Sebuah Retrospektif Metal: 13 Album Rilisan 2013 Berkategori ‘Must Have’ Versi beyondheavymetal.com (Bagian 2 dari 2)

Watain, band Black Metal asal Swedia ini merilis “The Wild Hunt” (2013) sebagai penegasan eksistensi mereka di skena Black Metal dunia. Siapa bilang band Black Metal tidak bisa membawa pulang sebuah Grammy Award? Foto: http://www.nocleansinging.com

Article written by: Riki Paramita

Tahun 2013 pun berlalu dengan sangat cepat. Tidak terasa kita sudah ‘kembali’ berada di penghujung bulan Desember. Atau barangkali hal ini hanya perasaan saya saja, bahwa sang waktu berlalu dengan begitu cepat meninggalkan beberapa agenda yang belum terlaksana sekaligus beberapa progress dan achievement yang sudah tercapai? Dan pada bulan Desember yang penuh dengan hujan dan angin ini (November rain, December storm? :-)) saya ingin melakukan sebuah restrospektif metal untuk tahun 2013 yang sebentar lagi akan berlalu. Berikut adalah album-album Metal rilisan 2013 yang menurut saya paling signifikan (in no order), yang secara efektif menjadi ‘tempat pelarian’ di tengah-tengah kerumitan proyek SAP ERP dan tumpukan literatur cloud computing, serta big data & analytics (bagian 2 dari 2 tulisan):

Album #8: WATAIN – The Wild Hunt

Watain-The Wild Hunt

Watain adalah band Black Metal dengan style bermusik yang berdarah-darah seperti layaknya Swedish Black Metal (Marduk, Dark Funeral) dengan penampilan dibalut gimmick yang mirip dengan Mayhem di periode awal, akan tetapi dengan Grammy Award sebagai salah satu pencapaian mereka dalam bermusik. Secara musik, Watain memang tidak bermain secepat Marduk atau Dark Funeral. Secara stage act, Watain juga masih kalah kontroversial dengan stage act Gorgoroth seperti pada Krakow gigs 2004. Akan tetapi musiknya Watain juga tidak dapat dikatakan tidak Black Metal: musik mereka masih terbilang kasar apabila dibandingkan dengan aksi-aksi dengan origin Black Metal yang berhasil mendapatkan spotlight di mainstream seperti Dimmu Borgir atau Cradle of Filth. Aksi panggung dari Watain juga terbilang kontroversial, karena seperti mengambil template dari Mayhem di periode-periode awal. Bagaimana band yang ‘kasar’ seperti Watain dapat memenangkan Grammy? Ada banyak pendapat untuk hal ini. Akan tetapi saya cenderung untuk melihat dalam ke dalam elemen-elemen musik mereka. Perhatikan departemen gitar mereka: kita tidak hanya akan melihat pengaruh Jod Nödtveidt atau Euronymous saja, melainkan juga influence yang lebih luas seperti Mille Petrozza bahkan Kirk Hammet. Dalam beberapa kesempatan kita juga akan menjumpai permainan gitar akustik. Watain juga tidak selalu berorientasi speed seperti jagoan-jagoan Black Metal Swedia lainnya. Komposisi Watain cenderung untuk lebih seimbang dan hanya bermain cepat apabila memang ‘diperlukan.’ Barangkali hal ini adalah sejalan dengan style dari Jod Nödtveidt yang dijadikan panutan (Catatan: sekilas ada sentimen Swedia di sini, karena dalam beberapa kesempatan Watain cenderung untuk bersikap ‘dingin’ terhadap aksi Black Metal dari Norwegia, kecuali Mayhem). Dalam “The Wild Hunt” sebagai agresi terbaru mereka di 2013, kita akan melihat perkembangan yang cukup pesat dari Watain relatif terhadap album sebelumnya “Lawless Darkness” (2010), dimana akan banyak ditemukan aspek-aspek eksperimen di dalam struktur musik Watain mulai dari yang berkategori Metal sampai pada sebuah lagu dengan permainan akustik dan clean vocals (“They Rode On”). Watain sepertinya memang ditakdirkan untuk menjadi the chosen one, sebagai band yang akan membawa art Black Metal ke tingkatan yang lebih tinggi dan legitimate.

