
Hellgods formasi 2014: Reyza (Keyboards), Hariz (Drums), Abu (Vokal), Yoga (Gitar), dan Dedi (Bass). Album baru di 2014? Dengan formasi sekuat ini semuanya masih sangat mungkin.

Reviewed by: Riki Paramita
HELLGODS adalah band yang selalu mempunyai tempat tersendiri di perspektif saya sebagai penggemar Black Metal: pertama, tentu saja karena Hellgods adalah band yang berasal dari skena lokal (Bandung). Selalu ada tempat tersendiri untuk band dari skena lokal yang menjadi salah satu pionir di genre-nya. Hellgods adalah salah satu early act dari skena Black Metal di tanah air. Kedua, karena saya sangat menghormati sosok sang frontman, Abu Blackened Ash. Kenapa? Karena ketertarikan saya akan Black Metal adalah dipicu oleh sepucuk surat dan paket kecil yang dikirimkan oleh Abu, 17 tahun yang lalu, ke komunitas Metal lokal di kota kecil tempat tinggal saya dulu. Surat yang kami terima ketika itu adalah sebuah pesan dari Abu untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan Black Metal, sebuah surat yang cukup provokatif yang disertai sebuah kaset rekaman contoh-contoh sound Black Metal (berisikan tracks dari Rotting Christ, Necromantia, Absu, Impaled Nazarene, Graveland, Emperor, dll). Sejak saat itu, virus Black Metal berkembang dengan sangat cepat di kota kecil kami yang tenang: mulai bermunculan band2 yang tampil dengan asesoris spikes dan corpse paint dengan kiblat Bandung Underground (salah satu band perintis di kota kecil kami pada waktu itu meng-cover Sacrilegious dari Bandung), Revograms Zine menjadi bacaan wajib, mailorder mulai dilakukan secara massal (pada saat itu tujuannya adalah Nuclear Blast dan Century Media, keduanya berlokasi di Jerman), dan saya sendiri mulai aktif menyiarkan Black Metal di radio kampus yang mengudara pada malam hari. Pesan dari Abu Blackened Ash pada saat itu menyebar seperti layaknya sebuah viral message, jauh sebelum era smartphone dan mobility. Mindset saya pun juga ikut berubah: Morbid Angel dan Deicide mulai ditinggalkan, digantikan oleh Satyricon dan Marduk sebagai band favorit, dengan “Walk The Path of Sorrow” dan “Mother North” sebagai war anthem. Kalender pada saat itu menunjukkan angka tahun 1996. Continue reading
