WWE)! 😀 Infernus? Infernus cenderung untuk tampil dengan aksi yang sangat minim dan berkonsentrasi sepenuhnya ke permainan gitarnya, dengan interaksi yang sangat minimal (baca: tidak ada) dengan penonton. Jadi, panggung Gorgoroth pada malam itu adalah milik Hoest!

Catatan: review album Gorgoroth “Destroyer, or About How to Philosophize with the Hammer” oleh Beyondheavymetal.com dapat dilihat di sini.

Gorgoroth Live 4

Track ke-8: “Incipit Satan” (Album “Incipit Satan”, 2000)

Tanpa jeda, Gorgoroth langsung melanjutkan ke track berikutnya yang saya kenali sebagai “Incipit Satan” dari album yang berjudul sama. Mudah dikenali karena rhythm gitar yang sangat khas yaitu ketika Gorgoroth mulai memasuki area-area yang bersifat eksperimen di awal era King dan Gaahl, plus refrain yang diulang-ulang: “Incipiit saataaann….”. 😀

Sampai dengan track ke-8 ini, Gorgoroth masih konsisten dengan attitude mereka yang seperti tidak perlu untuk menjalin komunikasi dengan penonton. Akan tetapi amatlah sangat salah apabila kita mengatakan bahwa Hoest sebagai frontman tidak mempunyai skill stage & crowd control. Orc Norwegia ini menjalin komunikasi dengan penonton melalui tatapan tajam, vokal yang mengerikan, dan aura iblis-nya. Massa Hammersonic pada malam itu memang sangat minim aplaus dan cenderung diam membisu menyaksikan aksi sang iblis Norwegia. Akan tetapi saya yakin bahwa massa pada malam itu lebih tepat disebut ‘terdiam’ ketimbang tidak apresiatif.

Track ke-9: “Kala Brahman” (Album “Instinctus Bestialis”, 2015)

Akhirnya, saya mendengar rhythm yang sangat familiar yang berasal dari “Instinctus Bestialis”! Akan tetapi track yang mana? Setelah mendengar bagian yang melodius setelah rhythm pembuka, saya menyangka ini adalah “Ad Omnipotens Aeterne Diabolus” yang juga mempunyai bagian yang mirip dengan “Prayer”. Akan tetapi setelah mendengar Hoest mengulang-ulang frase “Satan, Brahman”, saya pun sadar bahwa ini adalah “Kala Brahman”! Hati saya berteriak girang karena hal ini adalah sejalan dengan prediksi saya ketika menulis review “Instinctus Bestialis” bahwa track dari album ini yang akan menjadi langganan ketika Gorgoroth tampil live adalah “Radix Malorum”, “Ad Omnipotens Aeterne Diabolus”, dan “Kala Brahman”. Usai “Kala Brahman” lampu panggung dimatikan dan Gorgoroth pun tanpa basa basi langsung ngacir ke belakang panggung. That’s it! The show is over! 😦

Catatan: review album Gorgoroth “Instinctus Bestialis” oleh Beyondheavymetal.com dapat dilihat di sini.

