
Article Written by: Riki Paramita
Sudah lebih 2 tahun berlalu sejak dirilisnya “Illud Divinum Insanus” sebagai full length album ke-8 dari sang raksasa Death Metal, Morbid Angel. Akan tetapi gaung kebencian para fans Death Metal terhadap album ini belumlah surut, sebuah bashing yang sama dalamnya (explicitly) dengan kasus Cryptopsy – “The Unspoken King” (2008) dengan skala yang kurang lebih sama dengan kasus Metallica – “St. Anger” (2003). Hal ini tidaklah mengherankan karena Morbid Angel adalah band yang sangat berpengaruh di scene Death Metal dan termasuk ke dalam kelompok yang dikategorikan innovator untuk kelahiran genre ini di pertengahan dan akhir 80-an, disamping status mereka sebagai salah satu yang paling sukses secara komersial. Jadi, Morbid Angel adalah sebuah band dengan status cult di underground, akan tetapi juga sekaligus bersifat mainstream dan komersil. “Illud Divinum Insanus” dihujat oleh para fans Death Metal: para purist yang tidak rela kalau Morbid Angel memasukkan unsur-unsur eksperimen ke dalam album terbaru mereka. Eksperimen di sini, seperti kita ketahui, bukanlah dalam bentuk memperbanyak porsi gitar solo yang melodius atau accoustic sound yang cenderung lebih dapat diterima para fans, melainkan dalam bentuk perpaduan elemen Industrial/ Techno ke dalam distorsi gitar, vokal growl, dan ketukan drum yang tradisional Death Metal. Para fans tidak rela kalau Morbid Angel yang merupakan ‘panutan’ di ranah Death Metal malah terdengar seperti Rammstein, Nine Inch Nails, atau Godflesh. Continue reading








