ALCEST “Shelter” (2014): Ketika Semua Elemen Metal Tidak Lagi Mempunyai Makna

Alcest 2014

Alcest dengan formasi yang konsisten sejak 2009: Stéphane “Neige” Paut dan Jean “Winterhalter” Deflandre. Duet ini mengambil langkah yang sangat berani dengan album “Shelter” di 2014 sebagai album yang sama sekali tanpa elemen Metal/ Black Metal.

Alcest - Shelter (2014)

Reviewed by: Riki Paramita

ALCEST (baca: “Al-sest”) adalah sebuah nama besar di skena Black Metal Perancis. Band yang berdomisili di Paris ini adalah termasuk yang pertama dalam berinovasi dan mempopulerkan fusion antara Black Metal dengan Shoegaze, yang kemudian menjadi populer sebagai sebuah aliran tersendiri yang dikenal dengan istilah Black Gaze, Shoegaze Black Metal, atau Post Black Metal dalam ruang lingkup yang lebih luas (karena Post Black Metal tidak melulu mengandung elemen Shoegaze). Alcest memulai kiprahnya di skena Black Metal Perancis melalui demo “Tristesse hivernale” (2001) yang berhaluan Raw Black Metal, Norwegian style. Akan tetapi sejak album pertama mereka “Souvenirs d’un autre monde” (2007), Alcest mulai memasukkan unsur-unsur asing ke dalam akar Black Metal mereka, sehingga yang terbentuk adalah sebuah fusion yang atmospheric yang terbentuk dari distorsi ala Black Metal dan nuansa yang mencampuradukkan emosi melalui senandung dan petikan gitar ala Shoegaze. Pelan namun pasti, kadar logam di musiknya Alcest cenderung untuk menurun atau mengalami ‘penyesuaian’, seperti pada 2 album berikutnya yaitu “Écailles de lune” (2010) dan “Les voyages de l’âme”.

Neige in studio

Dan ketika dorongan kreativitas dari Stéphane “Neige” Paut (gitaris, vokalis, dan konseptor Alcest) menuntunnya untuk membuat aransemen musik dari interpretasi mimpi masa kecilnya mengenai sebuah ‘fairy land’ yang penuh warna, bentuk, dan suara yang tidak ditemukan di dunia nyata, berikut kegemaran Neige yang menyukai suasana pantai dengan langit yang biru dan suara deburan ombak yang menyejukkan, maka di situlah Alcest melepaskan semua elemen metal di dalam musiknya. Album Alcest “Shelter” (2014) adalah diinspirasikan dari tema-tema yang disebutkan di atas, dimana elemen-elemen musik Metal sama sekali tidak ditemukan di dalam aransemennya. Alcest “Shelter” adalah murni bernuansa Pop Rock/ Shoegaze, dan merupakan sebuah album yang dikomposisikan ketika elemen Metal tidak lagi mempunyai makna di dalam aransemen musik gubahan Stéphane “Neige” Paut dan kawan-kawan.

Sebenarnya arah bermusik seperti yang ditampilkan oleh Alcest di album “Shelter” ini bukanlah hal baru di dunia Extreme Metal. Mayhem juga pernah merubah arah musik mereka dengan memasukkan unsur Industrial dan musik elektronik. Kreator pernah banting arah ke sound yang sama sekali tidak menyisakan akar Teutonic Thrash Metal mereka. Ulver banting stir ke musik elektronik justru ketika Black Metal sedang naik daun. Anathema yang pelan namun pasti berevolusi ke Progressive Rock dan meninggalkan akar Death Metal mereka. Atau cerita Cynic yang semakin jauh dari fokus :-D. Kreativitas para musisi memang bukanlah sesuatu yang bersifat linear, namun seringkali acak dan tidak bisa ditebak. Seni memang bukanlah matematika.

“We’ve lost ourselves in the jungle. Sometime it’s great to have a simple moment. A safe bubble, a place to find yourself again”, Stéphane “Neige” Paut menjelaskan mengenai “Shelter” dalam sebuah wawancara dengan Decibel Magazine (Maret 2014). Kalimat dari Neige inilah yang mendorong saya untuk mempelajari “Shelter: sebagai sebuah momen yang sederhana dan ringan untuk menjelajahi teritori yang baru. Berikut adalah interpretasi saya yang sederhana terhadap Alcest “Shelter”:

Neige 2

Wings – 01:32

Sebuah instrumen dengan vokal yang sangat halus dan seperti mengambang di udara. Memancarkan aura serenity dan transendental. Sekilas seperti sebuah track New Age yang keluar dari album Enya atau Enigma. 😀 Pola vokal di track ini masih akan kita temukan di track selanjutnya (“Opale”).

