
Reviewed by: Riki Paramita
Kurang lebih sudah 5 tahun berlalu sejak “H.A.T.E.” yang monumental sekaligus kontroversial. Ketika FUNERAL INCEPTION, sang pentolan Death Metal dari Jakarta, mempertanyakan asumsi-asumsi yang kadung dipercayai, mempertanyakan pertanyaan yang sepertinya tidak boleh ditanyakan, ketika Doni Herdaru Tona, sang vokalis, lewat vokal growl-nya yang garang mempertanyakan ketidakmampuan kita untuk bertoleransi di tengah-tengah majemuknya masyarakat kita. Ketika Funeral Inception secara berani meneriakkan bahwa sesungguhnya kita telah menjadikan sebuah pemikiran yang penuh dengan ajaran toleransi sebagai landasan untuk malah bersikap intoleran terhadap perbedaan. Ketika Doni Herdaru Tona, yang ibarat seorang penyair dari sebuah rumah puisi, meneriakkan dengan bahasa analogi bahwa kita telah memutarbalikkan sebuah ajaran yang sangat mulia sebagai alat untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang berhubungan dengan kerakusan dan pemenuhan hawa nafsu, sehingga memutarbalikkan definisi ‘hina’ dan ‘mulia’ yang dideskripsikan dengan bahasa simbolis (sekali lagi, dalam bahasa simbolis, karena ‘man’s best friend’ sama sekali bukan makhluk hina).

Funeral Inception, formasi 2013: Ai “Deadfinger” (Gitar), Aslan Musyfia (Bass), Doni Herdaru Tona (Vokal), Fadjar Ramadhan (Gitar), dan Gatot Hardiyanto (Drum).
Kemudian, mereka, dan sebagian dari kita pun marah. Tersinggung. Kemarahan yang muncul karena mereka, dan sebagian dari kita, cenderung untuk menghakimi tanpa melihat isi. Karena mereka, dan sebagian dari kita, cenderung untuk menghakimi karena melihat sosok luar saja, yang sepertinya sangat berbeda dari kita. Perbedaan seringkali menimbulkan ketakutan yang tidak beralasan (“man fears what he doesn’t understand” – anonymous). Mereka, dan sebagian dari kita, justru marah untuk sebuah narasi yang sebenarnya dapat kita gunakan untuk bercermin dan melihat jauh ke dalam diri kita sendiri sebagai makhluk yang berakal budi. Kadang-kadang sebuah karya besar justru lahir dengan penuh kontroversi karena pesan-pesan yang disampaikan masihlah terlalu maju untuk zamannya, dan seiring dengan berjalannya waktu, album Funeral Inception – “H.A.T.E.” (2008) pun mulai dipahami dengan lebih baik dan menjadi salah satu literatur klasik untuk genre-nya di tanah air.
Lima tahun adalah waktu yang relatif panjang di dalam life cycle sebuah band, dan dalam 5 tahun Funeral Inception pun tidak luput dari berbagai ujian dan cobaan yang salah satunya adalah dari sisi personil yang datang dan pergi. Doni Herdaru Tona, dalam proses yang jatuh-bangun, kemudian berhasil membangun kekuatan dengan 4 personil yang sama sekali berbeda dengan era “H.A.T.E.” dan menghasilkan “In Praise of Devastation” (2013) sebagai agresi mereka yang ke-3.

“In Praise of Devastation” dibuka dengan Non Serviam, sebuah intro instrumental yang seperti memberikan pesan bahwa Funeral Inception sudah mengalami evolusi dari sisi sound dan style bermusik. Non Serviam diawali dengan permainan gitar yang melodius yang kemudian disambut dengan rhythm dan ketukan drum mid, dan kemudian masuk lead guitar yang juga relatif melodius sebelum tempo menjadi cepat dengan blast beats. Dari sini kita dapat melihat evolusi dari Funeral Inception: gitar solo yang melodius mendapatkan porsi yang relatif lebih banyak dibandingkan era “H.A.T.E.”, dengan rhythm yang terdengar lebih dry. Permainan gitar solo pada track pembuka ini sekilas mengingatkan saya pada permainan Alex Skolnick, sebuah influence yang memberikan kontribusi signifikan pada blueprint musik Funeral Inception yang baru. Barangkali bukanlah kebetulan kalau Suffocation juga mengubah arah bermusiknya ke area yang lebih teknikal dan juga dengan solo-solo yang melodius (ada penjelasan, Doni? :-)).

