
Atterigner, sang satanis dari Serbia yang menjadi vokalis Gorgoroth di album “Instinctus Bestialis”. Atterigner dan Ørjan “Hoest” Stedjeberg berbagi peran untuk menjadi vokalis di sesi rekaman di studio dan vokalis untuk aksi live di atas panggung. Atterigner adalah satanis tipe studio, sementara Hoest adalah satanis tipe panggung! 😀

Reviewed by: Riki Paramita
“Instinctus Bestialis” adalah album yang dirilis oleh GORGOROTH pada 8 Juni 2015 yang lalu. Sebuah penantian yang cukup lama, karena judul album “Instinctus Bestialis” sendiri sudah diumumkan oleh Gorgoroth melalui situs resmi mereka sejak pertengahan 2013. Menyebalkan? Apabila jawaban anda adalah ‘iya’, maka anda tidaklah sendiri. Setelah eksis selama hampir seperempat abad dengan hingar bingar kontroversi yang tidak pernah surut, apa lagi yang ditawarkan oleh Gorgoroth melalui album ke-10 mereka ini? Catatan: terserah apabila anda menganggap album Gorgoroth adalah 10 atau cuma 8, dimana hal ini juga merupakan sebuah kontroversi. 😀 Melalui sebuah wawancara dengan Decibel Magazine (September 2015), Roger “Infernus” Tiegs, sang gitaris dan konseptor, menjawab mengenai sumber inspirasi dan energinya dalam menghasilkan album Gorgoroth yang terbaru ini. “Satan did”, Infernus menjelaskan. Oke, baiklah kalau begitu. Sepertinya Infernus masih setia dengan ‘perjanjian’ yang dibuatnya dengan sang penguasa kegelapan di tahun 1992 yang silam (“after making a pact with the devil in 1992, Infernus founded Gorgoroth..” seperti yang ditulis di situs resmi mereka). Paling tidak di sini Infernus membuktikan bahwa dia loyal dan konsisten dengan ‘perjanjian’ tersebut. Walaupun terdengar bodoh, paling tidak Infernus masih memperlihatkan sebuah integritas. Jadi walaupun satanis, Infernus masih mempunyai integritas. 😀 “Instinctus Bestialis” yang dirilis melalui Soulseller Records ini dalam pembuatannya dibantu dibiayai oleh komunitas Bergen Kommune. Sementara untuk proses rekaman dan produksi dilakukan di Monolith Studio milik Tomas Asklund, sang drummer untuk 2 album Gorgoroth yang terakhir. Dalam sebuah wawancara dengan Terrorizer Magazine (#260), Infernus menjelaskan bahwa dia sangat menikmati proses pengerjaan “Instinctus Bestialis” dalam periode yang relatif panjang tanpa adanya tekanan dan deadline dari perusahaan rekaman manapun (barangkali termasuk tidak adanya tagihan dari studio, karena studio Monolith adalah milik teman 😀 ). Jadi “Instinctus Bestialis” yang ditulis sejak 2009 adalah representasi penuh dari kreativitas bermusik Infernus dan kawan-kawan. Jadi, seburuk apakah album ini?