Opale – 04:56

“Opale” adalah track favorit saya di album ini. Sebuah track yang seperti sebuah interpretasi musikal dari cover album ini: cerah, ringan, penuh cahaya matahari dan suasana hati yang ringan tanpa beban dan optimis. Dentingan gitar yang berkilau, lead yang hidup, dan vokal Neige yang gentle seperti membawa para pendengarnya ke dunia antah berantah dimana matahari selalu bersinar cerah dan semuanya menjadi ringan tanpa beban. Suasana gembira dan tanpa beban sekaligus ketenangan (serenity) direpresentasikan dengan sangat baik oleh Alcest melalui track ini.

“Opale” audio streaming:

La nuit marche avec moi (The Night Walks by My Side) – 04:58

Petikan gitar dengan latar belakang keyboards (?) membangun suasana atmospheric yang seperti sebuah nostalgia terhadap momen-momen yang sudah terhapuskan oleh sang waktu.

The night walks in step with days past

Radiant instants ever slipping away

The scars of time, erase so much

I want to remember, what we’ve done together

Pernahkan anda berharap bahwa kenangan anda terhadap seseorang adalah secara utuh mendeskripsikan orang tersebut pada saat ini? Terkadang kita berharap masih ada sesuatu yang tidak berubah di tengah-tengah perubahan di segala sesuatu. Sebuah track yang brilian yang akan menyentuh emosi paling sensitif dari seorang Metalhead yang paling ekstrim sekalipun.

“La nuit marche avec moi” audio streaming:

Voix sereines (Serene Voices) – 06:44

Petikan gitar yang tenang secara representatif menggambarkan ‘serene voices’, dimana lirik dari track ini bercerita mengenai momen yang penuh kedamaian ketika Neige menghabiskan waktunya di tepi pantai pada malam hari sampai pada saat matahari terbit. Suara ombak dan matahari yang seolah-olah muncul dari tengah laut adalah moment of serenity bagi Neige.

And greet the dawning day

The loose procession of forms

Crystalized in the sky

The blue realms, inverted waves

Masing-masing kita tentunya punya moment of serenity kita masing-masing. Dimanakah moment of serenity anda?

L’éveil des muses (Awakening of the Muses) – 06:49

Sebuah track yang misterius dengan vibe yang tidak mudah dimengerti dan lirik yang susah untuk diinterpretasikan. Vokal Neige yang dibalut efek echo menambah aura misterius pada track ini. Sepertinya di track ini Neige bercerita mengenai tokoh mitologi Yunani, yaitu Muse (putri Zeus & Mnemosyne), yang merupakan pelindung dari ilmu pengetahuan dan kesenian (protector of art and sciences).

Alcest - beach photo

Shelter – 05:29

Track ini adalah mendeskripsikan momen yang mirip dengan “Voix serenes”. Apabila “Voix serenes” bercerita tentang moment of serenity ketika matahari terbit di pagi hari, maka “Shelter” bercerita tentang suasana penuh kedamaian ketika matahari terbenam. Petikan gitar yang sedikit lebih agresif dibandingkan “Voix Serenes” membawa kita ke suasana ketika kita ‘call it a day’, ketika kita menutup hari kita. Ketika kita pulang ke rumah, our sweet home. Ya, track ini adalah bercerita tentang rumah (‘home’, bukan ‘house’).

My heart belongs to the sea

Sometimes I wish to be forgotten

To slip away to still waters

And find my way home again

Kenapa Neige mendeskripsikan ‘home’ dengan nuansa laut dan tepi pantai? Ternyata masa kanak-kanak Neige adalah banyak dihabiskan di daerah yang terletak di tepi pantai. Sehingga suasana laut dan tepi pantai bagi Neige adalah ‘home’.

Away – 05:02

“Away” adalah sebuah kelanjutan dari “Shelter”. Lirik track ini sudah cukup banyak berbicara:

Lying on the sand I hear the distant singing sea

And stare at lonely clouds, fading above me

I wished my mind could join them

I wished my mind could wander free

Sebuah track yang lembut dengan dentingan gitar yang bening dan ketukan yang tenang, yang merupakan sebuah nyanyian dan perayaan terhadap kebebasan (freedom).

“Away” audio streaming:

Délivrance – 10:06

Track terpanjang di album ini yang merupakah sebuah kombinasi yang unik antara gitar akustik, elektrik, ketukan drum yang ritmik, dan female choir vocals. Misterius, transendental, gelap dan menyilaukan pada saat yang bersamaan.