Album #9: SOULFLY – Savages

Soulfly-Savages

Soulfly akhirnya mempunyai formasi dua Cavalera: Cavalera pertama tentunya mengacu ke Max Cavalera, sang founding father dan konseptor di departemen gitar dan vokal dari Soulfly. Sementara itu Cavalera kedua adalah berada di belakang drum kit. Sekilas seperti sebuah déjà vu. Tidak, kita tidak (atau belum) akan melihat Igor Cavalera di belakang drum kit karena yang bersangkutan masih sangat sibuk dengan aktivitas sebagai DJ dan kesibukan non Metal lainnya. Di belakang drum kit Soulfly adalah Zyon Cavalera, putra kandung dari Max. Iya benar, ini adalah Zyon yang detak jantungnya ketika masih dalam kandungan ibunya direkam oleh Max dan menjadi intro dari track “Refuse/ Resist” di album “Chaos AD” (1993) yang monumental. Duo Cavalera ini bersama dengan Marc Rizzo dan Tony Campos menghasilkan “Savages” sebagai Soulfly IX. Adalah sangat sulit untuk menyimak Soulfly tanpa membandingkannya dengan Sepultura baik album yang terbaru maupun album2 sebelum “Against” (1998). Dan hasilnya adalah cenderung pada kesimpulan bahwa Soulfly adalah lebih baik dari Sepultura. Dalam bahasa yang absurd, Soulfly adalah ‘lebih Sepultura’ dari Sepultura sendiri. 🙂 Termasuk di rilisan mereka di 2013: Soulfly “Savages” masih terdengar lebih baik dibandingkan dengan album baru Sepultura yang judulnya sekilas seperti judul sebuah sinetron Korea. 🙂 “Bloodshed”, “Cannibal Holocaust”, atau “This is Violence” adalah track yang akan langsung disukai oleh para old school fans tanpa berpikir panjang. All hail The Cavaleras!

Album #10: DREAM THEATER – Self Titled

Dream Theater-S:T

Sebuah self titled album, apabila dirilis setelah sebuah band eksis di genre-nya adalah lebih dari sekedar album berikutnya melainkan lebih ke sebuah personal statement. Sebuah personal statement tentang eksistensi, differensiasi, perspektif, dan seringkali menjadi semacam summary dari eksistensi band tersebut secara keseluruhan. Sebuah penegasan mengenai identitas dari band itu sendiri.  Sebuah album yang apabila didengarkan, diharapkan akan memberikan deskripsi yang relatif komprehensif dari band tersebut, dan tidak hanya tema atau topik yang seringkali bersifat diskret yang ditampilkan pada album-album ‘biasa.’ Dream Theater  self titled adalah sebuah masterpiece absolut: mulai dari intro yang sangat megah di “False Awakening Suite”, dilanjutkan dengan track yang menjadi teaser yaitu “The Enemy Inside” sampai mencapai klimaksnya di epik “Illumination Theory” yang terdiri dari 5 bagian dan berdurasi lebih dari 20 menit (tepatnya 22:18). Sebuah album yang pantas mendapatkan standing ovation.  Album ini menjadi alasan yang sangat valid bagi saya untuk (sementara) meninggalkan  Black Metal dan Death Metal dan fokus ke karya terbaru dari sang mestro Progressive Metal.

Album #11: GORGUTS – Colored Sands

Gorguts-Colored Sands

Generasi Death Metal 1991 pasti sangat familiar dengan Gorguts: pasukan Technical Death Metal dari Quebec (Kanada) yang dikenal lewat album “Considered Dead” (1991) dan “Errosion of Sanity” (1993). Gorguts ikut mendefinisikan pendekatan Technical Death Metal pada era awal kelahiran genre ini, disamping band2 lainnya seperti Atheist dan Cynic. Gorguts memang tidaklah se-technical Atheist atau Cynic, melainkan lebih ke bentuk yang cenderung Suffocation-ism. Dengan beberapa inovasi pada struktur lagu yang cenderung dissonant, riffing New York style plus blast beats. “Colored Sands” yang dirilis pada Agustus yang lalu adalah album pertama Gorguts dalam 12 tahun terakhir. Dengan hanya menyisakan Luc Lemay di departemen gitar/ vokal sebagai original member, Gorguts berhasil merilis “Colored Sands” dengan pendekatan musikal yang sama sekali baru dibandingkan dengan 4 album sebelumnya. Tidak, Luc lemay dan kawan2 tidaklah mengambil jalur yang tergolong tabu seperti yang dilakukan oleh Morbid Angel atau berputar arah seperti yang (pernah) dilakukan oleh Cryptopsy. Luc Lemay mengambil langkah yang sebenarnya lebih menantang: tetap konsisten di jalur Technical Death Metal dengan berbagai inovasi yang masih mungkin dilakukan di area ini. Sebagai counterpart, kehadiran John Longstreth yang juga pernah lama berada di belakang drum kit Origin (band yang sangat disegani di domain Technical Death Metal) sangatlah banyak berkontribusi dalam mengkonstruksikan pendekatan bermusik Gorguts yang baru. Hasilnya adalah album “Colored Sands” yang berhasil memadukan elemen Death Metal klasik (Suffocation-ism, Morbid Angel-ism) dengan pendekatan teknikal yang akan membuat para personil Obscura langsung menyadari bahwa mereka masihlah sangat hijau di hadapan Luc dan John. Age does matter! 🙂 Gorguts di tahun 2013 ini justru terlihat jauh lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Get this album and experience the northern brutality!