Gorgoroth Live 3

Gorgoroth: Representasi dari True Norwegian Black Metal

Dengan berakhirnya “Kala Brahman” berakhir juga sesi Gorgoroth tampil di panggung Hammer pada malam itu. Kecewa? Tidak juga. Gigs Gorgoroth pada malam itu memang jauh dari sempurna. Mulai dari permasalahan yang bersifat teknis seperti penundaan karena cuaca yang tidak bersahabat, sampai ke sound setting. Kekecewaan barangkali hanya untuk pemilihan set list pada malam itu. Saya berharap untuk dapat menyaksikan Gorgoroth membawakan “Begravelsesnatt/ Crushing the Scepter” (“Pentagram”, 1994), “Radix Malorum” (“Instinctus Bestialis”, 2015), atau “Possessed by Satan” (“Antichrist”, 1996) ketimbang materi-materi dari era King dan Gaahl. Akan tetapi secara keseluruhan apa yang diperlihatkan oleh Gorgoroth selama kurang lebih 35 menit di atas panggung Hammer adalah sangat representatif untuk menampilkan esensi dari True Norwegian Black Metal baik secara musik maupun attitude. Gorgoroth bermain dengan sangat rapi: duet gitar Infernus dan Skyggen dengan sempurna menyuarakan sound untuk True Norwegian Black Metal yang sederhana, gelap, sekaligus atmospheric. Sementara Guh Lu (Bass) dan Phobos (Drum) walaupun cenderung ‘tenggelam’ di belakang suara gitar menjalankan tugasnya dengan baik sebagai ‘penjaga’ ritme. Hoest, sang vokalis, pada malam itu berhasil menampilkan sebuah blueprint mengenai bagaimana vokalis Black Metal seharusnya beraksi. Vokal Hoest adalah sangat mengerikan: Norwegian style dalam bentuk yang paling gelap. Ditambah dengan aksi panggung dan penampilan yang seperti personifikasi orc haus darah dari dataran Gorgoroth (the plain of Gorgoroth) seperti yang diceritakan oleh literatur Lord of the Rings. Attitude dari Infernus dan kawan-kawan yang cenderung don’t care memberikan aura dan emosi tersendiri pada gigs Gorgoroth malam itu: we are Norwegian Black Metal, and we don’t care!

Gorgoroth Live 13

Dengan berakhirnya gigs Gorgoroth, berakhir juga event Hammersonic untuk saya pada malam itu sekaligus tercapainya salah satu life-time goal untuk menyaksikan Gorgoroth live di atas panggung. Saya langsung berjalan meninggalkan panggung Hammer menuju Hotel Mercure. Pada saat itu tidaklah relevan untuk stay sampai larut malam untuk menyaksikan Angra atau Suffocation karena masalah pekerjaan yang masih menumpuk (tanpa bermaksud mengecilkan nama-nama besar tadi, karena sesungguhnya saya akan menyaksikan mereka semua apabila kondisi memang memungkinkan). Ehm, lain halnya kalau di event ini panitia juga menghadirkan Marduk atau Dark Funeral, maka saya akan berada di venue sampai pagi sekalipun! 😀

Terima kasih Hammersonic! Terima kasih untuk seluruh tim panitia yang sudah bekerja ekstra keras sehingga event ini bisa diselenggarakan dengan sangat baik. Hammersonic rules!

PS: Tulisan ini didedikasikan untuk Abah Desecrator, my brother in Black Metal, yang tidak sempat menyaksikan Gorgoroth live di atas panggung karena masalah keluarga. This article is for you, bro!

Gorgoroth, as of Hammersonic 2016:

  • Roger “Infernus” Tiegs – Gitar
  • Ørjan “Hoest” Stedjeberg – Vokal
  • Błażej Kazimierz Adamczuk “Paimon/ Skyggen” – Gitar
  • Francesco “Guh Lu” – Bass
  • Elefterios “Phobos” Santorinios – Drum

Tracks:

  1. Bergtrollets Hevn 03:51
  2. Aneuthanasia 02:19
  3. Prayer 03:33
  4. Katharinas Bortgang 04:03
  5. Revellation of Doom 03:00
  6. Forces of Satan Storms 04:34
  7. Destroyer 03:49
  8. Incipit Satan 04:33
  9. Kala Brahman 05:22

Kredit Foto

Semua foto oleh Riki Paramita/ Beyondheavymetal.com


Tentang Penulis

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Riki Paramita adalah founderowner, dan penulis utama di Beyondheavymetal.com. Riki adalah pemerhati musik dan skena Extreme Metal, terutama untuk kategori Black Metal, Death Metal, dan Thrash Metal. Tujuan utama dari inisiatif Beyondheavymetal.com adalah untuk memperbanyak informasi mengenai rilisan anyar dan klasik untuk kategori musik Extreme Metal, sehingga informasi berbahasa Indonesia yang ditulis dengan bahasa yang baik, ringan, dan terstruktur mengenai rilisan-rilisan musik kategori ini tidak lagi relatif susah didapat, dan pada akhirnya dapat saling berbagi informasi dengan sesama penggemar. Dalam kesehariannya, Riki adalah konsultan Teknologi dan Manajemen Sistem Informasi yang sangat aktif terlibat di berbagai proyek baik untuk skala nasional maupun internasional.

Leave a comment