Gorgoroth lebih dikenal sebagai “Infernus dan kawan-kawan” dibandingkan dengan sebuah band yang solid. Sejak kelahiran band ini di tahun 1992 yang lalu, kurang lebih sudah 3 lusin musisi yang datang dan pergi. Sebuah band dengan turn over yang sangat tinggi, dimana hanya Infernus satu-satunya original member yang masih tersisa. Jadi, siapa saja para musisi di dalam tim Gorgoroth untuk menggarap “Instinctus Bestialis”? Untuk sektor gitar, tentunya ada Roger “Infernus” Tiegs sendiri yang juga bertanggung jawab sebagai komposer. Di belakang drum kit ada Tomas Asklund, mantan Dissection dan Dark Funeral, yang juga pemilik dari Monolith Studio. Di sektor bass, ada Frank “Bøddel” Watkins. Mantan Obituary yang banting stir ke Black Metal dan sudah memperkuat Gorgoroth sejak 2007. Catatan: “Instinctus Bestialis” adalah album terakhir yang dikerjakan oleh Frank Watkins sebelum kepergiannya pada 18 Oktober 2015 yang lalu, setelah perjuangannya yang panjang melawan kanker (selamat jalan untuk Frank Watkins, semoga engkau bahagia di seberang sana!). Bagaimana dengan sektor vokal? Setelah Thomas “Pest” Kronenes dipecat pada 2012 yang lalu, Infernus merekrut Atterigner, seorang satanis dari Serbia yang sebelumnya memperkuat Triumfall. Akan tetapi perekrutan Atterigner adalah lebih untuk penggarapan album studio saja dimana untuk tampil live di atas panggung, Infernus masih mempercayakan ke sang frontman Taake yaitu Ørjan “Hoest” Stedjeberg (termasuk untuk penampilan live mereka di Bogor pada Mei 2015 yang lalu). Sehingga status Atterigner adalah masih aktif sebagai vokalis baik di Gorgoroth maupun Triumfall. Khusus untuk perekrutan Atterigner ini, Infernus pernah berkomentar bahwa adalah penting bagi seorang vokalis di Gorgoroth untuk mempunyai visi dan pemahaman yang sama dengan dirinya (sebagai seorang satanis). “Beyond his obvious artistic qualities, he brought a strong and healthy personality”, Infernus menjelaskan tentang Atterigner. Akan tetapi tidak begitu jelas alasan penempatan Atterigner sebagai vokalis Gorgoroth di studio dan Hoest sebagai vokalis Gorgoroth di atas panggung. Barangkali mereka berdua mempunyai tipe satanis yang berbeda: satanis tipe studio dan satanis tipe panggung. 😀

Pada periode yang panjang di antara 2012 dan 2014, Infernus dan kawan-kawan menghabiskan banyak sesi rekaman di Monolith Studio (Swedia) untuk proses rekaman “Instinctus Bestialis”. Pada Desember 2013, proses rekaman album ini dinyatakan selesai dan Gorgoroth memasuki proses mixing dan mastering. Dan seperti yang sudah diceritakan di awal tulisan ini, proses pasca rekaman ini memakan waktu yang relatif panjang, dimana pada akhirnya “Instinctus Bestialis” dirilis ke umat Black Metal sedunia pada 8 Juni 2015 melalui Soulseller Records. Saya adalah termasuk fans yang sangat penasaran dengan album ini, karena “Instinctus Bestialis” adalah album ke-2 yang mengeksploitasi Infernus sebagai creative forces di belakang karya-karya Gorgoroth setelah album ‘come back’ “Quantos Possunt ad Satanitatem Trahunt” yang dirilis pada 2009 yang lalu. Jadi di “Instinctus Bestialis” kemampuan Infernus sebagai komposer dan penulis lirik kembali ditantang, dimana sebelum “Quantos…” peranan ini dipegang oleh Gaahl dan King. Infernus kemudian memang menjadi komposer untuk semua track di “Instinctus Bestialis”, akan tetapi tidak satupun lirik di album ini yang berasal dari kreativitasnya. Penulisan lirik di album ini dilakukan oleh personil yang non Gorgoroth, yaitu A. Behemot dan Vile Horg. Sepertinya Infernus masih belum menemukan mood yang tepat untuk kembali menjadi penulis lirik di Gorgoroth. Kemanakah arah dari “Instinctus Bestialis” baik secara konsep maupun format musik? Infernus menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan Terrorizer Magazine (#260) bahwa “Instinctus Bestialis” mempunyai akar dari rilisan sebelumnya yaitu “Quantos…” dengan beberapa effort untuk menjadikan rilisan yang baru ini menjadi lebih berat, dengan komposisi dan produksi yang lebih baik. Sekilas kita bisa mengharapkan sebuah masterpiece yang baru dari sang iblis Norwegia.
