NEUROTIC OF GODS “The Night Domination” (2002): Mengenang Salah Satu Karya Terbaik yang Terlupakan dari Skena Black Metal Tanah Air

Ade Black Wizard NOG

Ade Black Wizard, salah satu frontman Black Metal terbaik di negeri ini. Jejak langkah Kang Ade dan NOG melalui “The Night Domination” adalah salah satu pencapaian yang signifikan di skena Black Metal tanah air.

NOG The Night Domination

Reviewed by: Riki Paramita

Band lokal manakah yang paling signifikan pengaruhnya dalam meletakkan dasar-dasar dan mendefinisikan arah perkembangan Black Metal di skena tanah air? Apabila pertanyaan ini diajukan ke 100 responden di domain Black Metal tanah air maka niscaya kita akan mendapatkan 1000 jawaban! Karena pertanyaan seperti ini tidaklah dapat dijawab hanya dengan menyebutkan 1 nama band saja karena skena Black Metal di tanah air adalah sama dengan pertumbuhan skena lainnya yaitu tumbuh dan berkembang secara kolektif dan kolaboratif dari para pelakunya. Nyanyian kegelapan berkumandang di bumi Nusantara adalah sebagai wujud kontribusi individual sekaligus kolaborasi dari para insan Black Metal tanah air mulai dari Sumatera, Jawa, sampai Indonesia bagian tengah dan timur. Apabila pertanyaan tadi dikembangkan menjadi band lokal mana saja yang berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan skena Black Metal tanah air, maka jawaban dari para responden juga akan sangat dipengaruhi oleh subjektivitas, demografi, dan usia. Akan tetapi nama-nama yang disebut tidaklah akan jauh dari the great Kekal, the evil Sacrilegious, the mighty Hellgods, Dry, Soulsick, 2 Durhaka (Bali & Manado), Ritual Orchestra, Warkvlt, Djiwo, atau Vallendusk. Tanpa bermaksud mengecilkan kontribusi dan peranan nama-nama besar tadi, bersama tulisan ini saya ingin mengangkat cerita mengenai album Black Metal yang dapat dikategorikan sebagai salah satu yang terbaik dari skena lokal, yaitu “The Night Domination” dari band asal Bandung, NEUROTIC OF GODS (NOG). Kenapa? Alasan pertama adalah karena “The Night Domination” adalah salah satu karya dari skena lokal yang mempunyai sound yang sangat modern dan inovatif, serta memenuhi segala persyaratan untuk international recognition, baik ketika album ini dirilis pada tahun 2002 maupun pada saat sekarang. “The Night Domination” selama kurun waktu kurang lebih 14 tahun masihlah terdengar sangat fresh, modern, dan everlasting. Kedua, karena saya merasa harus ada tulisan yang menceritakan “The Night Domination” sebagai salah satu literatur klasik untuk skena Black Metal tanah air, sebuah ‘panggilan’ untuk mengangkat cerita yang barangkali sudah terlupakan.

The Night Domination: Terstruktur, Rapi, dan Terencana (Well Planned)

“The Night Domination” dirilis pada tahun 2002, kurang lebih 14 tahun yang lalu dalam bentuk kaset, dan dirilis ulang pada 2012 dalam bentuk CD. Penulisan lirik dan komposisi musik di album ini menghabiskan waktu mulai dari 1999 sampai 2001. Jadi tidaklah mengherankan apabila album ini terlihat sangat terstruktur dan well composed. Dari lirik masing-masing track di album ini kita dapat menyimpulkan bahwa departemen penulisan lirik benar-benar mengerjakan pekerjaannya dengan sangat baik melalui serangkaian puisi kegelapan, sisi gelap spiritualitas, dan perang apokaliptik, dengan grammar Bahasa Inggris yang sangat baik dan tanpa terjebak untuk menjadi cheesy (tentunya tanpa bermaksud untuk menjadi ‘polisi bahasa’ 😀 , karena lirik adalah cerminan dari mindset yang direpresentasikan sebuah band). Bagaimana dengan aspek musik? Berikut adalah napaktilas saya yang sederhana untuk “The Night Domination”.

Yaya Lord Tchort

Yaya “Lord Tchort” sang drummer bengis di belakang drum kit NOG. Yaya juga dikenal sebagai leader dan tulang punggung NOG.

