
Marduk dengan formasi 1996: Erik “Legion” Hagstedt (Vokal), Morgan Steinmeyer Hakansson (Gitar), Roger “B-War” Svensson (Bass), dan Fredrik Andersson (Drum). Album “Heaven Shall Burn… When We are Gathered” adalah debut Erik “Legion” sebagai vokalis Marduk dan menandai lahirnya sebuah era: Legion Era!

Article written by: Riki Paramita
“I think the Norwegians go more for the moods, while we go for the brutality” – Erik “Legion” Hagstedt
Kalender menunjukkan angka tahun 1995. Black Metal, atau tepatnya 2nd Wave Black Metal sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, tidak hanya di skena Eropa akan tetapi juga di belahan dunia lainnya (termasuk Asia, dan juga Indonesia). Akan tetapi pertumbuhan Black Metal yang ditandai dengan kemunculan band-band baru dan produktivitas yang tinggi dalam menghasilkan karya adalah cenderung ke arah yang simfonik: mengikuti inovasi yang dilakukan oleh Emperor, Dimmu Borgir, atau Gehenna. Para dewa dari Norwegia ini menjadi kiblat dari band-band yang bermunculan pada periode tersebut dalam bermusik dan membangun gimmick. Symphonic Black Metal yang secara intensif menggunakan keyboards/ synthesizers dalam membangun nuansa atmospheric menjadi sebuah simbol dari kematangan dan kedewasaan musik Black Metal, dimana hal tersebut amatlah sangat sulit direpresentasikan melalui low fidelity Black Metal. Trilogi dari Darkthrone pada era tersebut sudah dianggap ketinggalan zaman, dan band seperti Darkthrone juga sudah kehabisan ide dan sangat miskin dalam hal inovasi (jangan membandingkan Fenriz dengan Ihsahn! 😀 ). Ditambah dengan sang godfather, yaitu Mayhem, yang pada saat itu sedang mengalami krisis identitas. Situasi bertambah keruh dengan virus Gothic yang semakin menggerogoti ‘kesehatan’ Black Metal, terutama lengkingan Dani Filth dari tanah Britania. Bagaimana dengan Death Metal? Band-band Swedia dalam hal ini mempunyai ‘dosa yang sangat besar’ terhadap kelahiran Melodic Death Metal atau seringkali disebut dengan Gothenburg sound. Band-band seperti In Flames, At the Gates, dan Dark Tranquillity mulai mengeluarkan karya-karya terbaik mereka. Singkat kata, skena Eropa tidak hanya menjadi simfonik melainkan juga melodius. Band-band yang mengusung speed dan brutality secara pelan namun pasti mulai terpinggirkan.
Akan tetapi Morgan Steinmeyer Hakansson dan MARDUK, sebagai pengusung Black Metal Swedia yang ekstrim dan berdarah-darah justru menempuh jalan yang berlawanan: Morgan dan Marduk berencana untuk menghasilkan karya yang dapat melebihi album-album mereka sebelumnya dalam hal agresi, kecepatan, evilness, brutality, dan sekaligus musicianship. Tantangannya sangat berat: menghasilkan inovasi musik dalam balutan musik Black Metal yang cepat, jahat, dan brutal, sehingga bisa menjadi stand out di tengah skena yang cenderung simfonik dan melodius. Sekali lagi kreativitas Morgan dan kawan-kawan ditantang.

Extreme Black Metal: Masih Adakah Ruang untuk Inovasi?
