WARKVLT/ SEREIGNOS “Blasphemous Alliance” (2014, Split): Menyimak Kiprah Si Anak Nakal di Skena Black Metal Tanah Air

Warkvlt 2014

Warkvlt, dengan formasi trio di 2014: Sigit Abaddon (Vokal), Riyan Blasphemy (Drum), dan Abah Desecrator (Gitar). Warkvlt adalah salah satu pionir yang paling konsisten dalam format War Black Metal di skena Black Metal tanah air.

Warkvlt & Sereignos Blasphemous Alliance

Reviewed by: Riki Paramita

Apabila tanah Papua kita kenal sebagai gudang talenta untuk pemain sepakbola di skala nasional, maka Bandung adalah gudangnya talenta untuk musisi Extreme Metal (tanpa bermaksud merendahkan Persib Bandung :-)). Di sinilah inovasi di skena Extreme Metal nasional diinisiasikan dan menjadi bagian dari urban culture/ sub-culture di masyarakatnya. Talenta-talenta yang muncul tidaklah hanya untuk skala nasional saja, melainkan juga untuk skala internasional dengan potensi yang sejajar dengan para raksasa Asia seperti Sigh, Sabbat, Impiety, atau Chthonic. Dimulai dari inovator di era awal seperti Jasad, Sacrilegious, Hellgods, Tympanic Membrane, atau Sonic Torment, sampai dengan generasi band yang lahir di 2013/ 2014. Salah satu band yang lahir di era 2013/ 2014 yang cukup mencuri perhatian adalah WARKVLT, si anak nakal di skena Black Metal tanah air. Kenapa saya menyebutnya si anak nakal? Karena ide, inovasi, kemampuan berpikir di luar pola pikir yang umum, dan konsistensi/ persistensi dalam berkarya adalah sangat jarang ditemukan di dalam sosok ‘good boy.’ Literatur manajemen modern menyebut orang-orang seperti ini sebagai ‘wild ducks’ atau ‘wild birds’ dimana terminologi ini diadopsi dari perilaku wild birds yang selalu terbang tinggi bersama kelompoknya, selalu dinamis dan mengeksplorasi daerah-daerah atau teritori baru, tidak pernah merasa settle, dan dalam banyak kasus justru para wild birds ini yang menemukan daerah yang paling subur. Sebuah analogi untuk pribadi-pribadi yang dinamis dan selalu berorientasi inovasi. Apa hubungannya dengan Warkvlt, si anak nakal? Secara garis besar hubungannya adalah seperti ini: janganlah pernah mendefinisikan Black Metal secara statis di necro sound atau Pytten style saja, Black Metal tidaklah harus selalu berisikan sound gitar yang high tune, janganlah bersikap dan berpikir stagnan, teruslah bergerak, galilah terus ide-ide yang baru, temukan kreativitas-kreativitas yang original, selalu berorientasi perbaikan (improvements) karena kompetensi adalah dibangun melalui jalan yang panjang dan berliku, dan teruslah berkarya. Apakah pola pikir seperti ini membawa Warkvlt untuk selalu ‘harmonis’ dengan lingkungan sekitarnya? Tentu saja tidak, karena mindset para wild birds/ si anak nakal adalah untuk menantang status quo dan berpikir di luar kebiasaan. Dimana hal ini tidak selalu dapat diterima oleh lingkungan sekitar, dan perbedaan sudut pandang atau pola pikir seringkali dianggap sebagai pemicu dari pertentangan yang berakhir dengan permusuhan. Para inovator hampir selalu berhadapan dengan situasi seperti ini, mulai dari seorang teknokrat sampai ke musisi Black Metal. Para anak nakal ini tidak seharusnya dimusuhi, karena biasanya dari merekalah spark of innovation diinisiasikan. Di lain pihak, para anak nakal ini juga tidak selalu harus bersikap challenging ke lingkungannya. Karena sebuah ide, bahkan yang paling brilian sekalipun, tetaplah harus disampaikan dengan cara yang baik. Sebuah komunitas membutuhkan keseimbangan antara eksistensi wild birds dengan stakeholders lainnya yang lebih konvensional.

“Blasphemous Alliance” (2014) adalah sebuah stepping stone bagi Warkvlt setelah mendefinisikan ulang (self reinvention) diri mereka lewat single yang dirilis sebelumnya, yaitu “In Nomine Odium.” Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, “In Nomine Odium” adalah sebuah refreshment untuk skena Black Metal di tanah air lewat permainan mereka yang tidak biasa dan dengan berani mengeksplorasi elemen-elemen non Black Metal dalam dosis yang ‘tepat’ dan menghasilkan salah satu karya yang berkategori pencapaian signifikan untuk ukuran skena lokal, terutama di teritori War Black Metal. “In Nomine Odium” telah mendefinisikan standar yang begitu tinggi, sehingga saya (dari perspektif fans) ikut khawatir kalau-kalau Warkvlt sendiri tidak bisa konsisten untuk menghasilkan karya-karya dengan standar tinggi yang ironisnya justru diciptakan oleh mereka sendiri. “Blasphemous Alliance” adalah jawaban terhadap pertanyaan dan kekhawatiran saya tersebut, bahwa seharusnya saya tidak usah terlalu khawatir :-).

