SATYRICON – “Satyricon” (Self Titled, 2013): Sebuah Evolusi Ekstrim dari Salah Satu Pionir ‘True Norwegian Black Metal’

Satyricon Band 2013

Satyricon S:T 2013

Reviewed by: Riki Paramita

Kurang lebih sudah 18 tahun berlalu sejak “Nemesis Divina” yang menjadi open statement dari eksistensi Norwegian Black Metal, dimana cukup satu track (“Mother North”) untuk menjelaskan motif utama dari kelahiran 2nd wave Black Metal di ranah Norwegia pada awal 90-an. Saya yakin, bahwa saya dan fans Black Metal lainnya sepakat bahwa “Nemesis Divina” adalah salah satu all time greats untuk kategori album Black Metal, dan Satyricon adalah termasuk ke dalam kelompok innovator untuk genre ini. “Walk The Path of Sorrow” dari “Dark Medieval Times” (1994) adalah sebuah track yang membuat saya menjadi fans Black Metal di 90-an dulu, menjadikan Floridian Death Metal sebagai ‘pilihan kedua.’ Jadi dapat dibayangkan bagaimana arti album masterpiece seperti “Nemesis Divina” (1996) bagi saya. Akan tetapi, Satyricon ternyata menunjukkan karateristik mereka sebagai band yang selalu mengeksplorasi sound yang baru di setiap album mereka. “Rebel Extravaganza” (1999) adalah salah satu kekecewaan terbesar saya sebagai fans Black Metal. Akan tetapi sampai “The Age of Nero” (2008) sekalipun saya tidak pernah berhenti berharap bahwa Satyricon akan kembali ke sound mereka seperti di “Nemesis Divina” (1996). Melalui album terbaru mereka yang self titled yang dirilis di 2013 yang lalu, saya pun sadar bahwa saya sudah harus menerima arah musik Satyricon yang cenderung untuk mengeksplorasi teritori2 yang baru dimana hal ini sepertinya juga menjadi bagian dari perkembangan berikutnya dari Norwegian Black Metal. Neo Black Metal, atau Modern Black Metal. “Nemesis Divina” (1996) adalah sebuah masa lalu, dan Satyricon self titled adalah salah satu bentuk yang masterpiece dari evolusi ekstrim dari True Norwegian Black Metal.

Sebuah self titled album adalah sebuah pernyataan terbuka dari sebuah band mengenai eksistensi mereka di skena musik yang mereka tekuni. Sejalan dengan hal ini, Satyricon self titled adalah sebuah penegasan dari Satyr (aka Sigurd Wongraven, sang vokalis, gitaris, musisi multi instrumen, sekaligus komposer) bahwa arah dari visi bermusik Satyricon adalah cenderung ke area dengan inovasi dan kreativitas yang tidak berbatas, dimana memberikan batasan-batasan ke Black Metal sebagai sebuah konsep musik adalah sebuah kesalahan. Hasilnya adalah album Satyricon self titled yang sangat berwarna: atmospheric, murung tetapi powerful, dengan tempo yang bervariasi, plus satu lagu yang dinyanyikan dengan clean vocals yang menyerupai sebuah balada. Sebuah pendekatan yang juga dilakukan oleh Watain pada album terbaru mereka (“The Wild Hunt”, 2013).

Sepertinya Black Metal memang akan mengarah ke sound yang lebih kreatif dan terbuka lebar untuk inovasi lebih lanjut. “Black Metal is limitless, it’s not for the conservative, it’s not for the people who fear”, Satyr menjelaskan lebih lanjut mengenai filosofi Black Metal. Sepertinya, kita, para fans, juga sudah harus lebih terbuka untuk arah baru Black Metal di dekade kedua abad 21 ini.