Untuk ‘menghadapi’ skena yang cenderung menjadi simfonik dan melodius, Extreme Black Metal juga harus sanggup menghadirkan terobosan atau ide yang baru di dalam musik mereka. Misalnya: riff dengan ide yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya, tema yang relatif baru dan belum pernah dijamah, fusion yang bersifat inovatif, atau ide-ide ‘jahat’ lainnya yang belum terpikirkan pada saat itu. Morgan Steinmeyer Hakansson (pada saat itu Morgan memakai pseudo name “Steinmeyer”, sang Viking ternyata ingin menjadi Aryan 😀 ) dan kawan-kawan pada saat itu baru saja menyelesaikan serangkaian tur untuk album “Opus Nocturne” (rilisan 1994). Morgan masih ditemani oleh para teman lama yaitu Fredrik Andersson (Drum) dan Roger “B-War” Svensson” (Bass). Sementara di sektor vokal, Marduk mendapatkan darah baru melalui seorang vokalis kharismatik yang direkrut dari Ophthalamia, yaitu Erik “Legion” Hagstedt yang pada saat itu sedang on fire dan ‘haus darah’. Pada musim gugur 1995, Marduk mulai menuliskan materi untuk album mereka yang baru. Untuk penulisan lirik dan komposisi musik, Morgan dan kawan-kawan juga dibantu oleh Tony “It” Sarkka, sang kurcaci jahat dari Abruptum (Catatan: Tony ini mempunyai 2 kelainan, pertama adalah posturnya yang sangat pendek sehingga sering disebut sebagai ‘dwarf’ (kurcaci). Kedua, adalah konsep bermusik dan gaya penulisan lagu yang sangat ‘evil’ (jahat). Jadilah Tony ini sebagai ‘evil dwarf’! 😀 ).
Pada Januari 1996, materi untuk album Marduk yang baru sudah siap untuk memasuki sesi rekaman. Terdiri dari 7 track (tidak termasuk intro), dimana 2 track adalah hasil penerawangan dan kreativitas jahat Tony Sarkka. Inspirasi dari materi album Marduk kali ini cukup kreatif: mulai dari topik Black Metal yang generik, topik yang spesifik dari sejarah Eropa di abad pertengahan, sampai interpretasi dari literatur kesusastraan Eropa abad ke-19 dan adaptasi dari musik klasik. Cukup kaya dari perspektif kreativitas. Morgan Hakansson dan kawan-kawan sepertinya ingin menghapus persepsi bahwa Extreme Black Metal adalah selalu berkutat di topik yang sempit dengan hanya mengandalkan shocking value dan gimmick untuk selalu ‘more evil than thou’ (akan tetapi Marduk memang selalu terkesan ‘more evil than thou’ 😀 ) . Materi dari album baru Marduk kali ini adalah tidaklah dapat dikatakan sebagai sebuah terobosan baru di Black Metal, akan tetapi memperlihatkan shifting yang signifikan di departemen kreativitas Marduk.
Morgan Steinmeyer Hakansson adalah seorang musisi yang mempunyai influence musik klasik dan Extreme Metal. Untuk Extreme Metal, Morgan sangat memuja Bathory yang merupakan ‘bapak dari semua Extreme Metal Skandinavia’. Untuk album Marduk yang baru ini, Morgan mengambil inspirasi dari sebuah track Bathory, yaitu “Dies Irae” (album “Blood Fire Death”, 1988) dimana lirik track tersebut menyebutkan “…even the heavens shall burn when we are gathered…”. Ya, inilah judul dari album baru Marduk di tahun 1996, yaitu “Heaven Shall Burn… When We are Gathered”. Sebuah album yang akan menorehkan sejarah di skena Black Metal dunia!

Penampakan dari Abyss Studio milik Peter Tägtgren. Bersama Peter dan Abyss Studio, Marduk menghasilkan 5 full length album pada rentang waktu 1996 sampai 2003. Foto: https://www.facebook.com/petertagtgren.
Heaven Shall Burn: Selamat Datang di Abyss Studio!
