MARK SLAUGHTER “Reflections in a Rear View Mirror” (2015): Menyambut Kembalinya Sang Dewa Melodic Hard Rock

Mark Slaughter 5 2

Mark Slaughter, 2015. Album solo Mark yang berjudul “Reflections in a Rear View Mirror” adalah album solo pertama dari sang dewa Melodic Hard Rock, yang dirilis 17 tahun sejak rilisan Slaughter yang terakhir (“Back to Reality”, 1999)

Mark Slaughter Reflections

Reviewed by: Riki Paramita

SLAUGHTER! Band Hard Rock/ Heavy Metal multi platinum di era 90-an ini selalu mempunyai tempat di playlist saya di tengah-tengah gemuruh Death Metal dan Black Metal. Di tengah gemuruh “Chapel of Ghouls” (Morbid Angel), “Premature Burial” (Malevolent Creation), atau “Infecting the Crypts” (Suffocation), selalu ada waktu dan tempat untuk track Slaughter seperti “Up All Night”, “Spend My Life” atau “You are the One”. Album Slaughter “Stick It to Ya” (1990) adalah salah satu survivor Hard Rock/ Heavy Metal di tengah-tengah revolusi Extreme Metal di playlist saya pada awal 1990-an dulu. Begitu juga dengan rilisan Slaughter selanjutnya seperti “The Wild Life” (1992) dan “Fear No Evil” (1995). Selalu ada waktu dan tempat untuk “Real Love”, “Street of Broken Hearts”, “It’ll be Alright”, atau “Yesterday’s Gone”. Bahkan track instrumental “For Your Dreams” dari album “Fear No Evil” (1995) selalu dapat membawa saya terbang ke negeri antah berantah dimana semuanya serba positif, bersahabat, penuh senyuman, bercahaya dan berkilau, sebuah negeri dimana impian dan masa lalu hidup berdampingan secara harmonis. Demikian juga dengan rilisan Slaughter selanjutnya, yaitu “Revolution” (1997): “Heaven It Cries”, “I’m Gone”, “You’re My Everything”, atau “Can’t We Find a Way” selalu menjadi track wajib dalam banyak kesempatan. Bagi saya, semua album Slaughter adalah istimewa, dan hampir semua track di setiap albumnya mempunyai keindahan dan kekuatannya masing-masing. Bahkan untuk album terakhir mereka yaitu “Back to Reality” (1999) yang ditanggapi sepi oleh publik Hard Rock/ Heavy Metal dunia. Slaughter bagi saya adalah sama pentingnya dengan Dark Funeral, Gorgoroth, atau Marduk. Maka alangkah bersemangatnya saya ketika MARK SLAUGHTER, sang vokalis, merilis album solo pada Januari 2015 yang lalu. Mark Slaughter, the voice of Slaughter, membuat solo album! Wow!

Continue reading

NEUROTIC OF GODS “The Night Domination” (2002): Mengenang Salah Satu Karya Terbaik yang Terlupakan dari Skena Black Metal Tanah Air

Ade Black Wizard NOG

Ade Black Wizard, salah satu frontman Black Metal terbaik di negeri ini. Jejak langkah Kang Ade dan NOG melalui “The Night Domination” adalah salah satu pencapaian yang signifikan di skena Black Metal tanah air.

NOG The Night Domination

Reviewed by: Riki Paramita

Band lokal manakah yang paling signifikan pengaruhnya dalam meletakkan dasar-dasar dan mendefinisikan arah perkembangan Black Metal di skena tanah air? Apabila pertanyaan ini diajukan ke 100 responden di domain Black Metal tanah air maka niscaya kita akan mendapatkan 1000 jawaban! Karena pertanyaan seperti ini tidaklah dapat dijawab hanya dengan menyebutkan 1 nama band saja karena skena Black Metal di tanah air adalah sama dengan pertumbuhan skena lainnya yaitu tumbuh dan berkembang secara kolektif dan kolaboratif dari para pelakunya. Nyanyian kegelapan berkumandang di bumi Nusantara adalah sebagai wujud kontribusi individual sekaligus kolaborasi dari para insan Black Metal tanah air mulai dari Sumatera, Jawa, sampai Indonesia bagian tengah dan timur. Apabila pertanyaan tadi dikembangkan menjadi band lokal mana saja yang berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan skena Black Metal tanah air, maka jawaban dari para responden juga akan sangat dipengaruhi oleh subjektivitas, demografi, dan usia. Akan tetapi nama-nama yang disebut tidaklah akan jauh dari the great Kekal, the evil Sacrilegious, the mighty Hellgods, Dry, Soulsick, 2 Durhaka (Bali & Manado), Ritual Orchestra, Warkvlt, Djiwo, atau Vallendusk. Tanpa bermaksud mengecilkan kontribusi dan peranan nama-nama besar tadi, bersama tulisan ini saya ingin mengangkat cerita mengenai album Black Metal yang dapat dikategorikan sebagai salah satu yang terbaik dari skena lokal, yaitu “The Night Domination” dari band asal Bandung, NEUROTIC OF GODS (NOG). Kenapa? Alasan pertama adalah karena “The Night Domination” adalah salah satu karya dari skena lokal yang mempunyai sound yang sangat modern dan inovatif, serta memenuhi segala persyaratan untuk international recognition, baik ketika album ini dirilis pada tahun 2002 maupun pada saat sekarang. “The Night Domination” selama kurun waktu kurang lebih 14 tahun masihlah terdengar sangat fresh, modern, dan everlasting. Kedua, karena saya merasa harus ada tulisan yang menceritakan “The Night Domination” sebagai salah satu literatur klasik untuk skena Black Metal tanah air, sebuah ‘panggilan’ untuk mengangkat cerita yang barangkali sudah terlupakan.

