BELPHEGOR “Conjuring the Dead” (2014): Sebuah Album yang Lahir Setelah Mengintip dari Balik Tirai Kematian

Belphegor Band

Belphegor dengan formasi duet (2014): Helmuth Lehner (Vokal, Gitar), dan Vojtech R. “Serpenth” (Bass). Bersama-sama dengan musisi tamu lainnya, duet ini menghasilkan “Conjuring the Dead” sebagai album studio ke-10 dari sang raksasa Blackened Death Metal asal Austria, sekaligus sebagai album pertama setelah kesembuhan Helmuth Lehner dari komplikasi infeksi Typhus yang mematikan.

Belphegor Conjuring the Dead

Article written by: Riki Paramita

Helmuth Lehner: Mengintip dari Balik Tirai Kematian

Cerita tentang album BELPHEGOR “Conjuring the Dead” (2024) adalah mirip dengan cerita album “The Satanist” dari Behemoth apabila dilihat dari perspektif sang frontman/ konseptor: baik Helmuth Lehner (Belphegor, gitaris/ vokalis/ konseptor) maupun Adam “Nergal” Darski (Behemoth, gitaris/ vokalis/ konseptor) adalah sama-sama memenangkan perjudian mereka dengan sang maut pada saat masing-masing album masih dalam fase penulisan. Apabila Nergal berhasil sembuh dari penyakit Leukemia yang mematikan, maka Helmuth Lehner berhasil sembuh dari komplikasi infeksi Typhus akut yang membutuhkan operasi dan penyembuhan yang panjang (memakan waktu kurang lebih 8 bulan). Komplikasi Typhus yang diderita oleh Helmuth tidak hanya membuat paru-paru sang gitaris menjadi rusak, melainkan juga menimbulkan kerusakan hati (liver), jantung, dan menjalar ke organ tubuh lainnya sampai ke kaki. Secara fisik, Helmuth menjadi lumpuh dan sangat susah untuk menggerakkan badannya sendiri. Singkat kata, Helmuth Lehner benar-benar berada pada kondisi yang fuc#ed up! Infeksi Typhus ini didapat oleh Helmuth ketika Belphegor melakukan tur di Brazil pada tahun 2011. Akibatnya, sisa tur di Amerika Selatan harus dibatalkan dan Helmuth langsung diterbangkan ke kampung halamannya di Austria untuk menjalani perawatan medis intensif. Praktis selama perawatan yang seadanya di Amerika Selatan dan dalam perjalanan menuju Austria, Helmuth berada pada kondisi yang mirip dengan sebuah koma. Helmuth Lehner seolah-olah diberikan kesempatan untuk mengintip dari balik tirai kematiannya sendiri.

Continue reading

INFERNAL WAR “Axiom” (2015): Sebuah Nyanyian Perang Penuh Amarah dan Adrenalin dari Polandia

Infernal War 2015 2

Infernal War dengan formasi 2015: Vaneth “Triumphator” (Gitar), Herr Warcrimer (Vokal), Zyklon (Gitar), Krzysztof “Godcrusher” Michalak (Bass), dan Paweł “Stormblast” Pietrzak (Drum). Para ‘penjahat perang’ dari Polandia ini telah kembali dengan “Axiom” sebagai nyanyian perang mereka yang terbaru di 2015. Foto: http://decibelmagazine.com.