Untuk aspek rekaman dan engineering, Marduk kali ini melakukan sebuah ‘journey into unknown’, yaitu dengan menggunakan Abyss Studio sebagai studio rekaman dengan Peter Tägtgren berada di belakang meja mixer. Ini adalah kali pertama Morgan dan kawan-kawan melakukan rekaman di Abyss Studio. “Heaven Shall Burn” adalah Abyss-works yang pertama bagi Marduk. Peter Tägtgren selain merupakan seorang sound engineer jenius di belakang meja mixer, juga merupakan seorang musisi yang sangat berdedikasi terutama untuk sound Black Metal yang ultra cepat, evil, berdarah-darah dan tanpa kompromi (Peter dan band-nya The Abyss juga merilis album “Summon the Beast” di tahun 1996, yang merupakan rilisan Extreme Black Metal yang cepat dan brutal). Sebuah kebetulan? Sepertinya para roh jahat penghuni kegelapan memang sudah mengatur untuk mempertemukan Marduk dengan Peter Tägtgren! 😀 Baik Peter Tägtgren maupun Morgan Hakansson dan kawan-kawan mempunyai visi yang sama untuk Black Metal yang mereka mainkan, sehingga proses rekaman dan produksi di Abyss Studio dapat berlangsung dengan relatif cepat. Pada Februari 1996, “Heaven Shall Burn” dinyatakan selesai, dan pada bulan Juni di tahun yang sama, album ini dirilis ke umat Black Metal sedunia. Dan skena Black Metal dunia pun seperti mendapatkan pukulan keras tepat di rahang mereka!
Perkenalkan: Extreme Hyper-Blasting Black Metal, ala Abyss Studio
Reaksi di skena Black Metal dunia untuk “Heaven Shall Burn” adalah cukup bervariasi. Mereka yang menyukai kecepatan dan brutality akan menyambut album ini dengan histeris (termasuk saya ketika itu, melalui mail order kaset ke Valentine Sound Productions, Malaysia. Err, lebih tepatnya numpang dengar, karena kaset ini bukan mail order saya 😀 ). Kaum pemuja “In the Nightside Eclipse” akan cenderung untuk menyebut album ini sangat monoton dan cenderung one dimensional. Mereka yang menyebut diri mereka paling ‘trve’ dan ‘kvlt’ akan menyebut album ini terlalu steril. Kaum skeptis cenderung untuk menuduh bahwa album ini adalah lebih sebagai sebuah rekayasa sound engineering ketimbang mencerminkan musicianship dari Marduk. Kenapa? Karena “Heaven Shall Burn” adalah sebuah album yang ultra agresif dan brutal yang akan membuat pendengar Dimmu Borgir atau Cradle of Filth menggigil ketakutan di pojok kamar mereka.
Pada sleeve CD album ini juga dituliskan “No keyboards used in this album”, sebuah kalimat provokatif yang merupakan sebuah pernyataan terbuka dari arah bermusik Marduk sekaligus jawaban konkrit Marduk terhadap skena Eropa yang semakin digerogoti bakteri simfonik dan melodius yang sangat berbahaya untuk kesehatan mental 😀 .

Peter Tägtgren, sang sound engineer jenius di belakang album “Heaven Shall Burn”. Foto: http://noisecreep.com.
Extreme Black Metal: The Peter Tägtgren Way
Bagaimana formulasi Peter Tägtgren untuk “Heaven Shall Burn”? Pertama, Peter mengeksploitasi vokal dari Erik “Legion” Hagstedt. Erik “Legion” pada saat itu sedang on fire, penuh pembuktian, dengan karateristik vokal yang sangat solid untuk ukuran Black Metal: dry-shrieking-screaming vocals, kasar, agresif, mengerikan, dan sekilas seperti personifikasi suara burung gagak yang baru saja balik dari neraka. Vokal Erik “Legion” diletakkan agak ke ‘depan’ dan tanpa efek apapun. Dimana hal ini adalah berlawanan dengan pendekatan Dan Swano di “Opus Nocturne” yang menempatkan vokal agak ke ‘belakang’ dan menjadikannya blurr dengan efek echo. Dan Swano pada saat itu bertujuan untuk mencari sound yang dingin, sementara Peter Tägtgren ingin mengeksploitasi agresivitas dan brutality.