Instinctus Bestialis: Track by Track

Radix Malorum – 03:13
“Radix Malorum” membuka “Instinctus Bestialis” dengan sangat megah: riffing gitar yang mengekploitasi sisi neo-classical dari Infernus, komposisi track yang rapi, drumming yang intens, dan vokal Atterigner yang sangat berbeda dari style vokalis-vokalis Gorgoroth sebelumnya. Pernyataan Infernus untuk menampilkan sound yang lebih berat dan produksi yang lebih baik sepertinya bukanlah propaganda marketing belaka. “Radix Malorum” menampilkan rangkaian riffing gitar yang merupakan kombinasi optimal dari latar belakang neo classical dan classic Heavy Metal dari Infernus. Berkelas dan sangat brilian. Menegaskan dirinya sebagai salah seorang gitaris bertipe stylish yang terbaik di domain Black Metal. Sementara Tomas Asklund bermain presisi baik di tempo cepat maupun dengan agresi double bass di tempo lambat. Mixing yang dengan sengaja membaurkan sound drum dan gitar dengan sempurna menghasilkan sound yang lebih berat dan dingin, sekaligus seperti menutup permainan bass Frank Watkins. Tidak banyak yang bisa kita simak dari permainan bass Frank. Bagaimana dengan vokal Atterigner? Lupakan style vokal tradisional Gorgoroth yang mengambil high pitch shirieking/ screaming seperti halnya Pest atau Hat. Atterigner mengambil pendekatan low pitch growl seperti yang umum diperdengarkan oleh Dark Funeral bahkan cenderung terdengar seperti vokal Death Metal. Pendekatan vokal Atterigner di sini sepertinya adalah disesuaikan dengan sound Gorgoroth yang lebih berat. Kritik untuk Atterigner adalah pendekatan vokalnya yang justru terdengar monoton karena ‘bernyanyi’ di range yang sama terus menerus. Sangat berbeda dengan pendekatan Atterigner ketika ‘bernyanyi’ dengan Triumfall. Performansi Atterigner di Triumfall masih dapat dikatakan lebih baik.
Secara garis besar, apa yang ditampilkan di “Radix Malorum” adalah sangat tidak biasa untuk standar Gorgoroth dan menerbitkan harapan saya bahwa album ini akan menjadi sebuah masterpiece.
Dionysian Rite – 04:05
Sebuah track yang secara riffing gitar terdengar sangat Death Metal. Sekali lagi Infernus bermain stylish dengan sangat rapi. Tempo dan riffing lambat yang dimulai dari pertengahan track ini sampai selesai semakin menegaskan kesan Death Metal, dan seperti memberikan pesan yang sangat straightforward kepada kita semua bahwa arah bermusik Gorgoroth akan semakin jauh menjelajahi area Blackened Death Metal. Ditambah dengan style vokal Atterigner di beberapa bagian (terutama ketika berteriak “intoxicatiioonn…..”) yang entah kenapa mengingatkan saya kepada style John Tardy. “Dionysian Rite” adalah sebuah track eksperimental yang secara berhasil mengeksploitasi elemen-elemen non Black Metal ke dalam format musik Gorgoroth.

Ad Omnipotens Aeterne Diabolus – 05:44
Track ini seperti sebuah kelanjutan dari track “Prayer” dari album “Quantos Possunt ad Satanitatem Trahunt” melalui permainan gitar pembuka yang sangat melodius dan sangat mirip dengan track yang dirilis pada 2009 yang lalu. Sepertinya penjelasan Infernus mengenai akar dari “Quantos…” adalah mengacu pada track ini. “Ad Omnipotens Aeterne Diabolus” adalah sebuah track yang sempurna yang direpresentasikan melalui bagian-bagian yang melodius, cepat dengan agresi blast beats, permainan gitar yang teknikal, maupun riffing Heavy Metal tradisional. Sebuah track yang mengeksploitasi Infernus sebagai seorang gitaris. Sekali lagi, saya harus mengakui bahwa Infernus adalah salah satu gitaris dengan visi yang paling lengkap di dunia Black Metal. Satu-satunya yang mengganggu di track ini adalah vokal Atterigner yang secara cheesy terus meneriakkan “hail satan”. Harap dimaklumi, karena satanisme adalah sebuah tema utama di karya-karya Gorgoroth bahkan barangkali satu-satunya tema! Konsisten, akan tetapi dalam beberapa bagian terdengar basi dan bodoh. Ada banyak cara untuk menyampaikan sisi gelap spiritualitas tanpa harus terdengar basi dan kehabisan ide. Terlepas dari hal ini, “Ad Omnipotens Aeterne Diabolus” adalah sebuah track Black Metal dengan pendekatan musikalitas kelas maestro yang sangat cocok untuk dibawakan live di atas panggung. Vokal Hoest tentunya akan dapat membawakan track ini dengan lebih baik dari Atterigner di atas panggung.