Infernal War - Axiom

Reviewed by: Riki Paramita

INFERNAL WAR kembali merilis full length album setelah 8 tahun ‘menghilang’. Full length album mereka yang terakhir adalah “Redesekration: The Gospel of Hatred and Apotheosis of Genocide” yang dirilis pada tahun 2007. Di rentang 2007 sampai dengan 2015, Infernal War hanya sempat merilis 1 EP (“Conflagator”, 2009), 1 split album (“Transfiguration”, 2010), dan 1 kompilasi (“Chronicles of Genocide”, 2014). Apa yang menyebabkan mereka vakum begitu lama? Sepertinya ini hanyalah masalah fokus para musisi di Infernal War yang terbagi antara meneruskan Infernal War dan proyek-proyek lainnya seperti Voidhanger atau Iperyt. Dimana hal ini dirasakan cukup menyebalkan bagi fans yang menunggu begitu lama untuk rilisan Infernal War yang baru, seperti halnya saya. 🙂 Sehingga ketika Infernal War mengumumkan bahwa mereka akan merilis “Axiom” sebagai full length album mereka yang ke-3 di Desember 2014 yang lalu, maka tanggal dirilisnya album tersebut pada 17 April 2015 menjadi hari yang sangat ditunggu-tunggu. Setelah mendengarkan 11 track pada album ini, deksripsi yang paling tepat untuk Infernal War “Axiom” adalah: sebuah album Death Metal yang penuh amarah dan adrenalin, berkecepatan tinggi, akan tetapi tidak bersifat repetitif apalagi membosankan untuk disimak. Death Metal? Sepertinya Infernal War di “Axiom” memang lebih tepat untuk dideskripsikan sebagai Death Metal. Aspek-aspek Black Metal yang membuat mereka sangat unik sebagai pengusung Blackened Death Metal di 2 full length album sebelumnya adalah sangat minimal ditemukan di album ini. Herr Warcrimer dan kawan-kawan pun sudah dengan ‘resmi’ melepas corpse paint mereka. Akan tetapi hal ini tidaklah membuat Infernal War menjadi krisis identitas, melainkan justru semakin menguatkan eksistensi mereka sebagai pengusung War (Death) Metal dengan sound dan ciri khas mereka sendiri. Continue reading

BEHEMOTH “The Satanist” (2014): Sebuah Invasi Mematikan dari Polandia di Ranah Blackened Death Metal

Behemoth Band 2014 2

Behemoth formasi 2014: Zbigniew Robert “Inferno” Prominski (Drum), Tomasz “Orion” Wroblewski (Bass), Adam “Nergal” Darski (Vokal, Gitar), dan musisi seasoned yang sudah bersama Behemoth di 10 tahun terakhir yaitu Patryk Dominik “Seth” Sztyber (Gitar). Behemoth adalah jawaban Eropa Timur terhadap eksistensi Black Metal di Skandinavia.

Behemoth The Satanist 2014

Reviewed by: Riki Paramita

Polandia adalah sebuah negara yang seringkali disebut-sebut sebagai salah satu competency center di skena Extreme Metal dunia. Ada banyak nama besar yang berasal dari tanah Polandia, seperti Vader yang merupakan jawaban Eropa Timur terhadap eksistensi Morbid Angel di tanah Amerika, atau Decapitated yang sangat technical, Vesania yang gelap dan melodius, Infernal War yang super agresif, dan tentu saja: BEHEMOTH, sang maestro Extreme Metal yang berhasil mendefinisikan eksistensi mereka yang unik di grey area antara Death Metal dan Black Metal. Dimulai sejak “Satanica” (1999), Behemoth mendefinisikan ulang konsep bermusik mereka melalui langkah yang sangat signifikan, yaitu dengan berani meninggalkan konsep low fidelity Black Metal yang sebelumnya mereka anut, dan mengkolaborasikannya  dengan elemen-elemen Death Metal, sehingga menghasilkan sound yang cukup orisinal: Blackened Death Metal. Behemoth sound. Behemoth-ism. Pada periode 1999 sampai 2008, Behemoth menghasilkan beberapa album masterpiece, sebut saja “Demigod” (2004), dan “The Apostasy” (2007), yang menempatkan posisi Behemoth pada tingkat maestro di skena Extreme Metal dunia sekaligus menegaskan sumbangsih Polandia di ranah musik ekstrim ini (walaupun Polandia dikenal sebagai negara yang religius dengan 33 juta pemeluk Katolik Roma yang taat, dengan religiousity index yang lebih tinggi dari Italia). Pada 2014 ini Behemoth kembali merilis sebuah album masterpiece “The Satanist” yang sangat provokatif dari segi penulisan lirik dan tema album, yang sekaligus sebuah pernyataan yang sangat tegas dari sang frontman, Adam “Nergal” Darski, mengenai self awareness dan kebebasan berpikir dan berbicara (freedom of thinking & speech). Pada kesempatan ini saya tidak akan membahas mengenai cerita spektakuler kesembuhan Adam “Nergal” Darski dari Leukemia yang mematikan, melainkan lebih fokus membahas album “The Satanist” dari segi musik yang dilihat dari perspektif end users, yaitu para fans. Continue reading

DEICIDE “In The Minds of Evil” (2013): Sebuah Album yang Setara dengan Rilisan Mereka di 90-an (?)