Sektor gitar: Peter menyadari bahwa salah satu key success factor untuk sound Extreme Black Metal adalah riffing gitar yang menarik, dalam bentuk yang tidak melelahkan untuk didengar. Peter membuat sound gitar Morgan Hakansson menjadi sangat ‘tipis’ dan cenderung ‘bening’ dengan distorsi yang sangat ‘kering’. Kurang lebih mirip dengan pendekatan Dan Swano di “Opus Nocturne”. Dengan sound seperti ini, permainan Morgan akan sangat jelas terdengar sekaligus menantang Morgan untuk menghasilkan permainan yang menarik sekaligus presisi (karena dimainkan dalam tempo cepat).
Karena sound gitar Morgan yang ‘tipis’, maka Peter juga leluasa mengeksploitasi permainan bass Roger “B-War”. Dalam beberapa kesempatan kita akan mendengarkan B-War seperti memainkan solo bass di balik distorsi gitar Morgan. Sektor drum? Peter mengarahkan sound Fredrik Andersson untuk menjadi sangat organik. Jadi tidak ada lagi efek drum dengan echo seperti pada “Opus Nocturne”. Fredrik juga ditantang untuk konsisten bermain cepat dan presisi karena “Heaven Shall Burn” adalah sebuah album yang blast beats intensive.
Peter meramu semua instrumen ke dalam produksi yang sangat bersih dan modern yang dikerjakan secara digital. Masing-masing instrumen bisa didengarkan dengan jelas, jernih, tanpa sedikit pun lumpur seperti di Norwegia. Pendekatan Peter Tägtgren di “Heaven Shall Burn” kemudian terbukti sangat berhasil, dan menjadi sebuah standar baru untuk sound Extreme Black Metal. Bukan kebetulan kalau album The Abyss “Summon the Beast” yang dirilis 5 bulan setelah “Heaven Shall Burn” mempunyai pendekatan yang sangat mirip. Extreme Black Metal, Peter Tägtgren way!

Heaven Shall Burn: Track by Track
Seperti apa musik Marduk di “Heaven Shall Burn”? Saya yakin kita semua pasti pernah mendengarkan album ini (saya berasumsi bahwa para pembaca adalah penggemar Black Metal. Apabila anda adalah penggemar Black Metal akan tetapi belum pernah mendengarkan album ini, ketahuilah bahwa anda telah ‘sangat berdosa’ dan melewatkan sebuah momen yang sangat besar 😀 ). Bersama ini saya ingin mengajak para pembaca untuk melakukan napak tilas terhadap “Heaven Shall Burn… When We are Gathered” yang merupakan album studio Marduk yang ke-4, yang pertama untuk kategori Abyss-works, yang pertama dengan Erik “Legion” Hagstedt sebagai vokalis, dan sebuah album pertama yang secara masif mengeksploitasi sound yang agresif dan brutal (hyper-blasting Black Metal, dalam bentuk yang lebih ekstrim dari “Opus Nocturne”) yang kemudian mencapai puncaknya 3 tahun kemudian melalui “Panzer Division Marduk” (1999).
Summon the Darkness – 00:21
Sebuah intro yang membuka “Heaven Shall Burn”. “Summon the Darkness” hanyalah sebuah dengung dari distorsi gitar yang sekilas tidak ada artinya. Akan tetapi pesan yang disampaikan adalah straightforward: album ini akan menjadi sangat kasar dan agresif. “Summon the Darkness” adalah seperti antithesis dari “The Apperance of Spirits of Darkness” (intro di “Opus Nocturne”) yang menggunakan keyboards.

