DJIWO “Cakra Bhirawa” (2014): Sebuah Nyanyian Black Metal dari Langit Hitam Nusantara di Masa Silam

Djiwo Band 2014

Djiwo Cakra Bhirawa

Reviewed by: Riki Paramita

DJIWO adalah sebuah sebuah band misterius yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Misterius, karena band ini selalu menghindar untuk menampilkan wajah asli dan identitas personil intinya baik di dalam setiap event maupun di channel media sosial mereka. Sebagai seorang penggemar Extreme Metal yang sangat jarang muncul di gigs atau festival, dan hanya memposisikan diri sebagai kurator untuk karya-karya Extreme Metal di depan notebook dan dari perpustakaan musik pribadi di cloud, tentunya referensi saya sangat terbatas untuk dapat bercerita mengenai para personil Djiwo. Akan tetapi dengan sedikit riset kecil-kecilan, saya dapat menarik benang merah bahwa para personil Djiwo bukanlah pribadi-pribadi pendatang baru di skena Black Metal tanah air, yang terbukti dari jejak digital mereka di berbagai situs yang berhubungan dengan Black Metal. Hal ini juga menjelaskan secara logis mengenai album “Cakra Bhirawa” yang seperti sebuah karya yang bersifat terobosan (breakthrough) untuk skena Black Metal lokal: musik Black Metal yang tidak hanya berdiri di satu dimensi, artwork dan konsep album yang digarap dengan sangat baik yang mencerminkan dalamnya pemahaman dari para personil Djiwo terhadap seni yang mereka representasikan, dan pemilihan topik dan tema album yang sangat eksotik yaitu mengenai mitologi, kebijaksanaan, kearifan, serta kepercayaan kuno yang sempat eksis di bumi Nusantara sebelum masuknya kultur dan agama Samawi dari Timur Tengah. Djiwo “Cakra Bhirawa” adalah sebuah nyanyian Black Metal dari langit hitam Nusantara di masa silam, dengan segala kisah, pemikiran, kearifan, dan legenda yang sudah sangat jarang diceritakan.

Cakra Bhirawa 1

Eastern Darkness & Wisdom

Apakah topik-topik yang berhubungan dengan eastern darkness & wisdom seperti ini adalah sesuatu yang baru di dunia Extreme Metal? Tentu saja tidak. Topik seperti ini sudah sering diangkat bahkan oleh band yang non-Asia. Artwork dan beberapa lagu di album Behemoth “The Apostasy” (2007) adalah diinspirasikan dari ‘perjalanan spiritual’ Adam “Nergal” Darski dalam mengeksplorasi agama-agama kuno di wilayah India dan Nepal. Jon Nödtveidt dan Dissection pernah menulis track “Maha Kali” baik dalam bentuk single maupun di dalam album penuh “Reinkaos” (2006). Impaled Nazarene pernah menghasilkan “Ugra Karma” (1993) yang kontroversial. Bahkan Gorgoroth mempunyai track berjudul “Kala Brahman” di album “Instinctus Bestialis” yang dirilis di Juni 2015 yang lalu. Jadi eastern darkness & wisdom bukanlah hal yang baru. Akan tetapi eksplorasi dan eksploitasi topik tersebut dalam bentuk yang sangat sistematis dan dalam (deep) seperti yang dilakukan oleh Djiwo di “Cakra Bhirawa” adalah sangat jarang ditemui. Jadi saya berani mengatakan bahwa langkah Djiwo dengan “Cakra Bhirawa” adalah sebuah inovasi yang signifikan di skena Black Metal tanah air, atau bahkan dengan ruang lingkup Asia. Memberikan pesan yang sangat eksplisit bahwa Black Metal bukanlah milik orang-orang Eropa daratan atau Viking saja. Djiwo “Cakra Bhirawa” adalah sebuah album yang berani tampil dengan karakter sendiri dengan tema, konsep, dan artwork yang digali dari sejarah dan kebudayaan bangsa sendiri. Sebuah breakthrough untuk skena Black Metal lokal!