Deicide 2013

Deicide, sang veteran Death Metal dengan formasi 2013: Jack Owen (Gitar), Kevin Quirion (Gitar), Steve Asheim (Drum), dan Glen Benton (Vokal, Bass).

Deicide-In The Minds of Evil

Reviewed by: Riki Paramita

DEICIDE kembali merilis album terbaru mereka pada akhir 2013 yang lalu, yaitu “In The Minds of Evil”, dimana menurut Steve Asheim (drummer Deicide) agresi mereka yang terbaru ini adalah lebih gelap dari segi lirik dan mempunyai vibe yang mirip dengan “Legion” (1992). Pernyataan Steve Asheim tentang lirik sepertinya tidak akan terlalu ditanggapi oleh para fans. Deicide adalah Deicide, semua track adalah driven by hatred. Sementara itu mengenai vibe yang mirip dengan “Legion” sepertinya juga akan ditanggapi dengan dingin oleh para fans, karena pernyataan ini bukanlah yang pertama, dan para fans senantiasa dipenuhi oleh kekecewaan atau sedikit kecewa setelah menyimak album yang dimaksud. “Legion” masih sangat susah untuk ditandingi, termasuk oleh Deicide sendiri. “Legion” yang dirilis pada 1992 adalah “Master of Puppets” untuk Death Metal. Signifikan, legendaris, dan susah (atau bahkan tidak mungkin) untuk diulang. Jadi, adalah wajar kalau Deicide “In The Minds of Evil” tidak terlalu diantisipasi oleh para stakeholder Death Metal. Termasuk saya. Seburuk apakah Deicide “In The Minds of Evil”? Continue reading

Sebuah Retrospektif Metal: 13 Album Rilisan 2013 Berkategori ‘Must Have’ Versi beyondheavymetal.com (Bagian 2 dari 2)

Watain, band Black Metal asal Swedia ini merilis “The Wild Hunt” (2013) sebagai penegasan eksistensi mereka di skena Black Metal dunia. Siapa bilang band Black Metal tidak bisa membawa pulang sebuah Grammy Award? Foto: http://www.nocleansinging.com

Article written by: Riki Paramita

Tahun 2013 pun berlalu dengan sangat cepat. Tidak terasa kita sudah ‘kembali’ berada di penghujung bulan Desember. Atau barangkali hal ini hanya perasaan saya saja, bahwa sang waktu berlalu dengan begitu cepat meninggalkan beberapa agenda yang belum terlaksana sekaligus beberapa progress dan achievement yang sudah tercapai? Dan pada bulan Desember yang penuh dengan hujan dan angin ini (November rain, December storm? :-)) saya ingin melakukan sebuah restrospektif metal untuk tahun 2013 yang sebentar lagi akan berlalu. Berikut adalah album-album Metal rilisan 2013 yang menurut saya paling signifikan (in no order), yang secara efektif menjadi ‘tempat pelarian’ di tengah-tengah kerumitan proyek SAP ERP dan tumpukan literatur cloud computing, serta big data & analytics (bagian 2 dari 2 tulisan):

Album #8: WATAIN – The Wild Hunt

Continue reading

Sebuah Retrospektif Metal: 13 Album Rilisan 2013 Berkategori ‘Must Have’ Versi beyondheavymetal.com (Bagian 1 dari 2)

Deicide 2013

Deicide kembali dengan agresi old school Death Metal mereka melalui “In The Minds of Evil” (2013) yang walaupun dirilis mendekati holiday season, sudah pasti bukan merupakan Christmas album :-). Foto: http://www.metal-archives.com