Beyond the Grace of God – 05:17
Track pertama di album ini sekaligus sebagai introduksi terhadap sound dan pendekatan bermusik Marduk yang baru. Riffing gitar Morgan meliuk-liuk seperti sebuah orkestrasi klasik dalam balutan distorsi. Walaupun dalam balutan distorsi, sound gitar yang terdengar adalah bening seperti kristal, sehingga kita dapat menyimak permainan bass Roger “B-War” dengan baik. Permainan bass B-War di sini tidaklah hanya sebagai penjaga ketukan saja melainkan juga seperti berduet dengan gitar Morgan. Permainan blast beats drumming ditampilkan dalam bentuk yang sangat organik, sehingga tidak terlalu bergemuruh dan menutupi instrumen yang lain. Dan tentu saja: vokal dari Erik “Legion” Hagstedt diperdengarkan pertama kalinya di sini. Kita dapat merasakan energi yang dibawakan oleh Erik “Legion” melalui vokalnya yang berkarakteristik kuat, memberikan pesan bahwa Marduk pada saat itu adalah stronger than ever.
Kesan pertama di “Beyond the Grace of God” adalah: sebuah track Black Metal yang ultra agresif dan brutal, didominasi blast beats dan distorsi, akan tetapi tidak membuat telinga lelah mendengarkan. Pujian pantas dialamatkan ke Peter Tägtgren dan Abyss Studio. Memberikan pesan yang straightforward bahwa Extreme Black Metal juga dapat ditampilkan dengan musicianship yang tinggi dan nyaman dinikmati seperti halnya Symphonic Black Metal.
Catatan: judul track ini di kaset rilisan Valentine Sound Berhad (Malaysia) ditulis secara salah menjadi “Beyond the Grave of God”. Justru menjadi lebih brutal dan radikal dibandingkan aslinya! 😀

Infernal Eternal – 04:41
“Infernal Eternal” tidak hanya iconic dari permainan kata di judulnya, melainkan juga memperdengarkan salah satu riffing gitar terbaik yang pernah diperdengarkan untuk kategori Black Metal. Morgan Hakansson sepertinya mulai secara intensif mengeksploitasi ide untuk interpretasi musik klasik ke dalam format Black Metal. Sehingga dalam sebuah interview muncul pertanyaan mengenai siapa yang paling berpengaruh untuk musiknya Marduk: Bathory atau Richard Wagner (seorang komposer besar Jerman di abad ke-19). 😀
“Infernal Eternal”, audio streaming:
Glorification of the Black God – 04:52
“Glorification of the Black God” adalah interpretasi Marduk terhadap “Night on Bald Mountain” yang merupakan sebuah puisi dan orkestrasi klasik karya Modest Petrovich Mussorgsky, seorang komposer dan penyair Rusia yang hidup di abad ke-19. Intro dari track ini adalah sampel dari karya asli Mussorgsky, sementara musik dan lirik diinspirasikan dari beberapa sumber klasik lainnya (salah satunya adalah score dari film “Wizard of Oz”, produksi 1939) . Perhatikan permainan gitar Morgan Hakansson yang seperti musik klasik akan tetapi dengan tekstur Black Metal. Siapa bilang Marduk di “Heaven Shall Burn” adalah miskin inovasi?
Catatan: judul track ini di kaset rilisan Valentine Sound Berhad (Malaysia) ditulis secara salah menjadi “Glorification of the Black Goat”. Kok jadi seperti Impaled Nazarene ya? 😀

Darkness It Shall Be – 04:40
“Darkness It Shall Be” adalah sebuah representasi mengenai bagaimana seharusnya performansi vokal di track Black Metal yang penuh amarah. Erik “Legion” ‘bernyanyi’ dengan sangat agresif, sahut menyahut, dengan bait per bait (yang ditulis oleh Tony Sarkka) yang seolah-olah tidak pernah terputus, dengan format vokal yang apabila dipraktekkan oleh vokalis yang belum terlatih, akan membuat pita suara putus dan tenggorokan berdarah. Bagaimana Erik “Legion” mengatur nafasnya apabila tampil live dengan track ini? Manusia setengah iblis seperti Erik barangkali memang sudah tidak perlu bernafas 😀 . “Darkness It Shall Be” adalah Erik “Legion” Hagstedt dalam performansi terbaik sekaligus paling mengerikan.