The Night Domination: Track by Track

“Reborn in Thy Holy Flames” membuka “The Night Domination”, melalui intro bernuansa epik dan tragis yang akan mengingatkan kita akan keberanian Maximus, sang gladiator. Disini saya ingin mengutarakan sebuah kritik: mengambil sebuah klip film sebagai intro adalah hal yang umum kita temui di album-album Extreme Metal. Band seperti Marduk, Satyricon, atau Deicide melakukan hal ini. Akan tetapi yang dijadikan samples atau intro adalah bagian yang memuat dialog atau sound tertentu, dan bukan bagian yang mengandung soundtrack dari film tersebut. Sementara potongan film “Gladiator” yang dijadikan intro adalah bagian yang memperdengarkan track “Progeny” dari Hans Zimmer. Sehingga terkesan NOG menjadikan track ini sebagai intro. Selain sensitif untuk hal yang bersifat hak cipta (copyright), hal ini juga sangat mubazir. Kenapa? Karena “Reborn in Thy Holy Flames” adalah sangat cool untuk sebuah track Black Metal dan tidak membutuhkan intro karya Hans Zimmer sekalipun! “Reborn in Thy Holy Flame” memperdengarkan karakter NOG yang sangat advance untuk skena Black Metal tanah air pada saat itu: permainan gitar yang cepat dengan sound yang dingin dan setajam silet, drumming yang intens yang diperdengarkan melalui mixing yang cukup ‘keras’, dan vokal high pitch screaming Ade Black Wizard yang terdengar seperti perpaduan jahat antara Ihsahn dan Themgoroth. Dari perspektif ini saya bisa melihat bahwa sound NOG memang bernuansa biru: mixing secara keseluruhan adalah seperti penjiwaan dan manifestasi dari Dark Funeral “The Secrets of the Black Arts” (1996) sementara Abah dan Lukman di departemen gitar seperti kerasukan Samoth dan Ihsahn di zaman “In the Nightside Eclipse” (1994). Sementara permainan bass Asep Nabarus seperti menjadi ‘korban’ dari ‘dinding’ gitar dan drum yang relatif tebal, dan hanya sesekali kita dapat menyimak dentuman bass Kang Asep. Apakah artinya NOG memainkan musik Black Metal yang tidak orisinal? Orisinalitas adalah hal yang sangat overrated di skena Extreme Metal/ Black Metal, karena influence adalah hal yang bersifat interdependen antara band yang satu dengan yang lain. Akan tetapi di sini NOG berhasil menampilkan karakter mereka sendiri di bawah pengaruh “The Secrets…” atau “In the Nightside Eclipse”. “Reborn in Thy Holy Flames” adalah penjiwaan dari 2 album besar tadi dalam bentuk yang lebih marah dan kasar.

Asep Nabarus NOG

Asep Nabarus, salah satu aksi jahat sang bassist di atas panggung

Menemukan karakter sound dari sebuah band tidaklah harus dengan ‘reinventing the wheel’, akan tetapi juga dapat dilakukan dengan cara menjadikan karya-karya agung di skena Black Metal dunia sebagai sebuah stepping stone dan inspirasi, yang pada akhirnya berakhir dengan penemuan karakter dan diri sendiri (self finding) dengan sangat solid.

“The Night Domination” dilanjutkan dengan track ke-2 yang berjudul sama dengan judul album. Sekilas ada ‘penampakan’ dari arwah “I am the Black Wizard” di dalam permainan gitar Abah dan Lukman. NOG pada track ini cenderung ‘stick to the plan’ dengan pengaruh Emperor yang sangat kuat, plus beberapa elemen dari era proto Black Metal. Sebuah agresi yang mematikan.

Track ke-3 “The Conquerors (I’m the Power and the Hatred)” adalah sebuah persenyawaan yang kompleks antara agresivitas Thrash riffing ala Slayer dan Sodom, kesuraman ala Floridian Death Metal, dan nyanyian dari langit beku Skandinavia. Track yang akan memberikan aura beku di tengah-tengah terik matahari sekalipun.