Article written by: Riki Paramita

Tahun 2013 pun berlalu dengan sangat cepat. Tidak terasa kita sudah ‘kembali’ berada di penghujung bulan Desember. Atau barangkali hal ini hanya perasaan saya saja, bahwa sang waktu berlalu dengan begitu cepat meninggalkan beberapa agenda yang belum terlaksana sekaligus beberapa progress dan achievement yang sudah tercapai? Dan pada bulan Desember yang penuh dengan hujan dan angin ini (November rain, December storm? :-)) saya ingin melakukan sebuah restrospektif metal untuk tahun 2013 yang sebentar lagi akan berlalu. Terus terang, di 2013 ini rapor Metal saya tidak begitu bagus: tidak satupun gigs Metal yang saya hadiri di tahun ini, termasuk mega concert Metallica yang disebut-sebut sebagai sebuah pengalaman yang bersifat once in a lifetime. Satu2nya gigs yang saya hadiri hanyalah sebuah small stage gigs Roxx di Borneo Beerhouse pada awal Desember ini. Itupun masih harus berpacu dengan deadline pekerjaan sebagai konsultan Teknologi & Manajemen Sistem Informasi yang pada saat itu dapat saya selesaikan di sore hari, sehingga pada malam harinya saya bisa hadir di Borneo Beerhouse. Sekali lagi, aktivitas consulting dengan telak mengalahkan aktivitas Metal. But, I love consulting world. Barangkali kecintaan saya pada dunia consulting-lah yang membuat hari-hari saya terasa berlalu dengan cepat. Yes, it’s been fun and progressively elaborated! 🙂

Berikut adalah album-album Metal rilisan 2013 yang menurut saya paling signifikan (in no order), yang secara efektif menjadi ‘tempat pelarian’ di tengah-tengah kerumitan proyek SAP ERP dan tumpukan literatur cloud computing, serta big data & analytics. Continue reading

MORBID ANGEL – “Illud Divinum Insanus” (2011): Sebuah Eksperimen yang Gagal atau Sebuah Inovasi yang Masih ‘On Progress’?

Morbid Angel - Illud Divinum Insanus

Article Written by: Riki Paramita

Sudah lebih 2 tahun berlalu sejak dirilisnya “Illud Divinum Insanus” sebagai full length album ke-8 dari sang raksasa Death Metal, Morbid Angel. Akan tetapi gaung kebencian para fans Death Metal terhadap album ini belumlah surut, sebuah bashing yang sama dalamnya (explicitly) dengan kasus Cryptopsy – “The Unspoken King” (2008) dengan skala yang kurang lebih sama dengan kasus Metallica – “St. Anger” (2003). Hal ini tidaklah mengherankan karena Morbid Angel adalah band yang sangat berpengaruh di scene Death Metal dan termasuk ke dalam kelompok yang dikategorikan innovator untuk kelahiran genre ini di pertengahan dan akhir 80-an, disamping status mereka sebagai salah satu yang paling sukses secara komersial. Jadi, Morbid Angel adalah sebuah band dengan status cult di underground, akan tetapi juga sekaligus bersifat mainstream dan komersil. “Illud Divinum Insanus” dihujat oleh para fans Death Metal: para purist yang tidak rela kalau Morbid Angel memasukkan unsur-unsur eksperimen ke dalam album terbaru mereka. Eksperimen di sini, seperti kita ketahui, bukanlah dalam bentuk memperbanyak porsi gitar solo yang melodius atau accoustic sound yang cenderung lebih dapat diterima para fans, melainkan dalam bentuk perpaduan elemen Industrial/ Techno ke dalam distorsi gitar, vokal growl, dan ketukan drum yang tradisional Death Metal. Para fans tidak rela kalau Morbid Angel yang merupakan ‘panutan’ di ranah Death Metal malah terdengar seperti Rammstein, Nine Inch Nails, atau Godflesh. Continue reading

FUNERAL INCEPTION – “In Praise of Devastation” (2013): Sebuah Puisi Kritik Sosial Dari Sang Penyair Death Metal