Tidaklah mengherankan apabila Daniel “Mortuus” Rostén, 19 tahun kemudian, merasa perlu untuk ‘bernyanyi’ dengan cara yang kurang lebih sama di track “Thousand-Fold Death” (album “Frontschwein”, 2015). Sebuah pembuktian? Barangkali vokal Erik “Legion” di “Darkness It Shall Be” adalah salah satu mimpi buruk yang paling ditakuti oleh Mortuus.

The Black Tormentor of Satan – 04:15
Track yang seperti muncul dari “Opus Nocturne” dengan nuansa dingin dan melankolis yang direpresentasikan oleh riffing gitar Morgan, yang seperti bertutur tentang kejahatan malam dimana para iblis dan jiwa-jiwa yang hampa berkeliaran mencari mangsa di langit Eropa abad pertengahan yang gelap dan jauh dari keberkatan. Harus diakui, di sini Morgan juga mulai sedikit melodius akan tetapi masih dalam takaran yang layak untuk format musik Marduk. Perhatian juga Roger “B-War” yang memainkan solo bass di 01:40 yang memberikan pesan bahwa “Heaven Shall Burn” juga sangat memperhatikan faktor musicianship dan tidak hanya sekedar bermain cepat dan agresif.
Catatan: judul track ini di kaset rilisan Valentine Sound Berhad (Malaysia) ditulis secara salah menjadi “The Black Tormentor of Votan”. Tidak jelas kenapa bisa salah begini dan malah melibatkan pihak Asgaard. Ini Marduk, bukan Amon Amarth atau Ensiferum! 😀

Dracul Va Domni Din Nou In Transilvania – 05:39
Sebuah track yang sangat menarik perhatian baik dari segi penulisan lirik maupun komposisi musik. “Dracul Va Domni…” adalah track yang bercerita tentang Vald Tepes Draculea, sang bangsawan dari Transylvania (Rumania), yang ditulis dari perspektif sejarah. Ada pelajaran sejarah pada lirik di track ini mengenai interaksi Vlad dengan Kekaisaran Romawi dan Kesultanan Turki. Sekali lagi, Tony Sarkka menuliskan lirik dengan sangat baik sekali, dimana masing-masing kata seperti berjiwa dan membentuk sebuah puisi Black Metal yang gelap, berkelas dan berestetika tinggi.
Musik di track ini adalah bertempo lambat dengan riffing gitar yang repetitif akan tetapi jauh dari membosankan bahkan terkesan groovy. Vokal Erik “Legion” terdengar sangat prima menceritakan kehidupan sang Drakula, sebagai sebuah prolog untuk topik yang akan dibahas lebih dalam di album berikutnya yaitu “Nightwing” (1998).
Truthfully, saya masih merasakan kengerian yang sama ketika mendengarkan Erik “Legion” ‘menyanyikan’ track ini baik di tahun 90-an dulu maupun sekarang. Sebuah track yang abadi.
“…All demons ride high upon the bewitching nightsky, they are only disturbed by a new-born child’s painful cry. Son of the great dragon, come forth to rule. In all your glory, no man, no beast will be as cruel. All the angels and the puny men of god looked away, frightened to death by the evil that was born on that day…”
“Dracul Va Domni Din Nou In Transilvania”, audio streaming:

Legion – 05:55
Track penutup yang seperti sebuah pembaptisan Erik “Legion” ke dalam orkestra kegelapan Marduk. Menampilkan musik yang kembali blast beats intensive setelah ‘jeda’ di track sebelumnya. “Legion” adalah track bertemakan diabolical yang terkenal dengan bait terakhir dari liriknya: “my name is legion, for we are many in here. Heaven shall burn accompaigned by the angels’ cries. We shall invert paradise. Dath to Peace!…”. Sebuah prelude untuk pendekatan War Black Metal? Sepertinya memang begitu.