Continue reading

GORGOROTH “Instinctus Bestialis” (2015): Menyimak Nyanyian Kegelapan dari Sang Iblis Norwegia

Atterigner 1

Atterigner, sang satanis dari Serbia yang menjadi vokalis Gorgoroth di album “Instinctus Bestialis”. Atterigner dan Ørjan “Hoest” Stedjeberg berbagi peran untuk menjadi vokalis di sesi rekaman di studio dan vokalis untuk aksi live di atas panggung. Atterigner adalah satanis tipe studio, sementara Hoest adalah satanis tipe panggung! 😀

Gorgoroth Instinctus Bestialis

Reviewed by: Riki Paramita

“Instinctus Bestialis” adalah album yang dirilis oleh GORGOROTH pada 8 Juni 2015 yang lalu. Sebuah penantian yang cukup lama, karena judul album “Instinctus Bestialis” sendiri sudah diumumkan oleh Gorgoroth melalui situs resmi mereka sejak pertengahan 2013. Menyebalkan? Apabila jawaban anda adalah ‘iya’, maka anda tidaklah sendiri. Setelah eksis selama hampir seperempat abad dengan hingar bingar kontroversi yang tidak pernah surut, apa lagi yang ditawarkan oleh Gorgoroth melalui album ke-10 mereka ini? Catatan: terserah apabila anda menganggap album Gorgoroth adalah 10 atau cuma 8, dimana hal ini juga merupakan sebuah kontroversi. 😀 Melalui sebuah wawancara dengan Decibel Magazine (September 2015), Roger “Infernus” Tiegs, sang gitaris dan konseptor, menjawab mengenai sumber inspirasi dan energinya dalam menghasilkan album Gorgoroth yang terbaru ini. “Satan did”, Infernus menjelaskan. Oke, baiklah kalau begitu. Sepertinya Infernus masih setia dengan ‘perjanjian’ yang dibuatnya dengan sang penguasa kegelapan di tahun 1992 yang silam (“after making a pact with the devil in 1992, Infernus founded Gorgoroth..” seperti yang ditulis di situs resmi mereka). Paling tidak di sini Infernus membuktikan bahwa dia loyal dan konsisten dengan ‘perjanjian’ tersebut. Walaupun terdengar bodoh, paling tidak Infernus masih memperlihatkan sebuah integritas. Jadi walaupun satanis, Infernus masih mempunyai integritas. 😀 “Instinctus Bestialis” yang dirilis melalui Soulseller Records ini dalam pembuatannya dibantu dibiayai oleh komunitas Bergen Kommune. Sementara untuk proses rekaman dan produksi dilakukan di Monolith Studio milik Tomas Asklund, sang drummer untuk 2 album Gorgoroth yang terakhir. Dalam sebuah wawancara dengan Terrorizer Magazine (#260), Infernus menjelaskan bahwa dia sangat menikmati proses pengerjaan “Instinctus Bestialis” dalam periode yang relatif panjang tanpa adanya tekanan dan deadline dari perusahaan rekaman manapun (barangkali termasuk tidak adanya tagihan dari studio, karena studio Monolith adalah milik teman 😀 ). Jadi “Instinctus Bestialis” yang ditulis sejak 2009 adalah representasi penuh dari kreativitas bermusik Infernus dan kawan-kawan. Jadi, seburuk apakah album ini?

Continue reading

DJIWO “Cakra Bhirawa” (2014): Sebuah Nyanyian Black Metal dari Langit Hitam Nusantara di Masa Silam

Djiwo Band 2014

Djiwo Cakra Bhirawa

Reviewed by: Riki Paramita

DJIWO adalah sebuah sebuah band misterius yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Misterius, karena band ini selalu menghindar untuk menampilkan wajah asli dan identitas personil intinya baik di dalam setiap event maupun di channel media sosial mereka. Sebagai seorang penggemar Extreme Metal yang sangat jarang muncul di gigs atau festival, dan hanya memposisikan diri sebagai kurator untuk karya-karya Extreme Metal di depan notebook dan dari perpustakaan musik pribadi di cloud, tentunya referensi saya sangat terbatas untuk dapat bercerita mengenai para personil Djiwo. Akan tetapi dengan sedikit riset kecil-kecilan, saya dapat menarik benang merah bahwa para personil Djiwo bukanlah pribadi-pribadi pendatang baru di skena Black Metal tanah air, yang terbukti dari jejak digital mereka di berbagai situs yang berhubungan dengan Black Metal. Hal ini juga menjelaskan secara logis mengenai album “Cakra Bhirawa” yang seperti sebuah karya yang bersifat terobosan (breakthrough) untuk skena Black Metal lokal: musik Black Metal yang tidak hanya berdiri di satu dimensi, artwork dan konsep album yang digarap dengan sangat baik yang mencerminkan dalamnya pemahaman dari para personil Djiwo terhadap seni yang mereka representasikan, dan pemilihan topik dan tema album yang sangat eksotik yaitu mengenai mitologi, kebijaksanaan, kearifan, serta kepercayaan kuno yang sempat eksis di bumi Nusantara sebelum masuknya kultur dan agama Samawi dari Timur Tengah. Djiwo “Cakra Bhirawa” adalah sebuah nyanyian Black Metal dari langit hitam Nusantara di masa silam, dengan segala kisah, pemikiran, kearifan, dan legenda yang sudah sangat jarang diceritakan.

Continue reading