Satyr 2013

Satyricon self titled dibuka oleh sebuah intro instrumental, “Voice of Shadows” yang bernuansa epic, sekaligus seperti sebuah teaser untuk sound baru Satyricon: sound gitar yang jernih, cenderung melodis, dengan agresi double bass drumming dari Frost (aka Kjetil Vidar Haralstad), sang legenda hidup di belakang drum kit. Drum kit yang dipakai juga masih Pearl Super Pro GLX (1982) yang legendaris, yang pernah dipakai dalam pembuatan album2 Black Metal dari Emperor, Enslaved, Burzum, bahkan Mayhem di “De Mysteriis Dom Sathanas” (1994). Sound dari drum terdengar sangat powerful, dimana pendekatan rekaman yang dilakukan dengan cara analog pada album ini sepertinya memang memberikan expose yang cukup besar untuk drum. Tiga track pertama album ini, “Tro og Kraft”, “Our World, It Rumbles Tonight” dan “Nocturnal Flare” mempunyai pola yang sama: bertempo lambat sampai mid, dengan gitar yang cenderung Hard Rock/ Heavy Metal, terkadang sangat melodius, akan tetapi masih terkesan Black Metal. Kenapa? Karena double bass drumming dari Frost, dan vokal dari Satyr yang masih sama sejak era “Now, Diabolical” (2006) yang seperti sebuah perpaduan antara screaming Black Metal & growl Death Metal. Inovasi yang signifikan dapat dilihat di departemen gitar yang walaupun terdengar sangat jernih dengan permainan yang menyentuh area2 non Black Metal akan tetapi masih menimbulkan aura dingin dan suram. Produksi analog pun masih dilakukan dengan sangat baik, sehingga menimbulkan argumen bahwa Black Metal feel masih dapat diciptakan melalui production yang crystal clear. Jadi, lupakan sejenak pendekatan lama dari Darkthrone & Burzum yang berupaya menciptakan aura grim dan dingin melalui sound yang raw.  Satyr & Frost berhasil menciptakan pendekatan baru untuk hal ini.

Frost 2013

Kontroversi dari Satyricon self titled adalah terutama pada track “Phoenix” yang dinyanyikan dengan clean vocals oleh Sivert Høyem, vokalis dari Madrugada, sebuah band Rock mainstream dari Norwegia (catatan: Satyricon juga sudah dapat dikategorikan sebagai mainstream sejak lebih 10 tahun yang lalu, jadi dalam hal ini Black Metal goes mainstream). Apakah “Phoenix” sebuah track yang jelek? Tidak, sama sekali tidak. “Phoenix” walaupun dinyanyikan dengan cara yang mendekati balada, terdengar sangat epic dengan ketukan mid dan permainan gitar yang murung sekaligus melodius, seperti sebuah versi modern dari Bathory di era “Hammerheart” (1990). “Phoenix” is really cool! 🙂 “Phoenix” sesuai dengan temanya (“kelahiran kembali”) adalah sebuah simbol untuk kelahiran kembali Black Metal di abad 21 ini.

Tiga track selanjutnya setelah “Phoenix” yaitu “Walker Upon The Wind”, “Nekrohaven”, dan “Ageless Northern Spirit” mengambil pendekatan yang lebih agresif: ada beberapa bagian dengan blast beats walaupun terdengar agak canggung. Sementara itu “The Infinity of Time and Space” Satyricon cenderung untuk mengambil pendekatan progresif. Satyricon self titled ditutup dengan “Natt”, sebuah instrumental yang seperti tertular pendekatan Ihsahn di “Das Seelenbrechen.”

Satyr menyadari bahwa pendekatan bermusik Satyricon di album terbarunya ini akan menuai kritik yang ‘kejam’ dari para purist, yaitu para fans Black Metal yang cenderung untuk mempertahankan cara lama dan sound tradisional 2nd wave Black Metal. Sehubungan dengan hal ini, Satyr menanggapi: “Those people are not purists at all. They’re completely fake and I see right through them.” Saya setuju dengan Satyr mengenai ide-ide perubahan, progress, dan kreativitas baru untuk konsep Black Metal. Mr. Sigurd “Satyr” Wongraven adalah figur yang tepat untuk menentukan arah selanjutnya dari kreativitas Black Metal. Saya juga sudah tidak berharap untuk rilisan-rilisan baru Satyricon dengan pendekatan seperti “Nemesis Divina.” Karena hal ini adalah sama dengan mengharapkan the next “Master of Puppets” atau the next “Rust in Peace.” Biarlah album legenda tetap menjadi legenda, dan untuk saat ini peluk eratlah perubahan, kreativitas, serta pendekatan-pendekatan yang baru.

Musisi:

  • Satyr – Vocals, Guitars, Keyboards, Bass
  • Frost – Drums

Tracks:

  1. Voice of Shadows – 02:35
  2. Tro og kraft – 06:01
  3. Our World, It Rumbles Tonight – 05:12
  4. Nocturnal Flare – 06:38
  5. Phoenix – 06:32
  6. Walker Upon The Wind – 04:58
  7. Nekrohaven – 03:12
  8. Ageless Northern Spirit – 04:43
  9. The Infinity of Time and Space – 07:47
  10. 10. Natt – 03:34

Categorised as: Modern Black Metal

Leave a comment