Djiwo terdiri dari 2 orang personil inti, yaitu Djiwo Ratriarkha dan Fancy Burn. Dari informasi yang sangat terbatas, saya dapat menyimpulkan bahwa Djiwo Ratriarkha adalah bertindak sebagai penulis lagu, konsep, tema album, dan sekaligus vokalis. Sementara Fancy Burn adalah sebagai komposer dan drummer. Akan tetapi dalam beberapa kesempatan live, sosok Fancy Burn juga terlihat sebagai gitaris. Sepertinya para personil Djiwo adalah para musisi dengan karakteristik multi tasking dan multi instrumentalis. Kata Djiwo sendiri adalah ejaan lokal dari ‘jiwa’ yang sengaja ditulis dengan ejaan lama untuk menimbulkan kesan old school dan rusty. Djiwo sendiri lahir sebagai sebuah entity yang merupakan sebuah wahana alternatif bagi para personilnya untuk menuangkan kreativitas bermusik mereka tanpa batas dan berkarya sepenuh jiwa.

Cakra Bhirawa 2

Cakra Bhirawa: Prototipe Sempurna untuk  Indonesian Black Metal

“Cakra Bhirawa” dibuka oleh track yang berjudul sama dengan opening yang sangat misterius: sound gitar bernuansa mistis yang diikuti oleh riffing gitar kasar yang seperti bereksperimen dengan dengung (drone). Sekilas ada jiwa Burzum dan Darkthrone berkelebat di dalamnya. Ketika tempo mulai menghentak dan vokal mulai diperdengarkan dengan latar belakang bass drum yang intens, barulah saya menyadari bahwa Djiwo bukanlah band Black Metal yang sedang mencari bentuk (yang banyak menghiasi skena lokal), melainkan sudah menemukan kematangan dan kedewasaan mereka baik dari sisi sound maupun penulisan lagu. Cakra Bhirawa bukanlah track satu dimensi yang berdiri pada satu titik influence, melainkan sangat kaya dari sisi kreativitas dimana kita juga akan merasakan adanya pengaruh-pengaruh lain seperti Bay Area Thrash bahkan Classic Rock. Cakra Bhirawa ditutup secara simetris dengan riffing yang sama dengan riffing pembuka. Brilian.

Track ke-2, “Adam” masih menggunakan pendekatan yang mirip dengan “Cakra Bhirawa” dengan vokal yang terdengar lebih marah. Vokal Djiwo Ratriarkha yang sekilas seperti perpaduan antara Pest dan Dani Filth ‘bernyanyi’ diiringi rhythm yang seperti perpaduan yang absurd antara Thrash Metal riffing dan Darkthrone. Cukup absurd, dan sepertinya track ini hanya akan bisa diterima oleh fans Black Metal yang open minded untuk pengaruh-pengaruh yang lebih luas. Kontras dengan “Adam”, track ke-3 “Asmam” langsung ngebut dari awal dengan agresi duet drum dan gitar yang sangat kental dengan pengaruh Swedish Black Metal, terutama Dark Funeral. Walaupun begitu kita masih akan mendengar riffing dan ketukan drum khas Djiwo di beberapa bagian lagu. Sangat well-composed.

Cakra Bhirawa 3

Track ke-4, “Aystam” adalah track bernuansa depressive dengan jiwa yang sangat berbeda dengan 3 track sebelumnya. Gelap, depresif, dan bernuansa transendental. Duet riffing gitar yang blurr oleh efek drone seperti sangat serasi menari-nari dengan melodi yang cantik namun bernuansa tragis. “Aystam” adalah sebuah track yang layak dikedepankan apabila berbicara mengenai skena dan sound Black Metal di tanah air. Saya merasakan aura Indonesian Black Metal yang sangat kuat di track ini. Originalitas adalah terminologi yang sangat overrated di skena Black Metal tanah air. Akan tetapi saya merasakan bahwa jiwa “Aystam” adalah berasal dari bumi Nusantara dan bukan dari daratan beku para Viking. Sebuah nyanyian dari jiwa-jiwa yang terbang melayang memenuhi langit hitam Nusantara ribuan tahun silam. Pada masa ketika samawian masih merupakan konsep yang belum sempurna disampaikan.