Doni Herdaru Tona, sang ‘iblis’ on stage. Foto: Funeral Inception Official Facebook.
Agresi dilanjutkan dengan “Intoksifikasi Imajinasi” yang sangat straightforward dengan blast beats. Perhatikan sound gitar yang terdengar lebih ‘tipis’ akan tetapi bermain lebih cepat dari rilisan Funeral Inception yang sebelumnya kita kenal. Permainan gitar dengan clean sound pada 2:08 – 2:24 menambah suasana kelam dan tragis yang seakan-akan ikut berduka cita atas matinya logika sebagai akibat pencemaran pikiran yang berasal dari interpretasi yang salah dari janji-janji keselamatan dan penghakiman. Perenungan dilanjutkan dengan track yang berjudul sangat agresif: “Buru, Bunuh, Binasakan.” Track ini adalah kombinasi dari permainan bertempo lambat dengan permainan cepat yang diselingi oleh lead guitar yang melodius tapi tetap bernuansa tragis: “untuk apa kamu memuja langit, sementara bumi ternoda darah?” Dari 3 track pertama dari album ini kita dapat melihat sebuah alur cerita dan kesinkronan tema yang diceritakan oleh vokal growl Doni. Pertanyaan2 yang muncul pada track ke-2 dan ke-3 seperti mendapat jawabannya pada track ke-4: “The Roots of All Evil.” Sebuah track yang bertempo cepat baik rhythm dan solo yang seperti beradu cepat dengan blast beats, dengan permainan pada ketukan-ketukan drum yang menuntut presisi yang tinggi (kredit patut diberikan kepada Gatot Hardiyanto yang berada di belakang drum kit). “Promise of heaven, poisons everything, when you preach for lights, when there is nothing in sights.” Track ini secara representatif menjelaskan maksud dari album “In Praise of Devastation” secara keseluruhan: sebuah tema sensitif yang sudah menjadi penyakit masyarakat yang terlanjur kronis, yang ditampilkan dalam bahasa sarkastik namun cerdas.
“Habis Gelap Terbitlah Perang” dan “Dalam Nyala Api” melanjutkan cerita dari “The Roots of All Evil.” Permainan gitar solo yang panjang yang menutup “Habis Gelap…” seperti sebuah show off dari musikalitas di departemen gitar Funeral Inception yang dihuni Ai “Deadfinger” dan Fadjar Ramadhan. Terdengar sangat Floridian Death Metal (Trey, atau Mark English), yang menjadi sisipan yang menarik pada kerangka musik Funeral Inception yang menurut saya masih bersifat Suffocation-ism akan tetapi dengan influence2 lain yang lebih luas. Perhatikan juga permainan adu cepat antara rhythm dan blast beats pada “Dalam Nyala Api” yang seperti ingin mendefinisikan ulang kecepatan standar sebuah blast beats Death Metal.