Album #12: ROTTING CHRIST – Κατά τον δαίμονα εαυτού (Do What Thou Wilt)

Rotting Christ-Do What Thou Wilt

Rotting Christ, ksatria Athena yang ikut berperan besar dalam mengembangkan blueprint dari 2nd wave Black Metal bersama dengan rekan-rekan mereka para Viking dari ranah Skandinavia kembali merilis blasphemy mereka yang terbaru di 2013 ini (Catatan: Rotting Christ adalah band Extreme Metal/ Modern Black Metal yang berasal dari Athena, Yunani). Barangkali bukan kebetulan kalau kultur Athena adalah lebih ‘halus’ dibandingkan dengan kultur Viking, sehingga rilisan2 Rotting Christ adalah lebih ‘easy listening’ dibandingkan dengan rilisan2 band seangkatan mereka dari Norwegia, tanpa harus kehilangan vibe dari elemen Black Metal. Album terbaru Rotting Christ yang mempunyai judul dalam bahasa Yunani (Greek) dan juga ditulis dalam aksara Yunani ini adalah sebuah masterpiece di domain Modern Black Metal/ Post Black Metal/ Extreme Metal, dimana fusion antara elemen Black Metal tradisional dengan elemen tribal plus modern sound dapat dilakukan dengan baik sekali. Dalam bahasa sederhana, Rotting Christ “Κατά τον δαίμονα εαυτού” adalah versi yang jauh lebih mature dari “Thy Mighty Contract” (1993), sebagai hasil dari evolusi band ini selama 20 tahun. “Thy Mighty Contract” dijadikan bahan benchmarking karena Rotting Christ cenderung untuk kembali ke root Black Metal mereka setelah sebelumnya sempat bereksperimen ke arah Gothic sound. Jadi album Rotting Christ di tahun 2013 ini masih konsisten dengan 2 album sebelumnya “Theogonia” (2007) dan Aealo (2010) yang mengambil template dari “Thy Mighty Contract.” Tema dari “Κατά τον δαίμονα εαυτού” adalah mengenai ancient religions yang multikultural dan tidak hanya Greek centric, sehingga menjadikan album ini sangat kaya akan unsur-unsur tribal/ etnik/ folk, selain juga fokus pada riffing & lead guitar. “Κατά τον δαίμονα εαυτού” juga merupakan album Rotting Chris yang paling berorientasi gitar sampai sejauh ini. Get this album and explore the world of ancient religions!

Album #13: QUEENSRŸCHESelf Titled

Queensryche-Self Titled

Satu lagi maestro Progressive Metal yang merilis self titled album di tahun 2013 ini. Apabila Dream Theater merilis self titled album dengan penuh pembuktian yang dilatarbelakangi driving force memaksimalkan potensi musikalitas mereka, maka Queensrÿche adalah seperti terpacu dan termotivasi setelah lama berada di comfort zone yang melenakan  dan kemudian ‘terbangun’ ketika menghadapi demon yang bernama Geoff Tate. Menghadapi common enemy setangguh Tate, maka tidak ada pilihan lain bagi Michael Wilton, Scott Rockenfield, Eddie Jackson, Parker Lundgren, dan Todd La Torre selain memaksimalkan semua potensi musikalitas yang ada dan menghasilkan sebuah masterpiece, sebagai jawaban atas sikap Tate yang sangat eksplisit: F-U! Plus cover album dengan artwork sebuah tinju dengan logo Queensrÿche! Perang kreativitas di area musik ternyata masih harus dibarengi dengan perang di jalur hukum untuk hak guna dan kepemilikan nama Queensrÿche. Nama Queensrÿche sebagai sebuah business entity adalah identik dengan cerita kesuksesan baik secara brand maupun finansial. Jadi cerita Michael Wilton versus Geoff Tate di jalur hukum tidaklah hanya mengenai penggunaan nama band di dalam konteks musik melainkan juga menyentuh aspek potensi bisnis yang relatif besar. Biarlah pengadilan yang memutuskan siapa yang paling berhak atas nama Queensrÿche. Sementara saya sebagai fans cukup antusias untuk mendapatkan rilisan yang sangat tangguh dari Michael Wilton dan kawan-kawan. Dan Scott La Torre pun masih lebih lantang bernyanyi ketimbang Geoff Tate. Case closed!