Track ke-4 “Sovereign of the Unborn Life” adalah seperti penyaluran dari kreativitas nakal NOG untuk sound yang tidak konvensional melalui riffing Hard Rock dan Heavy Metal yang masih dibalut kemasan Norwegian Black Metal. Bernuansa epik, dengan aspek eksperimen yang berani. Perhatikan gitar solo pada 01:57. Siapa yang cukup ‘miring’ memainkan gitar seperti ini di tengah-tengah track Black Metal? 😀 Di tahun 2002? Di tengah-tengah skena tanah air yang pada saat itu masih terobsesi dengan sound simfonik dan Gothic ala Cradle of Filth dan Dimmu Borgir? Apakah tidak terlalu pagi untuk memperkenalkan fusion yang ganjil seperti ini? Jawaban untuk semuanya adalah ‘iya’: si gitaris sudah dapat dipastikan memang ‘miring’ dan ‘tidak waras’ 😀 dengan memperkenalkan sound seperti ini di tengah-tengah skena yang masih sangat homogen dengan mindset yang cenderung seragam, sehingga ada kesan bahwa apa yang direpresentasikan oleh NOG melalui track ini (dan album “The Night Domination” secara keseluruhan) memang cenderung terlalu prematur untuk zamannya.

Loex Blackstorm NOG

Lukman Blackstorm, sang gitaris on stage. Sebagian besar materi gitar di “The Night Domination” adalah dari tangannya.

Track ke-5 “The Dead Warriors Drowned in the Battlefield” adalah seperti mozaik yang terdiri dari manifestasi NOG terhadap karya-karya klasik Norwegian Black Metal: Ihsahn dan Samoth di “Anthem to the Welkin at Dusk”, Satyricon “Dark Medieval Times”, bahkan Immortal di “Blizzard Beasts”. Akan tetapi NOG mengkomposisikan mozaik ini dengan sangat baik sekali sehingga tidak terkesan seperti Frankenstein yang penuh ‘jahitan’ dan ‘tambal sulam’.

“The Unholy Evil Realm” adalah track favorit saya di album ini: sebuah titik temu dari pendekatan Swedish Black Metal yang berdarah-darah (terutama “Satan’s Majestic Empire” oleh The Abyss) dengan Teutonic Thrash ala Sodom, plus pendekatan ‘aneh’ seperti yang terdengar setelah bagian yang melodius pada 2:59 dimana ketukan Waltz dibalut oleh distorsi! Apakah Yaya dan teman-teman juga mendengarkan musik klasik seperti Bach, Mozart, atau Haydn? Sedikit kritik ditujukan untuk chant ala Gregorian pada bagian outro, dimana menurut saya bagian ini sama sekali tidak diperlukan.

“Soundly Asleep in the Wave of Sorrow” adalah puncak dari “The Night Domination” melalui perpaduan sempurna antara bagian-bagian yang bertempo cepat dengan yang bertempo lambat (dengan aura haunted yang sangat gelap), plus beberapa bagian melodius termasuk gitar solo pada 3:30 yang akan membuat para pendengar sejenak ‘meninggalkan’ alam fisik dan terbang tinggi menjelajah menembus langit Pasundan yang gelap dan dingin. Sekilas ada nuansa ‘biru’ yang lain yang berkelebat di dalam track ini, ya sekilas ada senandung “Where Dead Angels Lie”. Seolah-olah Jon Nödtveidt ikut hadir bersama Yaya dan kawan-kawan.

“Tired and Red” menutup “The Night Domination” yang merupakan interpretasi dan penjiwaan NOG terhadap karya Tom Angelripper dan kawan-kawan. Sebuah interpretasi dimana Lukman dan Abah merepresentasikan permainan Frank Blackfire dengan lebih suram, gelap, dingin, dan mematikan. Sementara permainan cepat Yaya di belakang drum kit akan membuat Chris Witchhunter langsung sadar dari mabuk kokain dan buru-buru menelepon lawyer-nya 😀 (RIP Chris! Semoga engkau berbahagia di seberang sana).

Abah Desecrator

Abah Desecrator, sang gitaris sekaligus penulis lirik dan sound engineer. Sosok yang brilian namun terkadang kontroversial.