Funeral Inception-In Praise

Reviewed by: Riki Paramita

Kurang lebih sudah 5 tahun berlalu sejak “H.A.T.E.” yang monumental sekaligus kontroversial. Ketika FUNERAL INCEPTION, sang pentolan Death Metal dari Jakarta, mempertanyakan asumsi-asumsi yang kadung dipercayai, mempertanyakan pertanyaan yang sepertinya tidak boleh ditanyakan, ketika Doni Herdaru Tona, sang vokalis, lewat vokal growl-nya yang garang mempertanyakan ketidakmampuan kita untuk bertoleransi di tengah-tengah majemuknya masyarakat kita. Ketika Funeral Inception secara berani meneriakkan bahwa sesungguhnya kita telah menjadikan sebuah pemikiran yang penuh dengan ajaran toleransi sebagai landasan untuk malah bersikap intoleran terhadap perbedaan. Ketika Doni Herdaru Tona, yang ibarat seorang penyair dari sebuah rumah puisi, meneriakkan dengan bahasa analogi bahwa kita telah memutarbalikkan sebuah ajaran yang sangat mulia  sebagai alat untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang berhubungan dengan kerakusan dan pemenuhan hawa nafsu, sehingga memutarbalikkan definisi ‘hina’ dan ‘mulia’ yang dideskripsikan dengan bahasa simbolis (sekali lagi, dalam bahasa simbolis, karena ‘man’s best friend’ sama sekali bukan makhluk hina). Continue reading

SUFFOCATION – “Pinnacle of Bedlam” (2013): Album Terbaik Mereka Sejak “Pierced from Within” (1995)

Suffocation-Pinnacle of Bedlam

Reviewed by: Riki Paramita

Kalender pada saat itu menunjukkan angka tahun 1991: sebuah tahun yang sangat signifikan dalam perkembangan Death Metal dunia. Pada saat itu saya adalah seorang Metalhead yang masih duduk di bangku SMA dan baru saja mengalami pergeseran paradigma Metal dari Thrash Metal yang Metallica minded, ke arah yang lebih absurd seperti British Grindcore dan Floridian Death Metal (American Death Metal). Pada saat itu saya sudah dapat ‘menerima’ Death Metal dengan paradigma Morbid Angel-ism. Album Morbid Angel – “Altars of Madness” adalah salah satu favorit pada playlist saya pada saat itu selain Sepultura – “Arise” (1991), Slayer – “Decade of Aggression – Live” (1991), dan (tentu saja) Metallica black album (1991). Saya tidak menyangka bahwa paradigma Death Metal yang Morbid Angel-ism ternyata masih harus dikoreksi dengan konsep New York Death Metal melalui sebuah album yang merupakan sebuah blueprint sekaligus masterpiece di genre ini, yaitu SUFFOCATION – “Effigy of The Forgotten” (1991). “Effigy…” adalah sebuah album yang sangat dahsyat: sound gitar dan drum yang sekilas seperti mendengarkan laju kereta api dari jarak dekat, plus vokal growl yang sangat deep dan indecipherable (adik saya yang pada saat itu sudah familiar dengan Carcass dan Napalm Death menyebut style vokal Suffocation ini sebagai ‘doggy style’ karena memang sama sekali tidak terdengar seperti suara manusia :-)) . Sejujurnya, dibutuhkan waktu sampai beberapa tahun kemudian bagi saya untuk dapat ‘menerima’ album ini. Continue reading

CARCASS – “Surgical Steel” (2013): Kembalinya Sang Legenda British Death Metal

Carcass-Surgical Steel

Reviewed by: Riki Paramita

CARCASS is back! Sang legenda British Death Metal telah kembali dengan album terbarunya “Surgical Steel.” Penjualan album ini langsung ngebut pada minggu  pertama setelah dirilis, dan masuk ke dalam Top 200 US Billboard Chart. Dan kemudian hal yang sama juga terjadi pada Top Chart versi Jerman, Austria, Finlandia, Swedia, Belanda, Belgia, Perancis, Inggris, dan Irlandia, dimana Carcass – “Surgical Steel” berhadap-hadapan langsung dengan rilisan-rilisan mainstream seperti Gregorian, Jack Johnson, dan Elton John! Carcass dalam hal ini barangkali juga sudah menjadi mainstream. Pada era sekarang dimana band seperti Slayer dan Watain bisa mendapatkan Grammy awards, tentunya pencapaian Carcass bukanlah sesuatu yang baru atau mengejutkan. Akan tetapi, bagi saya pencapaian mereka masih terasa luar biasa dan sangat personal karena rasanya ‘masih seperti kemaren’ ketika pertama kali saya mendengarkan “Exhume to Consume” dari Carcass, yaitu pada tahun 1991. Barangkali terlalu berlebihan untuk menyebut even yang terjadi 22 tahun yang lalu sebagai ‘seperti kemaren’, akan tetapi saya masih ingat dengan jernih hari itu, suatu hari dimana saya mendengarkan Morbid Angel – “Chapel of Ghouls”, Napalm Death – “Malicious Intent”, dan Carcass – “ Exhume to Consume” untuk pertama kalinya. Suatu hari yang sangat shocking bagi saya (karena telinga saya yang pada saat itu sangat Metallica minded, dihajar habis-habisan oleh growl vocals dan blast beats, serta pola musik yang aneh) dan merubah peta preferensi musik saya, sampai sekarang. Continue reading