Into the Waves – 06:30

Track yang hanya didapat pada deluxe version dari album ini. Drumming dari Winterhalter adalah yang paling ritmik dan bervariasi di track ini. Plus dentingan gitar akustik yang dikombinasikan dengan gitar elektrik mengiringi female vocals yang halus dari Billie Lindahl. Vokal Billie di track ini sekilas terdengar seperti Enya yang bernyanyi diiringi musik Shoegaze.

“Into the Waves” menutup album “Shelter” dengan sangat indah. Meninggalkan kesan yang mendalam dan pertanyaan bagi para pendengarnya. Apakah “Shelter” merupakan blueprint dari musik Alcest di masa depan?

Neige

Apakah dengan album seperti “Shelter” ini berarti Alcest benar-benar akan meninggalkan (Black) Metal sepenuhnya? Sepertinya tidak. Neige menegaskan bahwa dia masihlah seorang Metalhead dan mempunyai respek yang sangat besar terhadap Metal (Decibel Magazine, Maret 2014). “Shelter” sepertinya adalah bagian dari perjalanan kreativitas Neige sebagai seorang musisi. “I just wanted to try something completely different”, Neige menjelaskan latar belakang dari proses kreatif di album “Shelter” ini (Terrorizer Magazine #245).

Kemudian bagaimanakah posisi “Shelter” relatif terhadap album-album Alcest yang lain? Tentunya “Shelter” tidaklah dapat dibandingkan dengan album-album Alcest yang lain yang masih mempunyai elemen-elemen distrorsi, blast beats, dan screaming vocals. “Shelter” adalah ‘sesuatu yang lain’. Untuk Metalhead yang memang sedang mencari distorsi dan blast beats, tentunya saya sangat tidak merekomendasikan album ini. Bahkan untuk fans Alcest yang sudah terbiasa dengan 3 album Alcest sebelumnya, saya juga tidak berani merekomendasikan album ini. Kecuali anda adalah seorang penggemar fanatik, yang memposisikan Alcest seperti halnya saya memposisikan Marduk atau Dark Funeral, yaitu sebagai band yang ‘tidak pernah berbuat salah’. 😀 Akan tetapi seperti yang dikatakan oleh Neige, adalah tidak jelek untuk ‘beristirahat sejenak’, untuk keluar dari comfort zone kita dan mengeksplorasi hal-hal baru yang sebelumnya tidak terpikirkan atau tidak terjamah di dalam rutinitas kita. Berdasarkan pemikiran seperti ini, maka Alcest “Shelter” mempunyai posisi yang sama kuatnya dengan koleksi Black Metal lainnya di dalam playlist saya.

Hail Neige & Winterhalter!

Musisi:

  • Stéphane “Neige” Paut – Vocals (backing), Guitars, Bass, Percussion, Glockenspiel, Keyboards, Songwriting
  • Jean “Winterhalter” Deflandre – Drums, Percussion

Track:

  1. Wings – 01:32
  2. Opale – 04:56
  3. La nuit marche avec moi – 04:58
  4. Voix sereines – 06:44
  5. L’éveil des muses – 06:49
  6. Shelter – 05:29
  7. Away – 05:02
  8. Délivrance – 10:06
  9. Into the Waves – 06:30 (Deluxe version)

Recording Studio: Sundlaugin Studio (Reykjavík, Islandia).

Production/ Engineering: Martik Koller/ Birgir Jón Birgisson

Categorized as: Post Metal, Shoegaze

Label: Prophecy Productions


Kredit Foto:

  • Foto Alcest band 2014 dan “Shelter” CD cover dari metal-archives.com.
  • Foto Neige di studio Sundlaugin (2013) dari Alcest official facebook (facebook.com/alcest.official), kredit oleh Melissa Mayer.
  • Foto tematis “Shelter” dari dari Alcest official facebook (facebook.com/alcest.official).

Tentang Penulis

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Riki Paramita adalah founderowner, dan penulis utama di Beyondheavymetal.com. Riki adalah pemerhati musik dan skena Extreme Metal, terutama untuk kategori Black Metal, Death Metal, dan Thrash Metal. Tujuan utama dari inisiatif Beyondheavymetal.com adalah untuk memperbanyak informasi mengenai rilisan anyar dan klasik untuk kategori musik Extreme Metal, sehingga informasi berbahasa Indonesia yang ditulis dengan bahasa yang baik, ringan, dan terstruktur mengenai rilisan-rilisan musik kategori ini tidak lagi relatif susah didapat, dan pada akhirnya dapat saling berbagi informasi dengan sesama penggemar. Dalam kesehariannya, Riki adalah konsultan Teknologi dan Manajemen Sistem Informasi yang sangat aktif terlibat di berbagai proyek baik untuk skala nasional maupun internasional.


Leave a comment