Dengan selesainya “Tired and Red”, selesai jugalah “The Night Domination” sebagai salah satu album Black Metal terbaik yang pernah dihasilkan oleh para musisi ‘sakit jiwa’ di tanah air. Kalender ketika itu menunjukkan angka tahun 2002. Sementara potensi yang diperlihatkan oleh Yaya, Asep, Abah, Lukman, dan Ade tidaklah hanya sebatas skena Black Metal di teritori Nusantara saja melainkan juga cukup kuat untuk dapat menyeberang lautan dan menyuarakan nyanyian kegelapan hasil karya musisi tanah air di negeri orang. Akan tetapi entah kenapa bumi menanggapi dengan sepi dan langit pun ikut membisu. Menjadikan “The Night Domination” sebagai salah satu karya terbaik musisi Black Metal di tanah air yang seperti cenderung terlupakan dan tidak mendapatkan sorotan yang layak didapatkan. NOG pun sebagai sebuah band cenderung menempuh jalan cerita yang sama: potensi besar para musisi di band ini seperti menguap sejalan dengan bubarnya NOG di 2003 sebelum akhirnya reuni kembali di 2006. Ada banyak hal yang mempengaruhi hal ini, mulai dari belum mature-nya skena Black Metal tanah air dari perspektif bisnis sampai dengan intrik di dalam skena itu sendiri. Menjadikan sebuah album berkelas masterpiece dan musicianship kelas internasional seperti yang diperlihatkan oleh NOG sekalipun, tidaklah cukup untuk mendapatkan spotlight yang layak.

NOG pun tidak pernah lagi (atau belum pernah lagi) menghasilkan karya monumental seperti “The Night Domination” seperti di 14 tahun yang lalu. Split album dengan band Black Metal Jerman Savaasaq di tahun 2013 memang mengantarkan NOG go international, akan tetapi seharusnya NOG bisa terbang lebih tinggi menembus kegelapan langit di mancanegara.

Bersama tulisan ini saya mencoba untuk mengangkat kembali cerita mengenai “The Night Domination” sebagai album Black Metal karya anak bangsa yang cenderung terlalu maju untuk zamannya, yang dirilis di tengah-tengah skena yang pada saat itu sedang bermetamorfosis mencari bentuk sehingga menjadikan album ini cenderung ditanggapi dengan sepi dan pada akhirnya terlupakan. Akan tetapi kreativitas dan proses panjang yang ditempuh oleh Yaya, Abah, Lukman, Asep, dan Ade tidaklah layak dilupakan (salam hormat saya untuk kalian semua!). NOG melalui “The Night Domination” adalah layak dikenang, diceritakan kembali, menjadi literatur klasik untuk band-band Black Metal lokal, sekaligus sebagai sebuah milestone yang kokoh di skena Black Metal tanah air untuk hal-hal yang berhubungan dengan kualitas penulisan lagu, visi, musicianship, dan inovasi.

All hail Neurotica Divina!

Musisi:

  • Yaya Lord Tchort – Drums
  • Asep Nabarus – Bass
  • Ade Black Wizard – Vocals
  • Abah Desecrator – Guitars
  • Loex Blackstorm – Guitars

Track:

  1. Reborn in Thy Holy Flames – 03:18
  2. The Night Domination – 05:24
  3. The Conquerors (I’m the Power and the Hatred) – 04:25
  4. Sovereign of the Unborn Life – 03:57
  5. The Dead Warriors Drowned in the Battlefield – 04:57
  6. The Unholy Evil Realm – 05:50
  7. Soundly Asleep in the Wave of Sorrow – 05:45
  8. Tired and Red (Sodom cover) – 05:08

Recording Studio: Dialogue Studio, Bandung (Oktober – November 2001). Mixing di Dialogue Studio (April – Mei 2002). Pembuatan master di CV Tropic, Bandung.

Production/ Engineering: Abah Desecrator

Categorized as: Black Metal, 2nd Wave Black Metal

Label: Extreme Souls Production (Kaset, 2002), No Label Records (CD, 2012)


Kredit Foto

  • Foto personil NOG dari metal-archives.com, kecuali Yaya “Lord Tchort” dari akun official NOG di reverbnation.com
  • Sampul CD “The Night Domination” dari metal-archives.com

Tentang Penulis

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Riki Paramita adalah founderowner, dan penulis utama di Beyondheavymetal.com. Riki adalah pemerhati musik dan skena Extreme Metal, terutama untuk kategori Black Metal, Death Metal, dan Thrash Metal. Tujuan utama dari inisiatif Beyondheavymetal.com adalah untuk memperbanyak informasi mengenai rilisan anyar dan klasik untuk kategori musik Extreme Metal, sehingga informasi berbahasa Indonesia yang ditulis dengan bahasa yang baik, ringan, dan terstruktur mengenai rilisan-rilisan musik kategori ini tidak lagi relatif susah didapat, dan pada akhirnya dapat saling berbagi informasi dengan sesama penggemar. Dalam kesehariannya, Riki adalah konsultan Teknologi dan Manajemen Sistem Informasi yang sangat aktif terlibat di berbagai proyek baik untuk skala nasional maupun internasional.

Leave a comment