Come Night – 02:40
Track dengan riffing Heavy Metal yang direpresentasikan dengan komposisi yang seimbang. Sampai dengan track ke-4, saya dapat menyimpulkan bahwa inovasi dan creative forces di belakang karya-karya Gorgoroth masihlah melalui permainan gitar Infernus. Menjadikan Tomas Asklund, Frank Watkins, dan Atterigner terkesan sebagai pelengkap saja. Terutama Atterigner, style vokalnya semakin terdengar monoton dan seperti sebuah turn-down untuk komposisi musik yang nyaris sempurna. Saya tidak habis pikir kenapa Atterigner seperti terperangkap dengan range vokal yang sama terus menerus. Apakah ini tuntutan Infernus? Apakah ini sebagai usaha untuk membedakan Atterigner versi Gorgoroth dengan Atterigner versi Triumfall? Sekali lagi, performansi Atterigner di Triumfall masih jauh lebih baik dibandingkan dengan performansinya di “Instinctus Bestialis”. Paling tidak sampai track ke-4 ini.

Burn in His Light – 04:01
Solo gitar yang singkat namun cantik dan Thrash riffing membuka “Burn in His Light”. Dan memang itulah esensi dari track ini: riff yang groovy dan solo yang seperti terdengar dari tahun-tahun awal kelahiran Thrash Metal. Membuat track yang bertempo mid ini dengan mudah mencuri perhatian kita. Vokal Atterigner juga sangat aligned dengan komposisi musik gubahan Infernus. Secara vibe “Burn in His Light” masih satu pakem dengan “Come Night”: Black Metal dengan kolaborasi kreatif elemen non Black Metal seperti Classic Heavy Metal atau Thrash Metal. Kehadiran musisi tamu Chris Cannella & Fabio Sperandio melalui beberapa bagian lead guitar ikut memperkaya sound Gorgoroth pada track ini.
Rage – 04:02
Rhythm gitar yang berat dan solo bernuansa Blues membuka “Rage”. Unik dan sangat menarik perhatian. Setelah bagian Thrash riffing yang standar, kita akan dikejutkan oleh solo gitar bernuansa murung yang sangat tidak Gorgoroth. Apakah ini Infernus ataukah sang musisi tamu Henrik Ekeroth? Siapapun yang memainkan solo ini telah menjadikan “Rage” sebagai track sangat tidak biasa untuk standar Gorgoroth. Sebuah eksplorasi yang berani.
Kala Brahman – 05:22
“Kala Brahman” adalah kembali ke vibe Death Metal seperti track ke-2 “Dionysian Rite”. Sound gitar yang downtuned dan drumming yang berat membuka track ini. Tomas Asklund bermain dengan sangat solid melalui double bass drumming di tempo lambat dan blast beats yang presisi mengikuti liukan permainan gitar Infernus ketika bermain cepat. “Kala Brahman” adalah ajang bagi Infernus untuk pamer technicalities. Sebuah track yang layak dikedepankan dan akan menjadi favorit ketika Gorgoroth tampil live di atas panggung.
“Kala Brahman” adalah salah satu track terkuat di album ini selain “Radix Malorum”, “Ad Omnipotens Aeterne Diabolus”, dan “Rage”.

Awakening – 02:06
Track “Awakening” adalah seperti ‘saudara kembar’ dari “Aneuthanasia” dari album “Quantos Possunt ad Satanitatem Trahunt” (2009) melalui riffing gitar dan ketukan drum yang identik. Barangkali “Awakening” adalah versi yang berbeda dari “Aneuthanasia”. Tiga perempat dari track ini adalah bertempo lambat dengan drumming yang berat, dan Atterigner ‘bernyanyi’ meneriakkan “satan, our master blablablabla…”. Sebelum para pendengar mati bosan, track ini pun berakhir. 😀 “Awakening” menutup “Instinctus Bestialis” seperti sebuah antiklimaks: album yang dibuka secara spektakuler, akan tetapi diakhiri dengan biasa-bisa aja.