HATE ETERNAL – Fury & Flames (2008)

Hate Eternal-Fury

Reviewed by: Riki Paramita, Mar 11, 2008 1:24 PM.

HATE ETERNAL  (Baca: ERIK RUTAN) telah kembali, sang future king of Death Metal telah kembali, dengan sederet muka baru yang cukup berhasil menterjemahkan visi “the demon” (julukan Erik Rutan) ke dalam track2 Death Metal yang cepat, keras, teknikal, berkarakter, sekaligus berkelas. Hate Eternal memang seringkali disebut sebagai band pribadi Erik Rutan. Akan tetapi dukungan dari rekan2 musisi yang lain sangatlah berpengaruh terhadap resultan yang hendak dicapai, yaitu kualitas dari musik Hate Eternal sendiri. “Conquering the Throne” (1999) adalah sebuah euphoria pertama bagi Erik Rutan setelah lepas dari Morbid Angel; dan diimbangi oleh Doug Cerrito (gitar) dari Suffocation, sehingga sound yang dihasilkan secara garis besar adalah hybrid antara Suffo sound & Morbid Angel sound. Pengaruh dari band mereka

Continue reading

OBITUARY – Xecutioner’s Return (2007)

Obituary-Return

Reviewed by: Riki Paramita, Nov 5, 2007 11:03 AM.

OBITUARY kembali merilis album terbarunya, 2 tahun setelah “Frozen in Time” (2005). Album Obituary kali ini digarap dengan sangat serius dengan judul yang sangat provokatif: “Xecutioner’s Return.” Resensi mengenai album ini akan dinarasikan dalam bentuk dialog imajiner antara 2 orang anak Metal lama (baca: tua) yang kembali bernostalgia dengan Obituary. Adegannya kira2 adalah 2 orang konsultan yang sedang on bench yang merupakan sahabat lama sejak SMA (sekarang SMU), dimana masa SMA mereka adalah zamannya Sepultura – “Arise”, Suffocation – “Effigy of The Forgotten”, dan tentu saja Obituary – “Cause of Death”:

X: Woi bro.. serius banget. Lagi dengerin apa sih? Beyonce yang baru ya?

Y: Hehehe ngaco! Ini Obituary yang baru bro. Baru gw rip ke dalam i-pod gue. Album “Xecutioner’s Return.” Jangan salah, ‘Xecutioner’-nya tidak pake ‘E’ ya. Mengacu ke nama Continue reading

MONSTROSITY – Spiritual Apocalypse (2007)

Monstrosity-Spiritual

Reviewed by: Riki Paramita, Oct 23, 2007 4:16 PM.

MONSTROSITY adalah salah satu band yang bersifat underrated di domain Death Metal. Apabila kita berbicara mengenai originator dan main act di genre ini (Death Metal+Blastbeats)  pembicaraan selalu mengarah ke Morbid Angel, Suffocation, Cannibal Corpse, Deicide, atau Malevolent Creation. Untuk generasi berikutnya, publik lebih cenderung untuk membicarakan Dying Fetus atau Cryptopsy. Sementara itu untuk modern Death Metal, nama2 yang disebut tidak akan jauh2 dari Nile, Behemoth, Hate Eternal, atau Arch Enemy. Apa yang salah dengan Monstrosity? Padahal Monstrosity adalah band yang lahir pada periode awal pertumbuhan Death Metal pada akhir 80-an dan termasuk salah satu band yang disegani di Floridian Death Metal scene, yg merupakan ‘kota suci’ untuk Death Metal. Karya2 mereka dapat  Continue reading