Track ke-5, “Ardum” adalah seperti sebuah demo Black Sabbath yang di-cover version oleh Darkthrone, plus beberapa bagian Blues dan Heavy Metal. Ringan, groovy, dan cukup menyegarkan di tengah-tengah track yang cukup berat untuk didengarkan. Perhatikan solo gitar yang nakal di pertengahan track ini: sekali lagi, hanya para fans yang sangat open minded yang bisa menerima fusion ganjil seperti ini.

Cakra Bhirawa 4

“Cakra Bhirawa” ditutup oleh “Anuhtiam” yang merupakan persenyawaan yang tidak lazim antara riffing gitar yang didominasi drone dengan mantra mistis yang seperti datang dari ribuan tahun silam, pada masa pagan di bumi Nusantara. “Anuhtiam” menutup “Cakra Bhirawa” dengan misterius, sekaligus menerbitkan harapan baru untuk kelahiran Indonesian Black Metal dalam bentuk yang sangat terstruktur, matang, dan berjiwa.

Secara keseluruhan, Djiwo “Cakra Bhirawa” adalah sebuah karya yang sangat brilian dari para musisi yang tidak hanya mengerti kultur impor seperti Black Metal/ Extreme Metal, akan tetapi juga sangat fasih dalam hal penulisan lagu dengan tema yang diambil dari kultur lokal. Pujian adalah sangat layak dialamatkan ke Djiwo Ratriarkha dan Fancy Burn yang telah berkarya dan bermain musik sepenuh jiwa.

Dengarkanlah Djiwo! Sambutlah Indonesian Black Metal.

Musisi:

  • Fancy Burn – unknown (“pengarensemen musik dan perkusi”)
  • Djiwo Ratriarkha – unknown (“cenayang utama dan penutur syair”)

Track:

  1. Cakra Bhirawa – 06:48
  2. Adam – 03:16
  3. Asmam – 05:45
  4. Aystam – 05:04
  5. Ardum – 06:38
  6. Anuhtiam – 07:55

Recording Studio: unknown, Solo (pada 2 sesi rekaman: Mei 2013, dan Januari – Mei 2014).

Production/ Engineering: Supriyanto “Desecrator”/ Eep La Guerra

Categorized as: Black Metal, 2nd Wave Black Metal

Label: Persetan Records


Kredit Foto:

  • Foto Djiwo band, dari metal-archives.com
  • Foto CD “Cakra Bhirawa”, dari metal-archives.com
  • Foto manuskrip “Cakra Bhirawa” dari blog Garda Metal Hitam Nvsantara (fuckyeahdjiwo.tumblr.com)

Tentang Penulis

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Riki Paramita adalah founderowner, dan penulis utama di Beyondheavymetal.com. Riki adalah pemerhati musik dan skena Extreme Metal, terutama untuk kategori Black Metal, Death Metal, dan Thrash Metal. Tujuan utama dari inisiatif Beyondheavymetal.com adalah untuk memperbanyak informasi mengenai rilisan anyar dan klasik untuk kategori musik Extreme Metal, sehingga informasi berbahasa Indonesia yang ditulis dengan bahasa yang baik, ringan, dan terstruktur mengenai rilisan-rilisan musik kategori ini tidak lagi relatif susah didapat, dan pada akhirnya dapat saling berbagi informasi dengan sesama penggemar. Dalam kesehariannya, Riki adalah konsultan Teknologi dan Manajemen Sistem Informasi yang sangat aktif terlibat di berbagai proyek baik untuk skala nasional maupun internasional.


Leave a comment