Instinctus Bestialis: Sebuah One Man show dari Roger “Infernus” Tiegs
Kritik terbesar untuk “Intinctus Bestialis” adalah performansi vokal dari Atterigner yang sangat rata-rata. Seperti yang disebutkan sebelumnya, performansi Atterigner di Triumfall masih jauh lebih baik ketimbang di album ini. Apabila dibandingkan dengan rilisan Black Metal lainnya di 2015, misalnya Marduk “Frontschwein”, Atterigner akan terlihat seperti seorang pemula apabila dibandingan dengan Daniel “Mortuus” Rostén. Akan tetapi, secara keseluruhan saya menyimpulkan bahwa “Instinctus Bestialis” adalah sebuah album yang kaya akan ide, sangat kreatif, sangat seimbang dalam hal komposisi, dengan produksi yang relatif rapi untuk standar Gorgoroth. Akan tetapi porsi terbesar untuk pujian di atas adalah ditujukan kepada permainan gitar Infernus yang menjadi pusat perhatian di “Instinctus Bestialis”. Album ini sekali lagi menjadi album ‘Infernus dan kawan-kawan’ ketimbang sebuah album dari band yang terdiri dari 4 orang. Peranan Infernus menjadi terlalu sentral. Barangkali ini juga merupakan sebuah pembuktian dari Infernus bahwa dia masihlah mempunyai semangat, visi, dan kreativitas yang sama ketika menghasilkan “Pentagram” (1994) dan “Antichrist” (1996). Sekaligus menghapus persepsi bahwa Gorgoroth terbaik adalah ketika di era Gaahl dan King. “Instinctus Bestialis” adalah sebuah pencapaian yang signifikan bagi Gorgoroth (& Infernus) dan kita sepertinya masih bisa berharap untuk karya-karya yang lebih baik di masa depan dari Infernus & Co.
Untuk langkah selanjutnya barangkali Infernus harus menjadikan Hoest sebagai vokalis permanen baik untuk aktivitas rekaman di studio maupun untuk tampil live di atas panggung (walaupun kemudian saya juga tidak rela apabila Hoest secara permanen meninggalkan Taake 😀 ), mengaudisi pemain bass untuk menempati posisi yang ditinggalkan Frank “Bøddel” Watkins, dan mulai mempertimbangkan kontribusi yang lebih signifikan dari teman-temannya untuk komposisi musik dan penulisan lagu, sehingga kita semua tidak menjadi bosan dengan one man show dari sang maestro.
Hail Infernus, hail Gorgoroth!
Musisi:
- Infernus – Guitars
- Bøddel – Bass
- Tomas Asklund – Drums
- Atterigner – Vocals
Track:
- Radix Malorum – 03:13
- Dionysian Rite – 04:05
- Ad Omnipotens Aeterne Diabolus – 05:44
- Come Night – 02:40
- Burn in His Light – 04:01
- Rage – 04:02
- Kala Brahman – 05:22
- Awakening – 02:06
Recording Studio: Monolith Studio, Swedia (2012 – 2014). Pembuatan master di Cutting Room Studio, Swedia.
Production/ Engineering: Tomas Asklund & Infernus
Categorized as: Black Metal, 2nd Wave Black Metal, Norwegian Black Metal
Label: Soulseller Records
Kredit Foto
- Foto Atterigner dari metal-archives.com
- Foto Roger “Infernus” Tiegs 1, 2, 3 dari last.fm
- Foto Roger “Infernus” Tiegs 4 dari flickriver.com, oleh Kira Appeilt (https://www.flickr.com/photos/kira-in666moments/)
- Foto Tomas Asklund dari metal-archives.com
- Foto Frank “Bøddel” Watkins dari vdhordes.org
Tentang Penulis

Riki Paramita adalah founder, owner, dan penulis utama di Beyondheavymetal.com. Riki adalah pemerhati musik dan skena Extreme Metal, terutama untuk kategori Black Metal, Death Metal, dan Thrash Metal. Tujuan utama dari inisiatif Beyondheavymetal.com adalah untuk memperbanyak informasi mengenai rilisan anyar dan klasik untuk kategori musik Extreme Metal, sehingga informasi berbahasa Indonesia yang ditulis dengan bahasa yang baik, ringan, dan terstruktur mengenai rilisan-rilisan musik kategori ini tidak lagi relatif susah didapat, dan pada akhirnya dapat saling berbagi informasi dengan sesama penggemar. Dalam kesehariannya, Riki adalah konsultan Teknologi dan Manajemen Sistem Informasi yang sangat aktif terlibat di berbagai proyek baik untuk skala nasional maupun internasional.