“Blasphemous Alliance” dibuka dengan “Dethroned Hypocrite Emperor”, sebuah track yang di-drive oleh riffing gitar dengan vibe Thrash/ Death Metal baik dalam bentuk yang groovy maupun yang berkelebat cepat, permainan drum yang cenderung blast beats, dan vokal evil in pain Sigit Abaddon yang merupakan satu-satunya jejak dari pola tradisional 2nd wave Black Metal. “Dethroned…” adalah sebuah track yang riffing oriented dengan pola-pola yang sangat cepat, dan secara metodis masih mengikuti blue print War Black Metal seperti Marduk atau Infernal War, dengan karakteristik Warkvlt (Warkvlt riffing) yang mulai ‘kelihatan’ terutama pada departemen gitar. Terlihat bahwa ada korelasi antara “In Nomine Odium” dan “Dethroned..” dalam mendefinisikan karakteristik dari musik Warkvlt, dimana pada “Dethroned…” hal ini seperti mendapatkan template yang tepat. Track selanjutnya adalah “Enslaving the Jahannam” yang mempunyai pendekatan sedikit berbeda dengan “Dethroned..” Menarik untuk disimak bahwa di sini Desecrator selaku penulis lirik memakai terminologi ‘jahannam’ ketimbang versi latinnya yaitu ‘gehenna.’ Apakah ini sebuah isyarat bahwa track ini bercerita mengenai topik yang bersifat lokal? Tentu saja hanya Desecrator yang paling mengerti dan mengetahui jawabannya. “Enslaving…” menjelajahi teritori yang sedikit berbeda dengan “Dethroned…” yaitu area yang sedikit lebih technical tanpa harus terdengar rumit, yang secara garis besar masih berorientasi pada riffing yang cepat. “Dethroned Hypocrite Emperor” dan “Enslaving the Jahannam” secara representatif memperlihatkan arah dari musik Warkvlt yang diinisiasikan dari self reinvention di “In Nomine Odium.”

Track terakhir dari segmen Warkvlt adalah track yang sebelumnya dirilis sebagai single, ya “In Nomine Odium” lagi. Saya sepertinya tidak perlu bercerita panjang lebar mengenai track ini. Akan tetapi justru kritik layak dialamatkan ke Warkvlt karena “In Nomine Odium” yang versi single adalah sedikit berbeda dengan yang ada di split album ini. Perbedaan yang paling signifikan adalah kualitas sound: “In Nomine Odium” versi single adalah jauh lebih bersih dibandingkan dengan versi “Blasphemous Alliance.” Hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian serius dari Warkvlt dan produsernya, karena sound seperti Warkvlt (War Black Metal) akan terdengar sempurna dengan produksi yang bersih/ crystal clear. Kritik untuk produksi juga layak dialamatkan untuk “Dethroned…” maupun “Enslaving…” Akan tetapi secara keseluruhan, 3 track dari Warkvlt di split album ini tidaklah mengecewakan, malah membuat para fans semakin antusias untuk full length album pertama mereka. Akan tetapi seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Warkvlt harus lebih memperhatikan faktor produksi dan enjiniring di sound mereka, karena hanya dengan pendekatan yang tepatlah talenta mereka dapat menjadi lebih terlihat sekaligus mendefinisikan standar yang lebih tinggi di skena Black Metal tanah air. Para wild birds ini masih akan terbang tinggi, dan belum akan settle dalam mengeksplorasi inovasi-inovasi baru melalui karya-karya mereka di skena Black Metal tanah air. The war is on!

Bagaimana dengan Sereignos? Sedikit meleset dari perkiraan saya semula, ternyata Sereignos mempunyai sound Extreme Metal yang primitif, seperti mengambil template dari prototype Thrash/ Death Metal di era-era awal perkembangan genre ini. Sereignos, menurut saya, sama sekali tidak menganut 2nd wave Black Metal ala Norwegia atau Swedia, melainkan cenderung seperti Kreator di era “Endless pain”, Sodom di era “In the Sign of Evil”, atau Mayhem di “Deathcrush” (sound Mayhem pre 2nd wave): raw, kasar, straightforward, agresif, dan sangat dingin. Apabila Sereignos dikategorikan sebagai Black Metal, maka sound yang paling tepat untuk menggambarkan Sereignos adalah cenderung ke 1st wave: Venom atau Celtic Frost. Ada banyak potensi yang teridentifikasi setelah menyimak 3 track dari Sereignos, sekaligus beberapa area yang masih membutuhkan banyak perbaikan. Secara garis besar, “Blastodest”, “Hailz Warkvlt”, dan “Anti” masih terdengar seperti sebuah demo dari Sereignos sebagai upaya mendefinisikan Sereignos sound yang original. Walaupun begitu, potensi yang direpresentasikan oleh Sereignos adalah sangat luar biasa, dan melalui kerja keras, konsistensi, dan kreativitas berikutnya, kita akan melihat Sereignos sebagai salah satu entity yang paling signifikan di skena Black Metal tanah air yang berada di luar Jakarta/ Bandung. Hail Sereignos!

Musisi:

Warkvlt:

  • Dvon Hellvete – Guitars (Rhythm)
  • Sigit Abaddon – Vocals
  • Abah Desecrator – Guitars
  • Riyan Blasphemy – Drums

Sereignos:

  • Herfagre – Bass
  • Midgard – Guitars
  • Nethail – Guitars
  • Yudiagusta – Vocals
  • Agryans – Drums

Tracks:

  1. Warkvlt – Dethroned Hypocrite Emperor – 04:01
  2. Warkvlt – Enslaving the Jahannam – 03:33
  3. Warkvlt – In Nomine Odium – 04:26
  4. Warkvlt – Revenge of the Unhallowed (live) – 03:40
  5. Sereignos – Blastodest – 01:52
  6. Sereignos – Hailz Warkvlt – 04:03
  7. Sereignos – Anti – 03:15

Categorised as: Black Metal, War Black Metal

One thought on “WARKVLT/ SEREIGNOS “Blasphemous Alliance” (2014, Split): Menyimak Kiprah Si Anak Nakal di Skena Black Metal Tanah Air

Leave a comment