Heaven Shall Burn: Sebuah Legacy dan Standar untuk Extreme Black Metal
Bagaimana legacy dari “Heaven Shall Burn” untuk skena Extreme Metal dunia? Untuk Marduk sendiri, album ini adalah sebuah batu loncatan dan self-invention untuk tetap konsisten di jalur Extreme Black Metal dengan pendekatan hyper-blasting yang brutal. Kolaborasi dengan Peter Tägtgren berlanjut: tidak kurang 5 album studio (termasuk album ini) dihasilkan oleh Marduk bersama dengan Peter Tägtgren di Abyss Studio. Formulasi Peter terbukti efektif dan tepat. Pendekatan hyper-blasting Marduk mengalami puncaknya di “Panzer Division Marduk” yang disebut-sebut sebagai album Black Metal paling brutal sepanjang masa (Abyss-works ke-3 di tahun 1999). “Panzer Division…” kemudian mempopulerkan dan menegaskan eksistensi dari sub-genre War Black Metal yang mempunyai pengaruh dan ‘pengikut’ global, baik di Eropa, Australia, sampai Asia. Jadi, “Heaven Shall Burn” adalah mata rantai awal dari “Panzer Division…”, dan War Black Metal. “Heaven Shall Burn” juga memberikan sebuah pendekatan inovatif mengenai sound Black Metal yang cepat dan agresif, yang kemudian berevolusi menjadi Swedish Black Metal yang berdarah-darah dan tanpa kompromi yang membedakan pendekatan Swedia dan Norwegia. Sejalan dengan quote dari Erik “Legion” Hagstedt di awal tulisan ini, bahwa Black Metal Norwegia adalah cenderung ke arah mood dan suasana, sementara Black Metal Swedia adalah ke arah kecepatan dan brutality. Hail Marduk & Swedish Black Metal!
Artikel ini didedikasikan untuk Supriyanto “Desecrator” dari Warkvlt, my brother in War Black Metal.
Musisi:
- Legion – Vocals (“Mouth of Satan”)
- Morgan Steinmeyer Håkansson – Guitars
- B. War – Bass
- Fredrik Andersson – Drums
Track:
- Summon the Darkness – 00:21
- Beyond the Grace of God – 05:17
- Infernal Eternal – 04:41
- Glorification of the Black God – 04:52
- Darkness It Shall Be – 04:40
- The Black Tormentor of Satan – 04:15
- Dracul Va Domni Din Nou In Transilvania – 05:39
- Legion – 05:55
Recording Studio: : Abyss Studio (Dalarna, Swedia), Januari – Februari 1996
Production/ Engineering: Marduk/ Peter Tägtgren
Categorized as: Black Metal, 2nd Wave Black Metal
Label: Osmose Productions (1996), Bloddawn Productions (re-issue, 2004)
Artikel referensi: berbagai artikel mengenai Marduk di chroniclesofchaos.com, metal-archives.com, wikipedia, dan liner notes pada booklet di paket boxset “Blackcrowned” (2005).
Tentang Penulis

Riki Paramita adalah founder, owner, dan penulis utama di Beyondheavymetal.com. Riki adalah pemerhati musik dan skena Extreme Metal, terutama untuk kategori Black Metal, Death Metal, dan Thrash Metal. Tujuan utama dari inisiatif Beyondheavymetal.com adalah untuk memperbanyak informasi mengenai rilisan anyar dan klasik untuk kategori musik Extreme Metal, sehingga informasi berbahasa Indonesia yang ditulis dengan bahasa yang baik, ringan, dan terstruktur mengenai rilisan-rilisan musik kategori ini tidak lagi relatif susah didapat, dan pada akhirnya dapat saling berbagi informasi dengan sesama penggemar. Dalam kesehariannya, Riki adalah konsultan Teknologi dan Manajemen Sistem Informasi yang sangat aktif terlibat di berbagai proyek baik untuk skala nasional maupun internasional.