They are all cool…

Queensrÿche self titled menutup the list of thirteen dari album-album Metal rilisan 2013 yang bersifat signifikan menurut saya. Apakah dengan demikian album-album Metal yang lain tidak cool? Tentu saja tidak. Ada banyak sekali album-album yang cool dan extremely cool yang tidak termasuk ke dalam list ini.  The list of thirteen adalah lebih sebagai my humble opinion yang tentunya sangat subjektif dan sarat dengan preferensi pribadi, yang diobservasi dari populasi rilisan album Metal di 2013 sejauh yang dapat saya temui. Karena tidaklah mungkin untuk mengobservasi rilisan Metal 2013 dalam arti sebenarnya. Dunia Heavy Metal & beyond adalah sangat luas. Akan tetapi justru di sinilah letak keindahannya: dari keberagaman preferensi dan literatur, kita dapat saling berbagi dan melengkapi. Misalnya, di dalam the list of thirteen ini tentunya saya dapat sedikit melakukan introspeksi ke diri sendiri: preferensi saya ternyata masih didominasi oleh Death Metal dan Black Metal, dengan Dream Theater dan Queensrÿche sebagai sebuah anomali. 🙂 Saya pribadi tentunya masih harus mendapatkan pencerahan di area-area seperti Power Metal atau Progressive Metal yang lebih advance. Dengan mindset yang terbuka, kita dapat saling berbagi dan melengkapi. Menyebarkan love dan brotherhood. Bukannya kebencian. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan kebencian.

Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca artikel ini di blog saya, semoga di tahun 2014 ini kita dapat menjadi lebih produktif lagi baik sebagai seorang profesional, entrepreneur, dan sebagai pribadi.  Ave Metalheads! 🙂

2 thoughts on “Sebuah Retrospektif Metal: 13 Album Rilisan 2013 Berkategori ‘Must Have’ Versi beyondheavymetal.com (Bagian 2 dari 2)

  1. dari 13 album yang ditulis di atas, belum ada satupun yang di dengar hehe…. 😀
    tahun 2013 sepertinya tidak banyak yang bisa dikategorikan menjadi album favorit meski di awal tahun cukup banyak rilisan album2 melodeath; CoB, Kalmah bahkan sebuah album baru dari band favorit pun…Dark Tranquillity tidak bisa dimasukkan menjadi suatu album yang sering diputar dalam playlist sehari-hari (sebulan-bulan mungkin lebih tepat-nya karena frekuensi hobi satu ini jarang bisa dilakukan di 2013).

    yang menjadi pusat perhatian selama periode 2013 ada beberapa band dari lintas genre:
    1. Insomnium – Ephemeral
    2. Katalepsy – Autopsychosis
    3. Necronomicon – Rise of the Elder Ones
    4. Pyorrhoea – I Am The War
    5. Scalpel – Sorrow and Skin

    selain genre death dan black metal, ada band metal lainnya yang cukup sering diputar selama 2013 kemaren;
    6. Alter Bridge – Fortress
    7. Undertow – In Deepest Silence

    review yang bagus Ki, bikin 2013’s 13 worst album dong hehe….

    • Hi Yama

      Terima kasih atas feedback-nya. Daripada the worst list, berikut adalah daftar rilisan 2013 yang juga sangat cool akan tetapi tidak masuk ke dalam the list of thirteen:
      1. Black Sabbath – “13” → walaupun agak sulit untuk dipahami.
      2. Immolation – “Kingdom of Conspiracy” → New York Death Metal yang lebih konsisten menghasilkan album ketimbang Suffocation.
      3. Sepultura – “The Mediator Between Head and Hands Must Be the Heart” → sebenarnya album ini masih cool. Hanya saja I’m not really into Derrick Green’s style.
      4. Kreator – “Dying Alive” → live album untuk anniversary-nya Kreator. Kick ass, walaupun vokal Mille sudah terdengar dimakan usia.
      5. Nine Inch Nails – “Hesitation Marks” → bukan Metal, tapi Industrial Rock yang cukup menarik perhatian. Been a fans since “Broken” (1992), & “The Downward Spiral” (1994).
      6. Death Angel – “The Dream Calls for Blood” → first class Thrash act, dari band yang cenderung underrated.
      7. Jasad – “Rebirth of Jatisunda” → salah satu aksi Death Metal terbaik di tanah air.
      8. Queensrÿche – “Frequency Unknown” → tidaklah mudah untuk melupakan Geoff Tate, apalagi kalau ‘pertemuan’ dengan band ini sudah dimulai sejak era “Empire” (1990). A cool album, but the one with Wilton is a great album.

Leave a comment