Track berikutnya adalah “Manusia (Tidak) Mulia”, sebuah judul yang seperti menampar muka kita semua bahwa status ‘mulia’ dan ‘makhluk paling sempurna’ bukanlah sesuatu yang tanpa syarat. Track ini akan membawa pembaca dan pendengar yang masih belum kenal dengan Funeral Inception dan sosok Doni ‘Iblis’ pada sebuah kesimpulan yang tidak disangka-sangka. Baca liriknya, cari informasi yang relevan dengan search engine, dan berkacalah ke diri sendiri. “Manusia (Tidak) Mulia” juga disisipi dengan permainan-permainan ‘nakal’ bass solo dari Arslan Musyfia yang merupakan anomali dari pola standar track2 di album ini. Track berikutnya adalah “Pitch Black Destiny”, sebuah track bertempo dasar cepat yang diselingi perubahan-perubahan ketukan, dengan riffing2 gitar dan melodi yang menarik perhatian. Sebuah track dengan karakter terkuat pada “In Praise of Devastation” secara keseluruhan. Menyusul “Pitch…” adalah “Opium” dimana riffing gitar pembukanya sekilas seperti perpaduan antara Max dan Andreas di “Desperate Cry” dengan Abbath di “One by One.” Sebuah track yang menarik, akan tetapi seperti tidak mempunyai karakter yang cukup kuat. Barangkali karena efek track sebelumnya (“Pitch…”) yang sangat well composed.
Agresi berikutnya adalah “Extreme Agression” yang merupakan cover version dari Kreator, sang legenda Thrash Metal dari ranah Bavaria, yang sekaligus menjadi penutup dari album ini. “Extreme Agression” dibawakan dengan baik sekali, dalam bentuk yang sangat kreatif, dengan format Death Metal ala Funeral Inception, tanpa menghilangkan kekuatan asli dari track legendaris ini. Mille Petrozza dan Ventor sepertinya akan menyetujui interpretasi Funeral Inception terhadap track klasik mereka.

Perbaikan lain yang dilakukan oleh Funeral Inception dibandingkan dengan era “H.A.T.E.” adalah dari sisi artworks. Artworks di “In Praise of Devastation” digarap dengan sangat serius dan melibatkan Bahrull Marta dari Abomination Imagery (abominationimagery.com), sang seniman ‘gelap’ yang sangat fasih dalam menggarap cover dan artworks untuk album-album Extreme Metal. Masing-masing halaman dari sleeve CD ini mempunyai kesinkronan dalam hal theme termasuk foto band member yang sebenarnya biasa-biasa saja akan tetapi dengan touch yang tepat justru menjadi sangat artistik dan sinkron dengan tema artworks secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, Funeral Inception – “In Praise of Devastation” (2013) adalah memenuhi semua persyaratan untuk berada di dalam kategori album Death Metal yang berkelas: production yang well engineered, dan musikalitas yang sangat baik dari para band member dalam memformulasikan aksi Death Metal yang brutal namun terukur, lewat permainan tempo yang bervariasi, lead guitar yang melodius yang menjadi penyeimbang agresi pada rhythm dan ketukan blast beats, sehingga dapat ‘keluar’ dari kemonotonan dan kesan repetitif yang seringkali menjadi permasalahan klasik untuk sebuah album Death Metal, terutama dari scene lokal. Dan tentu saja, agresi dari vokal growl Doni Herdaru Tona, sang penyair Death Metal, yang membuat panggung Death Metal tidak hanya penuh dengan agresi, akan tetapi juga menjadi berisi dengan lirik-liriknya yang cerdas yang mendorong para pendengar untuk merenung dan bercermin ke dalam diri sendiri.
Funeral Inception – “In Praise of Devastation” adalah sebuah rilisan Death Metal yang sangat baik dan akan menjadi sebuah milestone, stepping stone, dan bahan benchmarking bagi rilisan-rilisan Death Metal dan Extreme Metal selanjutnya dari scene Metal di tanah air. Get this album, love your cats :-), & support The Funeral!
Tracks:
- Non Serviam (Intro) – 3:00
- Intoksifikasi Imajinasi – 3:04
- Buru Bunuh Binasakan – 2:58
- The Greatest Roots of All Evil – 4:16
- Habis Gelap Terbitlah Perang – 4:14
- Dalam Nyala Api – 3:15
- Manusia (Tidak) Mulia – 3:13
- Pitch Black Destiny – 4:03
- Opium – 3:05
- Extreme Aggression (Kreator Cover) – 4:06
Line Up:
- Doni Herdaru Tona – Vocals
- Ai Deadfinger – Guitars
- Fadjar Ramadhan – Guitars
- Arslan Musyfia – Bass
- Gatot Hardiyanto – Drums
Categorised as: Brutal/ Technical Death Metal

Pingback: FUNERAL INCEPTION – “In Praise of Devastation” (2013): Sebuah Puisi Kritik Sosial Dari Sang Penyair Death Metal -